Oleh: Dr. KH A Musta'in Syafi'ie M.Ag
35. wa-awfuu alkayla idzaa kiltum wazinuu bialqisthaasi almustaqiimi dzaalika khayrun wa-ahsanu ta'wiilaan
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty
Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan timbangan yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
TAFSIR AKTUAL:
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia
Ayat kaji ini tentang larangan mengambil hak orang lain secara melanggar hukum. Sekecil apapun pasti ada hitungan di pengadilan Tuhan nanti. Sebagai contoh kasus, ayat ini mengangkat masalah timbangan, ukuran barang dalam dunia jual beli.
Ada dua hal yang perlu diperhatikan: pertama, kejujuran penjual (wa-awfuu alkayla idzaa) dan kedua, kebenaran alat timbangan, alat ukur sebagai valid dan bisa dipertangungjawabkan (bialqisthaasi almustaqiim). Jika dua hal ini dipenuhi, maka kehidupan pasti bagus, berkah dan terpuji. (dzaalika khayrun wa-ahsanu ta'wiilaa).
Tohokan ayat ini kepada penjual yang saat menjual barang dagangannya menggunakan alat ukur seperti timbangan, literan, baik manual maupun elektrik. Ini bisnis dan bisnis itu uang, uang itu uenak dan menggoda. Namanya manusia punya nafsu menzalimi orang lain demi keuntungan. Namanya teknologi, secanggih apapun pasti bisa diakali.
Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana
Maka terpujilah mereka yang bergerak di SPBU dengan memakai aplikasi Pasti Pas. Itu lebih islami dan melindungi hak pembeli. Pasti Pas, Pasti Berkah, asal beneran. Tapi, mungkin ada saja yang nakal, mencuri lewat alat ukur elektrik ini. Walau setetes, pasti dicatat Malaikat dan kelak dipersoalkan.
Produk barang-barang kemasan, di mana besaran barang yang dijual sudah tertera pada kemasan, maka wajib dipenuhi. Bisa dibayangkan bila barang yang dijual itu kosmetika mahal, parfum dll. Pembeli hanya bisa percaya apa yang tertulis, soal hakekat di dalamnya, diserahkan kepada Dzat yang maha tahu. Maka hati-hati, jangan mencuri. Tuhan mewakili pembeli dalam hal ini.
Pelaku bisnis SPBU bisa untung banyak dari tetes demi tetes pertalite, pertamax yang dicuri, begitu pula produsen barang kemasan. Tapi ingat, itu harta curian, merampas hak orang lain, semua itu tidak bisa selesai dengan istighfar. Utang uang ya harus dibayar dengan uang. Bagaimana jika sudah terlanjur dan mau tobat, sementara pembeli yang dijahati tidak diketahui?
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Tentukan Hak Asuh, Nabi Sulaiman Hendak Potong Bayi Pakai Golok
Nah, itulah susahnya. Tidak bisa sekadar pasang pengumunan di SPBU dan di media dengan kata-kata minta maaf atau minta dihalalkan. Sebab pasti ada konsumen yang tidak tahu atau tidak mengikhlaskan. Cara paling aman dan membersihkan adalah beristighfar total, lalu mengalkulasi kira-kira berapa total keuntungan yang sudah diambil. Pakai estimasi saja dan lebihkan sedikit, terhitung sejak tanggal ngambilnya.
Lalu dikembalikan kepada Allah SWT sebagai wakil para pembeli yang dizalimi. Dengan cara disedekahkan, di-amal jariah-kan, diberikan kepada fakir miskin dan yang berhak menerima. Nanti akan diatur sendiri oleh Tuhan ketika di akhirat. Tuhan akan mendistribusikan pahala sedekah itu kepada yang berhak secara tepat dan adil.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News