Tewaskan 148 Warga NU, Tragedi Dukun Santet Banyuwangi Minta Diusut

  Tewaskan 148 Warga NU, Tragedi Dukun Santet Banyuwangi Minta Diusut Warga Banyuwangi melakukan sumpah pocong untuk menolak tuduhan sebagai dukun santet. Foto: vivanews.com

BangsaOnline-Pusat Studi Hukum dan Hak Asasi Manusia Universitas 17 Agustus 1945 Banyuwangi, Jawa Timur, mendesak pemerintah dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia untuk mengusut kembali tragedi pembantaian warga Banyuwangi yang diduga dukun santet pada 1998. "Hingga 16 tahun, dalang utama di balik pembantaian itu belum diadili," kata Ketua Pusat Hukum dan HAM Untag Didik Suhariyanto, Rabu, 10 Desember 2014.

Tragedi "dukun santet" itu menewaskan 148 orang di Banyuwangi. Selain itu, 118 orang lainnya dijebloskan ke penjara karena dituding sebagai dukun santet. Para korban tewas karena digantung, dibakar, dan dianiaya massa. Sebagian besar para korban berasal dari warga Nahdlatul Ulama (NU), seperti guru mengaji dan pengurus masjid.

Tragedi tersebut, kata Didik, terjadi dalam masa transisi dari era Orde Baru ke era Reformasi. Pembantaiannya dilakukan secara sistematis dengan pelaku berpakaian ninja yang cukup terampil. Penegakan hukum dalam kasus itu hanya sebatas menjerat pelaku lapangan yang hanya ikut-ikutan dengan warga lain untuk ikut membantai.

Menurut Didik, tragedi "dukun santet" itu menimbulkan trauma mendalam bagi warga Banyuwangi. Bahkan, Banyuwangi sempat dicap sebagai kota santet. Para keluarga korban pun enggan mengungkit kasus itu karena takut dianggap mewarisi santet dari orang tuanya.

Desakan yang sama juga disampaikan bekas investigator tragedi "dukun santet" dari NU, Abdillah Rafsanjani. Menurut Abdillah, terkuaknya dalang dalam pembantaian itu sangat bergantung pada kemauan pemerintah untuk menegakkan keadilan untuk korban HAM. "Kami berharap pemerintah mau mengusut lagi kasus ini," ujarnya.

Menurut Abdillah, pihaknya siap memberikan bukti-bukti yang mengindikasikan keterlibatan aparat negara dalam tragedi itu. Dia juga meminta Komnas HAM memperhatikan nasib keluarga korban, yang saat ini masih mengalami trauma mendalam.

KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang saat itu menjabat Ketua Umum PBNU mengatakan bahwa adalah operasi naga hijau. Istilah naga hijau itu sempat menjadi polemik karena selain tragedi itu dicurigai bagian dari grand designs pemerintah saat itu juga mengarah kepada tokoh tertentu.      

Baca Juga: Launching Majapahit's Warrior Underwater, Pj Gubernur Jatim Sampai Ikut Nyelam Letakkan Patung

Sumber: tempo.co.id

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Cuaca Kurang Bersahabat, Pelabuhan Ketapang-Gilimanuk Ditutup':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO