KOTA MOJOKERTO, BANGSAONLINE.com - Pemkot Mojokerto rawan kolaps. Mulai tahun 2020, pemerintah setempat dituntut membengkakkan anggaran Total Coverage BPJS Kesehatan setidaknya hingga sebesar Rp 9 miliar per tahun.
Padahal, kebijakan efisiensi anggaran yang dijalankan pusat sejak beberapa tahun terakhir cukup membikin puyeng pranata setempat. Sejumlah pos-pos strategis dilibas demi langkah penghematan.
Baca Juga: Mahasiswa dari Madiun Bagikan Pengalaman Bergabung dengan JKN: Lebih Tenang Hadapi Biaya Kesehatan
"Besaran anggaran penerima biaya iur daerah (PBID) kita untuk saat ini sebesar Rp 17 miliar. Dana tersebut untuk memenuhi pembayaran program Total Coverage BPJS Kesehatan dengan estimasi 55 ribu peserta. Dengan kenaikan tarif BPJS, maka pemkot harus menyediakan tambahan anggaran Rp 9 miliar mulai tahun depan," ungkap Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Mojokerto, Christiana Indah Wahyu, Senin (11/11).
Imbas kenaikan tarif BPJS di semua kelas tersebut memaksa Pemkot harus pintar-pinta berhitung. Beberapa upaya dilakukan agar duit Pemkot cukup membayar beban tagihan BPJS kelas III tersebut. "Kita melakukan upaya validasi kepesertaan Total Coverage. Dari perhitungan ulang itu jumlah peserta ditemukan turun jadi 53 ribu orang," imbuh Kadinkes.
Turunnya angka tersebut, menurut Indah, karena adanya peserta yang meninggal dunia dan atau pindah keluar kota.
Baca Juga: Kota Mojokerto Mulai Uji Coba Makan Bergizi Gratis Bagi 14 Ribu Siswa SD-SMPN
Meski dari kuantitas turun, namun kenaikan tarif baru BPJS hingga 100 persen itu adalah mimpi buruk bagi peserta asuransi plat merah ini. Dan sudah dapat dipastikan tahun depan Pemkot wajib menyediakan slot Total Coverage lebih tebal dari biasanya yakni sebesar Rp 26,6 miliar. Angka ini dari kalkulasi 53 ribu peserta BPJS kelas 3 x 42 ribu x 12 bulan = Rp 26.6 miliar.
Beban tersebut belum ditambah beban membayar iuran BPJS pegawai. "Pemda menanggung iuran BPJS pegawai sebesar 1 persen yang dipotong dari gaji pegawai. Yang 4 persen ditanggung sendiri oleh ASN bersangkutan," tambahnya.
Walau menanggung beban berat, pemda kini punya sedikit asa. Pemda kini berharap terealisasinya janji pemerintah tentang penambahan kontribusi daerah dari kenaikan cukai rokok. "Kita ada solusi dengan adanya rencana tambahan penerimaan daerah dari peningkatan pajak rokok sebesar 32 persen," kata Kadinkes.
Baca Juga: Pemkot Mojokerto Gelar Puncak Peringatan HUT ke-79 PGRI dan Hari Guru Nasional 2024
Disinggung tentang dampak kenaikan beban daerah, Kadinkes enggan berkomentar. "Kalau menganggu APBD atau tidak, saya tidak tahu. Karena itu bukan ranah kami," pungkasnya.
Sementara itu itu, Agus Wahyudi Utomo, Ketua Komisi III DPRD Kota Mojokerto mengakui dampak kenaikan BPJS ini tentu besar. "Anggaran kita kan terbatas. Jika naik, maka penata anggaran wajib pintar berhitung menghadapi rencana tersebut," katanya.
Untuk langkah selanjutnya, maka Komisi III akan melakukan hearing rapat dengar pendapat (RDP) soal kenaikan BPJS pada 18-19 Nopember mendatang. "Kami akan hearing dengan Dinkes dan BPJS. Langkah apa yang akan dilakukan," ungkapnya. (yep)
Baca Juga: Punya Bukit Teletubbies, TPA Randegan Serap Kunjungan Wisata Daerah
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News