Oleh: Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag*
78. Aqimi alshshalaata liduluuki alsysyamsi ilaa ghasaqi allayli waqur-aana alfajri inna qur-aana alfajri kaana masyhuudaan.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty
Laksanakanlah salat sejak matahari tergelincir sampai gelapnya malam dan (laksanakan pula salat) Subuh. Sungguh, salat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).
TAFSIR AKTUAL
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia
Setelah panjang sekali membicarakan watak dan sikap orang-orang kafir, kini Tuhan memerintahkan Rasul-Nya agar lebih disiplin mengerjakan shalat lima waktu. Dan secara khusus, shalat shubuh disebut di sini. "waqur-aana alfajri". Ditutur pula alasannya, yakni karena para malaikat pada ngumpul menyaksikan. "inna qur-aana alfajri kaana masyhuudaa". Gimana itu?
Ditera dalam al-Ra'd:11, bahwa cara kerja malaikat pencatat amal itu sif-sifan. Ada yang piket siang: dari shubuh hingga maghrib, lalu diganti oleh malaikat yang piket malam: mulai maghrib hingga shubuh. Itulah makna kata "mu'aqqibat" pada ayat tersebut.
Jadi, siapa yang mengerjakan shalat shubuh, utamanya pada awal waktu, maka ibadah shubuh tersebut disaksikan oleh dua grup malaikat piket. Malaikat yang piket malam menutup bukunya dengan menilaian "baik", karena si hamba tersebut sedang shalat shubuh. Sementara malaikat pengganti yang piket siang memulai mencatat amal si hamba tadi juga dengan nilai "baik", ya karena dia sedang ibadah shalat shubuh.
Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana
Uraian di atas tersebut mengangkat kata "qur'an al-fajr" diartikan sebagai shalat al-fajr (shubuh), bukan bacaan al-qur'an pada waktu shubuh. Tafsiran ini melihat kata "qur'an" sebagai majaz, min ithlaq al-juz wa iradah al-kull. Penyebutan bagian tertentu untuk membahasakan keseluruhannya.
Seperti pada doa iftitah, doa pembuka sebelum seseorang memulai baca al-fatihah pada rakaat pertama shalat. "inny wajjahtu wajhiy li al-ladzi fathara al-samawat wa al-ardl." Sungguh kami hadapkan "wajah" kami ke hadapan Dzat yang mencipta langit dan bumi.
Sesungguhnya yang kita hadapkan ke hadirat Tuhan itu adalah totalitas badan kita, sekalian jiwa kita. Tapi dalam pengungkapan ikrar tersebut digunakan kata "wajah" mewakili ke seluruh jiwa dan raga. Wajah ditunjuk menjadi wakil badan karena wajah adalah anggota badan paling mulia, paling pertama dipandang, diperhatikan di antara anggota badan lainnya. Lagian, di dalam wajah atau kepala tersimpan otak yang menjadi bagian utama manusia.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Tentukan Hak Asuh, Nabi Sulaiman Hendak Potong Bayi Pakai Golok
Kata "qur'an" dipahami sebagai "shalat". Pertama, karena di dalam shalat pasti terdapat bacaan al-qur'an, atau sebaliknya. Bahwa al-qur'an harus dibaca dalam shalat sebagai rukun melengkapi sahnya shalat.
Kedua, merujuk alur bahasan ayat atau siyaq al-kalam. Ayat tersebut sejak awal membicarakan soal perintah shalat, sehingga dijadikan dasar tafsir, bahwa yang dimaksud kata "qur'an al-fajr" adalah shalat shubuh, bukan bacaan al-qur'an pada waktu shubuh.
Sedangkan perspektif umum al-lafdh, yakni bertafsir atas dasar arti lafadh secara umum menunjuk, bahwa kata "qur'an" ya bacaan al-qur'an. Maka tafsiran ini lebih menfokuskan makna bacaan al-qur'an ketimbang makna shalat. Jadinya, bacaan al-qur'an sungguh amal bagus, ibadah berpahala. Tetapi jika dibaca pada waktu shubuh maka akan mendapakan nilai tambah tersendiri.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Panduan dari Nabi Daud dan Nabi Sulaiman untuk Memutus Kasus Perdata
Shalat shubuh atau shalat fajar adalah shalat di pagi buta ketika umumnya orang masih lelap tidur. Di sini, keimanan seseorang diuji, antara terus mendekur menuruti nafsu atau bangun, bersuci, ke masjid dan shalat. Mereka yang keimanannya tipis, pasti berat dan bermalas-malasan. Nabi SAW menyindir, bahwa shalat subuh paling dibenci kaum munafik.
Sementara orang beriman berusaha sekuat tenaga untuk memburu kebajikan pada shalat shubuh, sehingga giat dan disiplin. Bila sudah terbiasa ke masjid untuk berjamaah shubuh, maka semengantuk apapun, misalnya pulang tengah malam, tidur cuma sebentar, maka nanti pada waktu shubuh pasti dibangunkan oleh Tuhan dan diringankan ke masjid. Seolah ada yang hilang dan menyesal bila kebablasan tidur dan tidak berjamaah shubuh.
*Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag adalah Mufassir, Pengasuh Rubrik Tafsir Alquran Aktual HARIAN BANGSA, dan Pengasuh Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an (MQ), Tebuireng, Jombang.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Cara Hakim Ambil Keputusan Bijak, Berkaca Saja pada Nabi Daud dan Sulaiman
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News