Tafsir Al-Isra' 54-55: Muslim Belanja di Toko Muslim

Tafsir Al-Isra Ilustrasi

Oleh: Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag

54. Rabbukum a’lamu bikum in yasya' yarhamkum aw in yasya' yu’adzdzibkum wamaa arsalnaaka ‘alayhim wakiilaan

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty

Tuhanmu lebih mengetahui tentang kamu. Jika Dia menghendaki, niscaya Dia akan memberi rahmat kepadamu, dan jika Dia menghendaki, pasti Dia akan mengazabmu. Dan Kami tidaklah mengutusmu (Muhammad) untuk menjadi penjaga bagi mereka.

55. Warabbuka a’lamu biman fii alssamaawaati waal-ardhi walaqad fadhdhalnaa ba’dha alnnabiyyiina ‘alaa ba’dhin waaataynaa daawuuda zabuuraan

Dan Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang di langit dan di bumi. Dan sungguh, Kami telah memberikan kelebihan kepada sebagian nabi-nabi atas sebagian (yang lain), dan Kami berikan Zabur kepada Dawud.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia

TAFSIR AKTUAL:

Ayat sebelumnya bertutur soal wejangan Nabi kepada para sahabat agar berperilaku santun dan tidak kasar, meski terhadap orang-orang kafir yang hobi menjahati. Kecuali, hingga pada batas tertentu, barulah Tuhan mengizinkan angkat senjata demi membela agama.

Meski para sahabat sudah tidak sabar lagi terhadap kejahatan orang-orang kafir, lalu meminta izin untuk melawan, Nabi tidak mengizinkan. Malahan menganjurkan agar mereka dijadikan kawan dengan hidup rukun berdampingan. "Kunu ibadallah ikhwanan". "Wahai hamba Allah, jadikan diri kalian bersaudara". (Hadis).

Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana

Persoalan kini, apakah seruan Nabi ini berlaku umum kepada semua orang, muslim maupun kafir atau khusus bagi sesama muslim saja?

Pendapat paling luwes begini: Pertama, bahwa hidup di masyarakat bagai bersaudara itu berlaku umum. Tidak pandang agamanya apa. Selagi masih mematuhi aturan kemanusiaan, ramah, saling pengertian, dan tidak menjahati, baik fisik maupun keyakinan, maka kita wajib berperilaku baik kepada mereka.

Pemikiran ini berdasar kalimah seru pada al-Hadis tersebut, yakni " ... ibadallah" (wahai hamba Allah). Khitab umum yang bersifat universal. Makna hamba Allah adalah semua titah, semua ciptaan Allah. Lintas agama, ras, dan gender. Bahkan hewan dan lingkungan-pun masuk di dalamnya, kita wajib beramah-ramah kepada semua. Dicelah-celah itu, kita tetap waspada terhadap upaya buruk yang tersembunyi yang dilakukan oleh wong kafir.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Tentukan Hak Asuh, Nabi Sulaiman Hendak Potong Bayi Pakai Golok

Kedua, ada penekanan khusus bagi orang beriman. Terhadap sesama orang beriman, maka wajib punya perilaku khusus, mengutamakan, dan memuliakan. Contoh, anda mau belanja material bangunan, ada toko milik orang islam dan ada toko milik non muslim, selagi imbang-imbang saja harga dan kualitasnya, maka wajib belanja ke toko milik sesama muslim.

Ada proyek besar dan yang nender ada muslim dan ada nonmuslim. Maka diutamakan diberikan kepada yang muslim. Tentu dengan pertimbangan yang bijak. Sebab, jika harta jatuh di tangan orang islam, setidaknya pemanfaatannya menunjang kemaslahan islam dan kaum muslimin. Tuhan menyukai muslim yang kuat ekonominya, dibanding muslim yang lemah. Berpahala, muslim belanja di toko muslim.

Setelah membicarakan hal di atas, Allah SWT memonitor perilaku hamba-Nya (Rabbukum a’lamu bikum). Tentu bukan sekedar mengamati, melainkan ada tindakan selanjutnya. Bisa saja Tuhan merahmati (in yasya' yarhamkum) dan bisa pula Tuhan menyiksa (aw in yasya' yu’adzdzibkum).

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Panduan dari Nabi Daud dan Nabi Sulaiman untuk Memutus Kasus Perdata

Dari sisi taqdim dan ta'khir (mendahulukan terma dan mengakhirkan), terbaca bahwa Tuhan mendahulukan perahmatan dari pada penyiksaan. Itu artinya, Allah tidak butuh menyiksa hamba-Nya, malah dihindari sebisa mungkin. Kecuali sangat terpaksa karena kendablekan manusia.

Contohnya, sudah berkali-kali diingatkan, sudah diberi kesempatan bertobat sangat lama, sudah dijanjikan pengampunan meski sebesar apapun dosanya dll, tetapi masih terus durhaka. Barulah Tuhan menegakkan keadilan-Nya. Saat pengadilan digelar dan keputusan telah diambil, maka sekelas Nabi pun tidak diberi wewenang boleh meng-handle atau menggugurkan siksaan mereka. "wamaa arsalnaaka ‘alayhim wakiilaa".

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO