KOTA BATU, BANGSAONLINE.com - Piutang pajak hiburan di Kota Batu sebesar Rp 26 miliar dipertanyakan lagi DPRD Kota Batu. Pasalnya, hingga saat ini status piutang pajak hiburan tersebut belum jelas. Komisi B DPRD Kota Batu yang membidangi masalah pajak berencana membawa persoalan ini dalam rapat Komisi B, Senin (25/11) besok, untuk menentukan langkah-langkah yang akan ditempuh.
"Masalah ini nanti kami bawa dalam rapat komisi. Baru nanti kami putuskan untuk menempuh langkah selanjutnya supaya persoalan tunggakan pajak ini segera tuntas," ujar Hari Danah, Ketua Komisi B DPRD Kota Batu, Sabtu (23/11).
Baca Juga: Dinkes Kota Batu Lakukan Monev Kawasan Tanpa Rokok
Sementara itu, H. Nur Ali, anggota Komisi B mengungkapkan, persoalan ini sempat mencuat tahun 2014. Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Laporan Keuangan Pajak Daerah (LKPD) Kota Batu tahun 2014, disebutkan bahwa terdapat piutang pajak hiburan yang tidak diakui oleh wajib pajak (WP) sebesar Rp 24.555.376.610 (sudah diterbitkan SKPDKB).
Dijelaskan, berdasarkan sumber LHP Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2014, data wajib pajak yang masuk daftar piutang yang tidak diakui tersebut yaitu Tempat Rekreasi (TR) Batu Night Spectakuler (BNS) senilai Rp 3.786.756.542, TR Jatim Park (JP) I Rp 14.529.110.974, TR JP II Rp 5.832.045.867, TR Se Rp 167.648.227, dan Panti Pijat DGD Rp 239.815.000 dengan total keseluruhan mencapai Rp 24.555.376.610.
Diungkapkan pula, tidak hanya menjadi temuan dalam LHP BPK tahun 2014, ini juga kembali menjadi temuan BPK tahun 2017. Bahkan nominalnya semakin bertambah menjadi sebesar Rp 26.077.745.311. Jumlah ini merupakan nilai piutang tahun 2017 dan telah diterbitkan SKPDKB namun tidak diakui oleh WP sebesar 25 miliar sebagaimana didasarkan pada hasil rekapan JTP grup per 31 Desember 2016.
Baca Juga: Tata Kelola Kearsipan 10 OPD Pemkot Batu Raih Predikat Sangat Memuaskan
"Komisi B akan terus menekan pemerintah agar melepaskan kepentingannya dengan para pengusaha nakal yang terus menerus menunggak pajak. Dalam setiap rapat, kami selalu tanyakan masalah ini," ujar Nur Ali, yang juga anggota Fraksi PKB ini.
Ditambahkan, piutang tersebut dikatakan masih macet dan tidak dapat ditagih karena ada kesimpangsiuran dan ketidaktegasan Pemkot Batu terhadap wajib pajak. Bahkan, dalam LHP LKPD Kota Batu 2015 juga menjelaskan beberapa piutang yang menurut pemerintah merupakan piutang yang macet dan tidak dapat ditagih. Seperti pajak restoran, pajak hiburan, dan pajak parkir JTP grup tahun 2004-2009 senilai Rp. 4.780.570.826 (masuk kategori macet) dan pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, dan pajak parkir tahun 2004-2014 senilai Rp 19.930.908.141 (masuk kategori tidak dapat ditagih) dengan total Rp 24.711.478.967.
Berdasarkan hasil konfirmasi BPK, pemerintah telah melakukan upaya penagihan piutang pajak yang macet dan tidak tertagih tersebut kepada JTP 1, JTP II, Hotel PI, dan BNS, namun tidak mendapatkan respons. Kota Batu juga belum memiliki prosedur yang jelas untuk melakukan verifikasi, validasi, dan penyelesaian piutang pajak. Sehingga piutang tersebut belum mempunyai pola penyelesaian yang jelas.
Baca Juga: Tinjau Progres Pembangunan Gudang Aset, Pj Wali Kota Batu Targetkan Rampung Akhir 2024
"Jika memang pemerintah yang dalam hal ini Dispenda yakin bahwa piutang sebesar 26 Miliar (2017) itu merupakan miliknya, seharusnya pemerintah melakukan upaya-upaya penegakan hukum seperti yang diamanatkan dalam Perda No. 6 tahun 2010 jo. Perda No. 2 tahun 2012 tentang Pajak Hiburan. Upaya-upaya penagihan melaui surat teguran, surat paksa, bahkan penyitaan dapat dilakukan oleh Dispenda untuk menyelesaikan ketidakjelasan status piutang pajak ini," terang Nur Ali.
Pengklasifikasian piutang macet dan tidak dapat ditagih oleh Dispenda juga tidak sesuai dengan Peraturan Wali Kota Nomor 46 Tahun 2014 bahwa piutang dapat dikatakan macet apabila memiliki kriteria umur piutang di atas 5 (lima) tahun, wajib pajak tidak ditemukan, wajib pajak bangkrut/meninggal dunia, dan wajib pajak mengalami musibah (force majeure).
Berdasarkan kriteria tersebut, obyek pajak yang digolongkan sebagai piutang macet oleh Dispenda hanya memenuhi 1 kriteria saja, yaitu usia piutang yang di atas 5 tahun. Sementara alasan lain yang digunakan oleh Dispenda adalah adanya perbedaan pengakuan piutang dengan WP.
Baca Juga: Maraknya Pohon Tumbang di Kota Batu Jadi Atensi Serius DPRD Setempat
"Tentu alasan ini tidak dapat dijadikan alasan mengenai pengklasifikasian piutang macet dan tidak tertagih. Dampak dari pengklasifikasian piutang ini tentu saja berimplikasi pada upaya penagihan, seharusnya Dispenda Kota Batu lebih mengutamakan untuk melakukan upaya-upaya paksa, bahkan sita terhadap WP yang tidak taat pajak," pungkasnya. (asa/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News