Tafsir Al-Isra' 70: Dilan 1991 dan Peran Ulama'

Tafsir Al-Isra Ilustrasi

Oleh: Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag*

70. Walaqad karramnaa banii aadama wahamalnaahum fii albarri waalbahri warazaqnaahum mina alththhayyibaati wafadhdhalnaahum ‘alaa katsiirin mimman khalaqnaa tafdhiilaan.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty

Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam, dan Kami angkut mereka di darat dan di laut, dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna.


TAFSIR AKTUAL

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia

Di televisi berulang kali diberitakan tentang film layar lebar berjudul “Dilan 1991”. Filmnya anak muda itu dinilai sebagai sukses karena mencapai rating tinggi, dengan berulang kali diputar di beberapa kota dan paling banyak ditonton. Aktor dan aktrisnya juga disanjung dan dipuja-puja.

Kecuali di Makassar, film anak muda itu didemo keras oleh sekelompok pemuda muslim dan mahasiswa. Penulis tidak mengerti isi adegan dalam film tersebut, tapi dari wawancara terhadap peserta demo, tertangkap, bahwa film tersebut dianggap tidak mendidik dan menodai moral bangsa, utamanya akhlaq islami.

Juru bicara pendemo itu selanjutnya mengungkapkan keberatannya, karena dalam film itu terdapat adegan ciuman antar muda mudi yang masih pakai seragam sekolah. Mereka menuntut agar film itu tidak diputar dan dilarang edar, kecuali ada sensor perbaikan. Tapi, rupanya tuntutan para pendemo itu tidak digubris oleh siapa pun dan berlalu begitu saja. Jika apa yang didemokan itu benar, maka penulis bersikap:

Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana

Pertama, mengapresiasi positif terhadap para pendemo film tersebut. Apapun latar belakang mereka, mereka masih punya kepedulian terhadap moral anak bangsa ini. Bebas ya bebas, tapi sebagai bangsa yang beradab, kita wajib menjunjung tinggi akhlaq.

Kedua, mempertanyakan peran Badan Sensor Film, yang di dalamnya biasanya ada bidang agama atau moral. Apakah mereka sengaja membolehkan adegan ciuman tersebut? Film itu kan ditonton bebas, termasuk oleh anak-anak sekolah, remaja, dan lain-lain.

Ketiga, mempertanyakan peran ulama' yang ada di Syuriah NU, di Majelis Tarjih Muhammadiyah, di MUI, para ustadz televisi yang biasa ngaji dan siaran. Kok semua diam, kok semua bisu? Atau dianggap tidak penting? Setidaknya demo pemuda muslim itu ditanggapi dan dicek kebenarannya, lalu berfatwa.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Tentukan Hak Asuh, Nabi Sulaiman Hendak Potong Bayi Pakai Golok

Di akhirat nanti, para pendemo itu sudah bebas dari tanggung jawab agama, sementara para ulama' dan ustadz yang diam pasti diperkarakan di pengadilan Tuhan nanti. Kepada para kiai, mohon lebih serius pada masalah akhlaq bangsa, tidak hanya serius urusan politik saja.

Tidak bisakah, bersama pemerintah para ulama' ikut mengatur etika tayang di televisi, etika manggung: dari jogetannya, pakaiannya, pergumulan pria-wanita bukan mahram dan lain-lain, sehingga bangsa ini benar-benar bangsa yang berakhlaq mulia. Soal moral di pentas, di tayangan televisi, Malaysia lebih islami dibanding Indonesia. Padahal ulama'nya banyak Indonesia.

Ali ibn Abi Thalib karram Allah wajhah berkata: "banyaknya kemaksiatan terjadi di sebuah negeri, bukan karena banyaknya pelaku maksiat, tetapi lebih karena diamnya para ulama'". 

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Panduan dari Nabi Daud dan Nabi Sulaiman untuk Memutus Kasus Perdata

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO