Gubernur Khofifah Minta Cegah Stunting Sejak Bayi dalam Kandungan

Gubernur Khofifah Minta Cegah Stunting Sejak Bayi dalam Kandungan Gubernur Khofifah Indar Parawansa memukul gong pada acara Konsolidasi Perencanaan dan Penganggaran II Program Kependudukan, Keluarga Berencana, dan Pembangunan Keluarga Tahun Anggaran 2020 di Hotel Grand Mercure, Surabaya, Senin (16/9). foto: istimewa/ bangsaonline.com

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Gubernur Jawa Timur Indar Parawansa meminta seluruh bidan di Jawa Timur memantau ketat pertumbuhan bayi-bayi yang berada di wilayah kerjanya. Langkah tersebut perlu dilakukan untuk mencegah sedini mungkin.

"Bidan adalah ujung tombak kesehatan ibu dan anak. Tidak hanya soal kematian ibu dan bayi, namun juga terkait pencegahan . Saya ingin kurva pertumbuhan bayi-bayi di Jawa Timur sempurna, baik itu perkembangan berat badan, tinggi badan dan lingkar kepala bayi. Jika ada , tolong diidentifikasi dan segera ditangani bersama-sama," ungkap pada acara Konsolidasi Perencanaan dan Penganggaran II Program Kependudukan, Keluarga Berencana, dan Pembangunan Keluarga Tahun Anggaran 2020 di Hotel Grand Mercure, Surabaya, Senin (16/9).

Baca Juga: Gelar Doa Bersama Sambut Kemenangan, Puluhan Ribu Masyarakat Siap Kawal Suara Khofifah-Emil

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada 2018, prevalensi balita umur 0 sampai 59 bulan di Jawa Timur mencapai 32,81 persen. Angka ini lebih tinggi dari prevalensi nasional yakni sebesar 30,8 persen. Sementara berdasarkan Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (EPPGBM), per 20 Juli 2019 prevalensi balita di Jawa Timur sebesar 36,81 persen. Adapun, tiga daerah tertinggi prevalensinya yakni di Kota Malang sebesar 51,7 persen, Kabupaten Probolinggo 50,2 persen, dan Kabupaten Pasuruan 47,6 persen.

mengatakan upaya pencegahan sebaiknya dilakukan sejak bayi masih dalam kandungan. Bidan, kata dia harus mendampingi sekaligus mengawal tumbuh kembang janin hingga lahir dan melalui 1000 hari pertama kehidupan (HPK).

Menurutnya, banyak ibu hamil dan yang memiliki bayi kurang paham bahkan tidak tahu pola pengasuhan yang benar seperti apa. Mereka, lanjut , tidak tahu bahwa bahaya mengintai sejak bayi dalam kandungan karena saat hamil sang ibu kurang mengkonsumsi makanan bergizi. Tak mengherankan jika kasus tidak hanya ditemukan pada masyarakat berpenghasilan rendah dan masuk kategori miskin, namun juga mereka yang berada.

Baca Juga: Relawan Jari Mata Siap Kawal Kemenangan Khofifah-Emil Hingga Akhir

"Sejak hamil kondisi si ibu hamil harus benar-benar diperhatikan oleh bidan, bagaimana nutrisinya, pemeriksaannya harus rutin. Kemudian pada saat lahir harus ASI eksklusif. Makanan bayinya setelah 6 bulan itu juga harus betul-betul dijaga," imbuhnya.

Terkait keberadaan Kampung KB, berharap keberadaan kampung KB dapat berkontribusi maksimal dalam mengikis angka prevalensi di Jawa Timur mengingat program ini dirancang untuk mengintegrasikan berbagai program Kependudukan, Keluarga Berencana, dan Pembangunan Keluarga dengan program-program pembangunan secara lintas sektor. Kampung KB juga diharapkan dapat memberi edukasi untuk menurunkan pernikahan dini usia.

"Saya berharap jumlah Kampung KB di Jawa Timur semakin ditambah jumlahnya dan ditingkatkan kontribusinya. Terutama di daerah-daerah pelosok dan terpencil. Dengan demikian semakin banyak masyarakat Jatim yang tersosialisasikan informasi tentang pola hidup sehat, pemcegahan sejak dini, juga risiko pernikahan dini mengingat nikah dini usia di Jatim masih sangat tinggi. Pada saat yang sama diharapkan makin banyak yang akses program tis tas untuk SMA dan SMK sehingga anak usia sekolah di didorong untuk melanjutkan sekolah," ujarnya.

Baca Juga: Warga Jatim Berjubel Hadiri Kampanye Terakhir Khofifah-Emil, Kiai Asep: Menang 70%

menambahkan, maraknya pernikahan dini juga turut menyumbang tingginya angka di Jawa Timur. Usia ayah dan ibu yang masih sangat muda membuat risiko bayi menjadi ikut meningkat. Inilah yang menjadi alasan dirinya berharap jumlah Kampung KB di Jawa Timur terus ditambah.

"Secara fisik, mental, dan ekonomi mereka belum siap untuk menjadi orangtua. Pengetahuan mereka mengenai asupan gizi bayi juga belum luas sehingga risiko jauh lebih besar," tuturnya. (tim)- 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO