SURABAYA (bangsaonline)
KH Arwani Faishal memberikan klarifikasi dan keberatan terkait dengan berita di bangsaonline yang berjudul 'PBNU Tolak Fatwa MUI yang Haramkan Rokok'.
Baca Juga: Rais Aam PBNU Ngunduh Mantu dengan Pemangku Pendidikan Elit dan Tim Ahli Senior di BNPT
"Saya sangat menyesalkan berita berjudul "PBNU Tolak Fatwa MUI yang Haramkan Rokok" di bangsaonline.com yang menyebutkan, bahwa saya mengeluarkan pernyataan mengenai hukum merokok dengan mengaitkan fatwa haram merokok oleh MUI, sebagaimana diterbitkan pada Selasa, 14 Oktober 2014. Berita tersebut merupakan rekayasa yang berunsur kebohongan dan fitnah yang telah menimbulkan adu domba, kebencian, perseteruan dan lainnya," tulis KH Arwani Faishal, dalam surat hak jawabnya.
"Saya bukan staf Dewan Halal PBNU. Tetapi, saya adalah Anggota Komisi Fatwa MUI Pusat, Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail PBNU, Anggota Team Kaderisai PBNU, dan Koordinator II Dewan Tahqiq (verifikasi dan investigasi/audit) Badan Halal PBNU," kata KH Arwani. "Kapan pun saya tidak pernah kontra terhadap fatwa MUI yang mengharamkan merokok dalam kondisi tertentu, seperti di tempat umum, oleh anak-anak, dan wanita hamil. Tetapi saya sepaham dan menerima fatwa tersebut karena selaras dengan illah al-hukm (reason of law) yaitu berbahaya bagi orang lain dan/atau diri sendiri. Saya tidak pernah pula menduga negatif fatwa tersebut, tetapi saya yakin tidak ada sedikit pun motif untuk membunuh kelangsungan petani tembakau. Hal serupa juga menjadi kesepakatan pada acara bahtsul masail oleh Lembaga Bahtsul Masail PBNU bahwa hukum merokok haram bagi orang tertentu, seperti penderita jantung, paru-paru, vertigp dan sebagainya. Dalam hal ini, tidak ada kontroversi antara MUI dan NU," tandas KH Arwani.
Berikut Hak jawab lengkap:
Baca Juga: Hari Santri Nasional 2024, PCNU Gelar Drama Kolosal Resolusi Jihad di Tugu Pahlawan Surabaya
Kepada Yth.
Bapak/Ibu Penanggung Jawab
bangsaonline.com
Baca Juga: MUI Sampang Dukung Polisi Kawal Pilkada Damai dan Kondusif
Email: bangsaonline@gmail.com
Hal : Hak Jawab
As-Salamu 'Alaikum, Wr. Wb.
Baca Juga: Ba'alawi dan Habib Luthfi Jangan Dijadikan Pengurus NU, Ini Alasan Prof Kiai Imam Ghazali
Semoga kita senantiasa dalam lindungan dan pertolongan Allah SWT., serta sukses dalam melaksanakan berbagai tugas mulia.
Saya sangat menyesalkan berita berjudul "PBNU Tolak Fatwa MUI yang Haramkan Rokok" di bangsaonline.com yang menyebutkan, bahwa saya mengeluarkan pernyataan mengenai hukum merokok dengan mengaitkan fatwa haram merokok oleh MUI, sebagaimana diterbitkan pada Selasa, 14 Oktober 2014. Berita tersebut merupakan rekayasa yang berunsur kebohongan dan fitnah yang telah menimbulkan adu domba, kebencian, perseteruan dan lainnya.
Sehubungan dengan berita rekaysa tersebut saya menyampaikan hak jawab, bahwa saya tidak pernah memberikan pernyataan mengenai hukum merokok dengan mengaitkan fatwa haram merokok oleh MUI, kepada siapa pun pada hari/tanggal disebutkan dan kapan pun sampai sekarang, yang penyebutan beberapa hal dalam berita rekayasa tersebut menyalahi fakta, terutama:
Baca Juga: Selain Tinjau Gedung UPT RPH, Pj Wali Kota Kediri Serahkan Sertifikat Halal dan NKV RPH-R
Petama: Saya bukan staf Dewan Halal PBNU. Tetapi, saya adalah Anggota Komisi Fatwa MUI Pusat, Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail PBNU, Anggota Team Kaderisai PBNU, dan Koordinator II Dewan Tahqiq (verifikasi dan investigasi/audit) Badan Halal PBNU.
