KEDIRI, BANGSAONLINE.com - Persik Kediri mengingatkan kembali soal keresahan yang akan dialami klub Liga 1 ketika kompetisi berjalan di tengah pandemi. Karena itu, klub berjuluk Macan Putih itu meminta PSSI dan PT Liga Indonesia Baru (LIB) lebih memperhatikan klub peserta.
Khususnya berkaitan dengan kepastian regulasi liga bertajuk kompetisi luar biasa (extraordinary competition) itu. Sebab, sampai saat ini, klub belum mendapatkan kepastian tersebut.
Baca Juga: Persiapan Persekabpas Hadapi Liga Nusantara, Exco PSSI Rapat Bersama Klub Anggota Askab
Presiden Klub Persik Kediri, Abdul Hakim Bafagih mengakui ada kekhawatiran yang masih menyelimuti klub sebelum kompetisi bergulir pada 1 Oktober 2020 mendatang. Setidaknya ada empat hal yang membuat resah. “Kami perlu mengungkapkan keresahan itu karena Persik ingin kompetisi nanti berjalan lancar dengan regulasi yang jelas,” ujar Hakim, Kamis (6/8/2020).
Pertama, terkait dengan renegosiasi kontrak antara klub dengan pemain dan pelatih. Hakim mengatakan, PSSI dan PT LIB perlu mengantisipasi jika tiba-tiba kompetisi lanjutan berhenti di tengah jalan, sementara klub sudah melakukan renegosiasi dan pembayaran kontrak sesuai kesepakatan.
“Karena sekali lagi, kita tidak bisa memprediksi pandemi Covid-19 kapan berakhir. Khawatir liga berhenti lagi,” terangnya.
Baca Juga: Arema FC Vs Persija di Stadion Soepriadi Kota Blitar: Macan Kemayoran Tekuk Singo Edan 2-1
Berikutnya, lanjut Hakim, soal siapa yang bakal menanggung ketika ada pemain atau ofisial yang dinyatakan reaktif atau positif Covid-19. Sebenarnya, klub tidak menginginkan hal tersebut terjadi. Tetapi, PT LIB perlu memikirkannya dengan matang.
Ketiga, menurut Hakim, masih berhubungan dengan hak komersial klub. Sejak awal, Persik mengusulkan setiap klub menerima Rp 1,2 sampai Rp 1,5 miliar per bulan. Bukan Rp 800 juta. “Kami punya hitung-hitungan angka hak komersial,” ungkapnya.
Hitungan itu didasarkan pada jumlah kapasitas rata-rata stadion di Indonesia dan harga tiket pertandingan. Dia menyebut, kapasitas rata-rata stadion sebanyak 25.600 penonton dengan harga tiket Rp 50 ribu per orang. “Setelah itu dikalikan beberapa pertandingan home sisa, ketemunya jadi Rp 19,2 miliar,” ucapnya.
Baca Juga: Dua Kali Berkandang di Stadion Soepriadi Kota Blitar, Arema FC Belum Raih Kemenangan
Kemudian, jika diasumsikan stadion terisi separuh, pendapatan yang diperoleh menjadi Rp 9,6 miliar. “Lalu setelah dibagi 8 bulan, jadi Rp 1,2 miliar. Itu dasar perhitungannya,” jelas Hakim.
Terakhir, klub kembali menagih regulasi protokol kesehatan. Pasalnya, sejauh ini, klub belum menerima prosedur tetap (protap) tersebut. Mengingat klub akan menggelar latihan perdana di tengah pandemi awal bulan ini, Hakim berharap protokol kesehatan bisa disampaikan kepada klub secepatnya.
“Kami ingin panduan protokol kesehatan menjadi bagian penting dalam upaya mencegah penyebaran Covid-19,” pungkasnya. (uji/zar)
Baca Juga: Laga Kandang Kedua Arema FC di Stadion Soepriadi Dijaga 671 Personel Gabungan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News