Oleh: Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag*
90. Waqaaluu lan nu’mina laka hattaa tafjura lanaa mina al-ardhi yanbuu’aan
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty
Dan mereka berkata, “Kami tidak akan percaya kepadamu (Muhammad) sebelum engkau memancarkan mata air dari bumi untuk kami,
91. Aw takuuna laka jannatun min nakhiilin wa’inabin fatufajjira al-anhaara khilaalahaa tafjiiraan
atau engkau mempunyai sebuah kebun kurma dan anggur, lalu engkau alirkan di celah-celahnya sungai yang deras alirannya,
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia
92. Aw tusqitha alssamaa-a kamaa za’amta ‘alaynaa kisafan aw ta/tiya biallaahi waalmalaa-ikati qabiilaan
atau engkau jatuhkan langit berkeping-keping atas kami, sebagaimana engkau katakan, atau (sebelum) engkau datangkan Allah dan para malaikat berhadapan muka dengan kami,
TAFSIR AKTUAL
Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana
Betapa tinggi tuntutan orang-orang kafir terhadap nabi Muhammad SAW sebagaimana tertuang pada ayat kaji di atas. Termasuk meminta Nabi agar terbang menembus langit dan membawa turun kitab suci yang bisa mereka baca.
Meski tuntutan itu lebih pada ulah kekafiran dan bukan untuk membuka jalan menuju keimanan, setidaknya terbaca, bahwa persepsi mereka terhadap seorang nabi itu sebagai manusia yang berkemampuan di atas rata-rata manusia kebanyakan. Juga bermaknakan, bahwa Nabi itu dipersepsikan mesti tanggap terhadap segala kebutuhan umatnya.
Meski sudah ditepis, tetapi tidak berarti tidak ada sisi yang bisa dipetik. Tafsir ini tidak mengunduh pelajaran dari keingkaran mereka, melainkan memetik sisi spiritnya saja. Mereka pingin banget diperhatikan Nabi dan Nabi pingin banget melayani mereka. Nabi sudah tiada, tinggal penggantinya, yaitu 'ulama.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Tentukan Hak Asuh, Nabi Sulaiman Hendak Potong Bayi Pakai Golok
Umat negeri ini tengah dilanda kekeringan dan kemarau panjang. Banyak manusia yang terpaksa minum air genangan yang tersisa di celah pematang. Menjadi korban asap dll. Lepas dari apa-apa, yang jelas kita mesti muhasabah diri sendiri. Sinyalemen Ebiet G. Ade pantes didengar: mungkin Tuhan mulai bosan, melihat tingkah kita yang selalu bangga dengan dosa-dosa...".
Cukup payah, pemerintah menyediakan jutaan galon air untuk memadamkan api akibat kebakaran hutan ribuan hektare, memodifikasi cuaca dengan biaya mahal, bahkan marah-marah kepada pemerintah daerah. Sangat bagus bila pak presiden menginstruksikan kepada rakyat agar doa bersama, sementara yang beragama islam mengadakan gerakan shalat istisqa' (shalat memohon hujan) sesuai petunjuk syariah.
Suruh wakil presiden definitif, KH. Makruf Amin menggerakkan ini. Bisa lewat tokoh-tokoh agama, kiai-kiai pesantren, ormas islam, Ikatan Persaudaraan Imam Masjid (IPIM), dan lain-lain. Termasuk yang mengaku "paling syari'ah". Jangan hanya semangat memobilisir massa 212 saja.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Panduan dari Nabi Daud dan Nabi Sulaiman untuk Memutus Kasus Perdata
Kibarkan bendera "La ilah illa Allah" secara ikhlas dan hakiki hingga benar-benar menyentuh langit. Lalu, men-download keberkahan-Nya turun ke bumi dengan segar dan nyaman. Itu baru bendera maslahah yang "rahmatan li al-'alamin", apapun warnanya.
Etika shalat istisqa' yang mesti dilakukan adalah: Pertama, umat Islam berpuasa sunnah Lillahi ta'ala selama tiga hari berturut-turut. Kedua, banyak-banyak beristighfar, termasuk meminimalisir maksiat. Tutup tempat maksiat, hentikan jogetan erotis selama masa tazallul (merendahkan diri di hadapan Tuhan) tersebut. Harus mau, karena ini kepentingan bersama, lintas agama. Dan ketiga, pada hari keempat, semua ke lapangan untuk shalat istisqa' bersama.
Jangan lupa, berpakaian biasa saja dan jangan sok dan bergaya. Ibarat orang mengemis, mesti berpakain lusuh dan merunduk. Mengemis pakai jas mahal and perlente tidak dipercaya oleh pemberinya. Sebaiknya, menunjuk imam dan khatib kiai zuhud yang tidak tenar, bukan kiai pamor, apalagi kiai politik.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Cara Hakim Ambil Keputusan Bijak, Berkaca Saja pada Nabi Daud dan Sulaiman
Tempatkan orang-orang dlu'afa, fakir, dan miskin di barisan depan. Karena mereka paling membutuhkan. Sertakan hewan ternak seperlunya saja sebagai pendukung mendemo kebijakan langit, bisa kambing, bisa kucing. Usaha itu niscaya, soal hasil mutlak urusan yang Maha Kuasa.
Seperti dalam shalat berjamaah, sang imam dulu yang dilihat Tuhan. Jika imamnya bagus, maka semua dihitung bagus. Begitulah Rahmat-Nya. Jika imamnya tidak bagus, tidak apa-apa, Tuhan melihat makmum di shaff awal, lalu di shaff kedua, dan seterusnya. Jika ada yang bagus, permohoman dikabulkan. Jika tidak ada yang bagus sama sekali, Tuhan tetap memberi kebajikan kepada semua. Begitulah Rahmat Tuhan.
Jangan kecewa jika sudah shalat istisqa', lalu tidak turun hjan. Sangat mungkin tidak turun hujan di tempat di mana shalat diadakan, karena di tempat itu tidak atau kurang membutuhkan, seperti daerah pembuatan garam yang butuh panas panjang. Tapi berkat shalat anda, Tuhan menurunkan hujan di tempat lain yang paling membutuhkan. Tiada sia-sia usaha hamba yang beriman kepada-Nya. Barakallah fik.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Memetik Hikmah dari Kepemimpinan Nabi Daud dan Nabi Sulaiman
*Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag adalah Mufassir, Pengasuh Rubrik Tafsir Alquran Aktual HARIAN BANGSA, dan Pengasuh Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an (MQ), Tebuireng, Jombang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News