Kedua: Kapan pun saya tidak pernah kontra terhadap fatwa MUI yang mengharamkan merokok dalam kondisi tertentu, seperti di tempat umum, oleh anak-anak, dan wanita hamil. Tetapi saya sepaham dan menerima fatwa tersebut karena selaras dengan illah al-hukm (reason of law) yaitu berbahaya bagi orang lain dan/atau diri sendiri. Saya tidak pernah pula menduga negatif fatwa tersebut, tetapi saya yakin tidak ada sedikit pun motif untuk membunuh kelangsungan petani tembakau. Hal serupa juga menjadi kesepakatan pada acara bahtsul masail oleh Lembaga Bahtsul Masail PBNU bahwa hukum merokok haram bagi orang tertentu, seperti penderita jantung, paru-paru, vertigp dan sebagainya. Dalam hal ini, tidak ada kontroversi antara MUI dan NU.
Ketiga: Kapan pun saya tidak pernah membahas hukum merokok kecuali menguraikan tiga klasifikasi hukumnya menurut pandangan saya. Lihat antara lain tulisan saya berjudul "Bahtsul Masail tentang Hukum Merokok" di www.nu.or.id, 19/01/2009. Merokok haram secara khusus bagi orang tertentu sekiranya menimbulkan mafsadah (bahaya) relatif berat, seperti bagi penderita jantung, paru-paru, vertigo dan sebagainya. Merokok makruh secara umum selama tidak berlebihan dan sekiranya hanya menimbulkan mafsadah relatif ringan. Dan merokok mubah jika dilakukan sesekali untuk suatu manfaat, seperti meningkatkan konsentrasi, dan sekiranya hanya menimbulkan mafsadah relatif ringan, tetapi kemudian mudah luntur oleh darah putih dan anti oksidan.
Baca Juga: Tembakan Gus Yahya pada Cak Imin Mengenai Ruang Kosong
Keempat: Kapan pun saya tidak pernah mengatakan, Kiai-Kiai NU sepakat hukum rokok mubah. Tetapi saya sering menyampaikan, bahwa Kiai-Kiai NU menyepakati dua klasifikasi hukum di atas; haram secara khusus, dan makruh secara umum. Sedangkan hukum mubah diperselisihkan apa pun alasannya sebagaimana dalam acara bahtsul masail oleh Lembaga Bahtsul Masail PBNU, 23 Februari 2011.
Kelima: Kapan pun saya tidak pernah menyebutkan suatu hukum dengan kata "sampai kiamat", dan kalau mungkin pernah terjadi tentu dalam kontek humor. Demikian pula kalau mungkin pernah terjadi dengan kata lain, tentu harus dicermati konteknya.
Keenam: Kapan pun saya tidak pernah mengatakan, ada pembahasan rokok pada Muktamar NU ke-32 th. 2010 di Makassar. Pada Muktamar waktu itu tidak ada pembahasan masalah rokok, dan tidak pula pada Muktamar kapan pun. (Lihat buku berjudul "Ahkamul Fuqoha", Kumpulan Keputusan Muktamar, Munas dan Konbes).
Baca Juga: Respons Hotib Marzuki soal Polemik PKB-PBNU
Atas perhatian Bapak/Ibu, saya sampaikan terima kasih. Dan sebagai tambahan, saya lampirkan berita dimaksud.
Was-Salamu 'Alaikum, Wr. Wb.
Jakarta, 22 Nopember 2014
Baca Juga: Gus Nasrul: Banyak Sarjana Muslim yang Belum Paham Salat
Pengirim,
Arwani Faishal
______________________
Tembusan :
Kepada Yth. Dewan Pers
Lampiran (berita dimaksud) :
PBNU Tolak Fatwa MUI yang Haramkan Rokok
Selasa, 14 Oktober 2014 12:17 WIB
JAKARTA(BangsaOnline) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU)
menegaskan tidak sependapat dengan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang
mengharamkan rokok.
Sebelumnya, MUI telah mengeluarkan fatwa haram soal merokok di tempat umum sejak 2009. Tidak hanya di ruang publik, dalam fatwa itu juga disebutkan bahwa merokok haram bila dilakukan anak-anak dan wanita.
Ketua Komisi Fatwa MUI Pusat, Asrorun Niam Sholeh menjelaskan institusi pendidikan seperti sekolah dan madrasah, serta sejenisnya masuk ke dalam kategori ruang publik. Itu artinya, barang siapa yang masih tetap saja merokok maka hukumnya haram.
"Rokok itu mubah, sampai kiamat ulama NU tidak akan mengharamkan rokok. Fatwa rokok haram yang dikeluarkan oleh MUI dan didukung kelompok anti tembakau ini penuh tendensius, mereka ingin mematikan keberlangsungan hidup petani tembakau kita," tegas staf Dewan Halal PBNU, Kiai Arwani Faisal melalui pernyataannya, Selasa (14/10).
PBNU menegaskan bahwa pihaknya tidak mendukung kampanye untuk menekan angka perokok di Indonesia yang dimotori oleh Kementerian Kesehatan dan kelompok anti tembakau, termasuk MUI melalui gerakan fatwa haram rokok. Menurut Arwani, semua kiai NU pun telah sepakat untuk memperbolehkan pengikutnya mengisap rokok. Dia juga mengklaim bahwa kiai NU sebenarnya mendukung upaya meminimalisir rokok. Itu dibuktikan dengan penetapan hukum 'makruh' untuk pengikut PBNU.
"Kiai tidak berarti tidak menerima data kesehatan. Rokok makruh karena menerima data kesehatan. Kalau tidak menerima, kiai akan menetapkan hukum rokok wajib. Itu justru karena ngerti itu bahaya," sambung Arwani.
Penerapan rokok bukan merupakan suatu hal yang bahaya, menurutnya telah diperhitungkan masak-masak ketika Muktamar NU ke 32 di Makassar tahun 2010 lalu.
"Harus dilihat kadarnya. Kalau mafsadatnya (kerugian) besar hukumnya haram. Rokok kan sekali hisap tidak langsung pingsan," ujarnya.
Menurut PBNU, rokok tidak punya bahaya yang berlebihan terhadap kesehatan manusia sehingga tidak perlu dilarang berlebihan.
Sementara Peneliti senior pada lembaga Masyarakat Pemangku Kepentingan
Kretek Indonesia (MPKKI) Prof Kabul Santoso mengatakan seharusnya Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak mudah terpengaruh oleh sindiran kalangan
tertentu yang memaksa agar segera mengaksesi Framework Convention on Tobacco
Control (FCTC).
"Jangan hanya karena disindir Indonesia tidak mengaksesi FCTC, lalu pemerintah memaksakan kehendaknya untuk membunuh petani dan industri tembakau yang selama ini menjadi sumber penghasilan masyarakat dan negara," tegas Prof Kabul Santoso dalam keterangan persnya di Jakarta, Selasa (14/10).
MPKKI berharap di akhir masa pemerintahannya, Presiden SBY memberikan warisan berharga dengan tidak mengaksesi FCTC. Sikap Presiden SBY bila menolak meneken FCTC itu merupakan wujud perlindungan terhadap keberlangsungan industri nasional tembakau dari hulu ke hilir. Ratifikasi tidak hanya berdampak pada petani tembakau, namun juga bakal merontokkan industri rokok kretek nasional. Padahal, industri ini menyerap jutaan tenaga kerja. Belum lagi tenaga kerja di bisnis yang mendukung pertanian tembakau dan industri rokok kreteknya.
Lebih lanjut Kabul mengingatkan, Presiden SBY pernah berjanji tidak akan mengaksesi FCTC di hadapan petani tembakau saat menghadap Istana pada April 2014 lalu. Studi lapangan MPKKI ke beberapa negara penghasil tembakau, antara lain Jerman, Amerika Serikat (AS), Jepang, dan Tiongkok menunjukkan keberpihakan pemerintah negara-negara tersebut terhadap industri tembakau nasional.
Empat negara tersebut memiliki UU sendiri yang mengatur pertembakauan. Khusus kasus di Tiongkok, dengan jumlah perokok mencapai 390-an juta lebih. Meskipun Tiongkok akhirnya mengaksesi FCTC, tetapi keberpihakan pemerintah melindungi industri rokok dalam negerinya sangat baik. Bahkan, AS sampai hari ini tidak mengaksesi FCTC. AS dan Swiss hanya tanda tangan FCTC, tetapi tidak meratifikasi.
"Apakah pemerintah siap dengan dampak ekonomi sosialnya? Apakah
pemerintah mampu menyediakan lapangan pekerjaan untuk sumber daya manusia yang
banyak?," tanyanya.
“Selain itu, rokok kretek di Indonesia sudah menjadi trademark. Di dunia ini,
kretek hanya ada di Indonesia. Seharusnya, kretek justu dilestarikan seperti
halnya cerutu Kuba," tambah mantan rektor Universitas Negeri (Unej) Jember
ini.
Data MPKKI menyebutkan, di Indonesia terdapat 20 daerah sentra
penghasil tembakau di mana masyarakat masih banyak yang membutuhkan sebagai
sumber penghidupan mereka. Fakta ini harus dibarengi adanya serapan industri
untuk bahan baku industri rokok.
"Agak aneh Indonesia sebagai produsen kretek dengan produk sangat khas
dibunuh sendiri oleh pemerintah melalui berbagai regulasi, di antaranya PP
109/2012, Permenkes 28/2013, peraturan tentang cukai rokok," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News