Oleh: Dr. KH A Musta'in Syafi'ie M.Ag
36. Walaa taqfu maa laysa laka bihi ‘ilmun inna alssam’a waalbashara waalfu-aada kullu ulaa-ika kaana ‘anhu mas-uulaan
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.
Setelah nasehat kejujuran, termasuk di dalamnya larangan memakan harta anak yatim, mengurangi timbangan dan sebagainya, kini larangan diperdetail hingga ranah kerja intelektual. Seorang mukmin dilarang sok tahu, padahal tidak tahu. Sok pinter, padahal tidak pinter. (inna alssam’a waalbashara waalfu-aada kullu ulaa-ika kaana ‘anhu mas-uulaa).
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia
Ketahuilah, bahwa semua kerja anggota badan kita ini, masing-masing akan diminta pertanggungjawaban. Bukan saja secara gelondongan, melainkan satu per satu. Telinga ditanya sendiri soal apa saja yang pernah didengar. Mata juga ditanya dan hati juga dimintai pertanggungjawaban tentang apa yang telah dipikir. Inn al-sam’ wa al-bashar wa al-fu’ad kull ula’ik kana ‘anh mas’ula.
Di sini, mulut tidak disebut sebagai anggota tubuh yang ditanya Tuhan nanti, padahal mulut adalah biang keburukan, sekaligus kebajikan. Mengapa? Untuk memberi kesan serius dan tajam. Pendengaran yang pasif dan hanya menerima saja, begitu pula penglihatan dan hati, semua itu ditanya dan dimintai pertanggungjawaban, apalagi mulut yang aktif dan pandai bersilat lidah.
Seperti ditera pada surah Yasin: bahwa pada pengadilan Tuhan nanti, mulut justru dinonaktifkan sehingga tidak bisa membela anggota badan lain yang sedang diadili. Hari ini, tentu tidak bisa dinalar oleh manusia soal bagaimana bahasa teliga, bahasa mata ketika menjawab pertanyaan Tuhan.
Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News