SEMARANG, BANGSAONLINE.com - Dr. KH. Fadlolan Musyafak, Sekretaris Komisi Fatwa MUI Jawa Tengah menegaskan bahwa dakwah hendaknya disampaikan dengan bijaksana, tutur kata santun, dan nasehat yang baik. Menurut dosen Pascasarjana UIN Walisongo Semarang itu, Allah SWT telah memberi metode dakwah kepada Rasulullah SAW agar memakai tutur kata yang lembut. Apalagi dalam masyarakat plural.
“Dakwah tidak boleh memaki dan menyalahkan agama lain di depan umum,” kata Kiai Fadlolan Musyafak kepada BANGSAONLINE.com, Kamis (22/8/2019). Kiai Fadlolan Musyafak menyampaikan itu menjawab pertanyaan BANGSAONLINE.com tentang koridor dakwah di tengah masyarakat plural dan kebhinnekaan.
Baca Juga: Kedudukan Pers Sangat Tinggi dalam Undang-Undang, Wartawan Harus jaga Marwah Pers
Pengasuh Pondok Pesantren Fadhlul Fadhlan Semarang itu mengatakan bahwa Rasulullah dalam berdakwah sangat santun dan lembut. “Sekira Rasulullah keras dan bengis serta keras hati, maka kaumnya akan pada berlari meninggalkannya,” kata Kiai Fadlolan yang alumnus Unversitas Al Azhar Kairo Mesir.
Menurut dia, dakwah itu menyeru, mengajak dan meluruskan yang salah pada kebenaran serta kebaikan.
Namun Kiai Fadlolan mengingatkan bahwa dakwah dalam Islam tidak mengenal batas, karena menyeru kepada semua alam semesta. Kiai muda ini menyitir surat an-Nahl ayat 125, Ud’u ila sabili rabbika bil hikmah wal mau’idhatil hasanah wa jadilhum billati hiya ahsan, yang artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan kebijaksanaan dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Baca Juga: Aksi Pengeroyokan di Kediri yang Viral di Medsos Berakhir Damai
Menurut dia, ayat Ud'u ila sabili Rabbika" itu tidak ditentukan obyek mad'u atau orang yang didakwahi. “Bisa umat seagama dan bisa juga beda agama. Loh, apakah tidak menyinggung? ya pasti yang tidak cocok akan tersinggung, sekalipun yang disampaikan itu benar dan hak menurut agama Islam. Maka ada etika dakwah di masyarakat yang plural, agar tidak memaki-maki agama lain, dan tidak menyalahkan agama lain di muka umum dalam bingkai NKRI,” kata Kiai Fadlolan.
Ini beda dengan para pemuka agama yang mendoktrin umatnya di internal mereka. “Sekalipun memberikan contoh agama lain dianggap salah ya boleh, bahkan sudah sewajarnya, dan ini berlaku di seluruh belahan dunia sejak zaman dahulu,” katanya.
Jadi, menurut Kiai Fadlolan, etika inilah yang harus dijaga oleh setiap da'i dan para mubaligh. “Muballigh harus bisa membedakan antara materi doktrin yang hanya disampaikan pada umat seagama dengan materi yang disampaikan di tempat umum,” katanya.
Baca Juga: Bagaimana Cara Menonton TikTok Tanpa Mengunduh Aplikasi?
Ia minta, jangan sampai materi doktrin ketuhanan yang sensitif disampaikan di depan umum. Ia mencontohkan doktrin bahwa dalam Islam tidak mengakui Tuhan trinitas karena dianggap syirik (menyekutukan Tuhan). Begitu juga ayat yang berbunyi: Sesungguhanya hanya agama Islam yang benar menurut Allah.
Apalagi, kata dia, sekarang era media sosial (medsos) yang sangat jahat, sering provokatif dan tidak bertanggung jawab. “Kadang merekam dokumen doktrin lalu diunggah ke medsos umum. Akibatnya, menyinggung umat lain,” katanya. (tim)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News