SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Salah satu keunggulan Pondok Pesantren (PP) adalah penempaan dan pembentukan karakter, kepribadian, dan akhlak sehingga terjadi kombinasi kekuatan otak dan watak. Maka merespons kebijakan pemerintah yang akan memberlakukan new normal, puluhan kiai pengasuh pondok pesantren sepakat para santri yang selama dua bulan ini pulang ke rumah masing-masing karena covid-19, dikembalikan ke pondok pesantren agar bisa mengikuti pelajaran sebagaimana mestinya.
Hanya saja problem utama adalah kedisiplinan para santri terhadap protokol kesehatan, seperti jaga jarak, disamping penyediaan sarana kesehatan seperti rapid test, alat pelindung diri (APD) dan sejenisnya. Karena itu para kiai berharap pemerintah peduli dan membantu terhadap kebutuhan-kebutuhan tersebut.
Baca Juga: Pesantren di Lereng Gunung, 624 Santrinya Lolos PTN dan di 11 Perguruan Tinggi AS, Eropa dan Timteng
Demikian salah satu pemikiran yang mengemuka dalam acara silaturahim virtual bertajuk: Silaturahim dan Persiapan Pesantren dalam Menghadapi Era New Normal, Sabtu (30/5/2020).
Acara virtual yang dipandu Prof. Dr. Mas’ud Said, ketua Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Jawa Timur, itu sangat hidup, meski secara fisik jarak para kiai berjauhan yakni dari pesantren masing-masing.
“Masyaallah. Di forum itu rasanya hati merasa sangat bahagia karena juga pembahasannya sangat detail, mantab dan produktif,” kesan Prof Mas’ud Said yang juga Direktur Pascasarjana Unisma, kepada BANGSAONLINE.com usai acara.
Baca Juga: Polemik Nasab Tak Penting dan Tak Ada Manfaatnya, Gus Fahmi: Pesantren Tebuireng Tak Terlibat
Para kiai itu, antara lain: KH Afifuddin Muhajir, KHR A Azaim Ibrahimy (PP Salafiyah Syafiiyah Situbondo), KH M Nafi (Ponpes Al Hikam Malang), Dr Maftuchin ( Rektor IAIN Tulungagung), Dr KH A Fachrur Rozy (Ponpes An Nur 1 Bululawang Malang), KH Abdul Hakim (Gus Kikin) Pesantren Tebuireng Jombang). KH A Hisyam Syafaat (PP Darussalam Blok Agung Banyuwangi), Prof Dr KH A Halim Soebahar (MUI Jatim, Ulama Cendikiawan Jember).
Kemudian, KH Muchlish Muchsin (PP Al Anwar Bangkalan), Nyai Hj Mahfudhoh Ali Ubaid (PP Tambak Beras Jombang), KH Mutham Muchtar (PP An Nuqayyah Sumenep), KH Yazid Karimullah (PP Nurul Qarnain, Jember), Prof. Dr. M. Mas'ud Said (Direktur Pascasarjana Unisma Malang), Prof Dr. Fathoni (IAIN Tulungagung), M Mas'ud Adnan (Komisaris Utama HARIAN BANGSA dan BANGSAONLINE.com), KH A Wahid Badrus (pengurus NU Nganjuk).
Serta, KH. Husnul Chuluq (mantan ketua PCNU Gresik), KH Ramadhon Sukardi (Ponpes dan Yayasan Sosial Al Huda Kediri), H A Rifai (ISNU/Rumah Sakit Tulungagung), KH Muflich Rifai (Ponpes Ar Rifai 2), dan Gus H Achmad Barra (PP Amanatul Ummah Surabaya dan Pacet Mojokerto).
Baca Juga: Terima Dubes Jepang untuk Indonesia, Pj Gubernur Jatim Bahas Pengembangan Kerja Sama
Menurut Prof Halim Soebahar, pondok pesantren adalah lembaga pendidikan yang memiliki tipikal khusus, terutama dalam membentuk karakter para santri. Bahkan pesantren - tegas direktur pascasarjana IAIN Jember itu - adalah lembaga pendidikan yang mampu memadukan otak dan watak. Karena itu, pesantren harus segera aktif kembali.
Senada dengan Prof. Halim, KH Abdul Hakim Mahfudz (Gus Kikin) juga menilai bahwa pesantren adalah lembaga pendidikan akhlak. Gus Kikin menilai, pesantren vakum selama dua bulan, adalah kerugian secara moral. Karena itu, pengasuh Pesantren Tebuireng Jombang ini berpendapat bahwa ajar mengajar pesantren harus segera aktif kembali.
Menurut Prof Halim Soebahar, pada akhirnya kerugian moral tidak hanya dialami pesantren. "Tapi masyarakat dan bangsa secara keseluruhan. Karena jika kekuatan moral generasi sekarang tergerus akan menjadi ancaman bagi generasi mendatang," timpal Prof Halim Soebahar.
Baca Juga: Silaturahmi ke Keluarga Pendiri NU, Mundjidah-Sumrambah Minta Restu
KH Fahrur Rozy bahkan menilai, belajar secara online selama ini sangat tidak efektif. Ia mencontohkan tentang dirinya yang menggelar pengajian secara virtual. “Awalnya yang ikut 700 orang, tapi sekarang tinggal 100 orang,” kata Gus Fachrur – panggilan akrabnya. Karena itu ia sepakat bahwa para santri harus belajar di pondok pesantren kembali.
Hanya saja problemnya, bagaimana menjaga para santri, ustadz dan para kiai agar terjaga dan tidak terpapar covid-19. Sebab, seperti disampaikan Nyai Hj Mahfudzoh Ali Ubaid, dalam satu kamar di pesantren berisi 10 bahkan 20 dan 30 santri.
H Ahmad Rifai dari Rumah Sakit Tulungagung menyarankan agar rapid test para santri diperketat. Memang validitas rapid test itu hanya 60 sampai 70 persen. Tapi, kata dia, yang paling penting orang yang rentan terpapar dan punya penyakit bawaan harus benar-benar diperhatikan dan langsung diisolasi.
Baca Juga: Persiapan Konferwil NU Jatim Capai 100 Persen, Pembukaan Siap Digelar Malam ini
Menurut dia, para santri harus dirapid test saat tiba di pesantren, bukan membawa surat tes kesehatan dari rumah. “Karena di perjalanan juga rawan tertular,” katanya. Ia juga mengingatkan bahwa kini banyak pasien OTG (orang tanpa gejala). Karena itu ia minta para kiai memperhatikan kesehatan dan kebersihan para santri. “Yang paling penting menghindari kontak langsung,” kata pengurus ISNU itu.
Terkait menjaga kesehatan, Gus Fachrur menyarankan para santri selalu minum empon-empon. “Yaitu jahe, kunyit, ketumbar, temulawak, sere, dan madu. Kalau gak ada madu bisa diganti gula,” katanya sembari menyarankan para santri selalu membaca Ratibul Haddad.
Uniknya, problem di pesantren ternyata tak hanya minim sarana kesehatan dan kedisiplinan protokol kesehatan. Tapi juga persepsi para pengasuh pesantren yang masih berbeda satu sama lain. “Saya banyak melakukan silaturahim ke kiai-kiai di Mojokerto. Ternyata ada beberapa kiai yang tak percaya ada covid-19,” kata Gus Bara yang kini calon wakil bupati Mojokerto. Karena itu ia berharap para kiai bisa menyamakan persepsi dalam menghadapi covid-19 dan new normal ini.
Baca Juga: Ponpes Tebuireng Siap Gelar Konferwil NU XVIII
Meski para kiai siap mengaktifkan kembali pondok pesantren, tapi mereka masih menunggu kepastian kebijakan dari pemerintah. Mereka juga akan mengembalikan para santri secara bertahap terutama untuk mematuhi protokol kesehatan. Karena itu para kiai dari berbagai pesantren di Jawa Timur itu berharap pemerintah segera mengambil kebijakan, terutama merespon kebutuhan-kebutuhan konkrit tentang sarana kesehatan.
Acara silaturahim online yang dibuka oleh KH Afifuddin Muhajir dengan pembacaan surat Fatihah dan al-Ashr itu ditutup dengan doa oleh KH Azaim Ibrahimy. (MMA)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News