KOTA MOJOKERTO, BANGSAONLINE.com - Hari guru yang diperingati Negeri ini, Senin (25/11), diwarnai aksi penyegelan sekolah Taman Kanak-kanak (TK). TK Dharma Wanita, Meri, Kecamatan Magersari, Kota Mojokerto yang berada dalam satu kompleks dengan balai Kelurahan Meri turut disegel oleh seorang warga setempat yang mengaku sebagai ahli waris pemilik tanah kedua lembaga itu.
Kejadian ini tak pelak membuat geger warga. Sejumlah staf kelurahan segera memediasi persoalan tersebut agar tak berlarut larut. Dalam mediasi yang didampingi petugas kepolisian pada akhirnya membuat Parnyoto, seorang yang mengaku ahli waris tanah membuat pernyataan tak akan melakukan penyegelan dan akan melakukan langkah-langkah hukum.
Baca Juga: Polemik Tanah Lapang di Prajurit Kulon Mojokerto
Meski penyegelan tak begitu lama, namun sempat membuat murid TK yang berada di kompleks Kelurahan Meri, sempat mengalami kebingungan. Meski, setelah beberapa jam kemuidan akhirnya segel dibuka dan para murid dapat melakukan proses belajar mengajar kembali.
Dari informasi yang dihimpun, pada awalnya pemilik tanah yang juga waktu itu menjabat sebagai Kepala Desa Meri, Marto Karyo menggunakan tanah miliknya sebagai tempat aktivitas pemerintahan Desa Meri, Kecamatan Puri (dulu masih kecamatan Meri), Kabupaten Mojokerto. Namun, karena Marto Karyo memiliki banyak utang, maka tanah tersebut dijual kepada Kelurahan Meri yang dibuktikan dengan surat jual beli antara BPD dengan ahli waris yaitu istri Marto Karyo, Parnyoto anak Marto Karyo, dan Pawiro keponakan dari Marto Karyo.
Namun, Parnyoto selaku ahli waris dari Marto Karyo tidak pernah merasa menjual tanah tersebut kepada siapa pun, sehingga pihaknya berani melakukan penyegelan TK dan kantor kelurahan tersebut yang saat ini dikuasai Pemkot Mojokerto.
Baca Juga: Mediasi Perkara Jual Beli Tanah di Desa Bangun Belum Ada Titik Temu
Sementara itu, Rianto Kabag Hukum Pemkot Mojokerto menjelaskan saat berada di gedung DPRD Kota Mojokerto, bahwa permasalahan penyegelan sudah selesai dengan adanya surat pernyataan ahli waris yang tidak akan melakukan penyegelan. Selain ,itu ia juga menegaskan bahwa yang akan menentukan salah dan benar adalah pengadilan, bukan pemahaman sepihak.
Masih kata Rianto, dari informasi yang diterima, dulu pemilik tanah akibat banyak menanggung utang, maka sertifikat tersebut harus digadaikan. Ketika digadaikan, maka yang mengangsur utang tersebut adalah warga. Setelah lunas, maka dijual kepada pemerintah desa dengan dasar jual beli petok D.
Selain itu, Rianto juga tak menampik kalau tanah tersebut sudah ditingkatkan menjadi sertifikat atas nama Maryo Karyo, meskipun hanya dalam bentuk fotokopi. Sedangkan sertikat asli belum diketahui keberadaanya.
Baca Juga: Sengketa Tanah, Warga Pungging Mojokerto Laporkan Tetangga ke Polisi
"Jika memang kalau pemkot harus melepaskan ya pasti akan kita berikan, namun harus atas perintah pengadilan," tegas Rianto. (yep/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News