SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Mengunjungi Museum Sejarah dan Budaya Universitas Airlangga Surabaya yang beralamatkan di Jalan Dharmawangsa Dalam ini ternyata dapat memberikan pengalaman yang cukup menyenangkan sekaligus menegangkan.
Betapa tidak, museum yang didirikan oleh Jurusan/Program Studi (Prodi) Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universias Airlangga (Unair) sejak 2016 ini memiliki ratusan koleksi benda-benda bersejarah yang cukup langka dan bernilai tinggi. Mulai alat tulis, pakaian, dan permainan tradisional hingga keramik yang berasal dari Dinasti Ming.
Baca Juga: Rocky Gerung Ajak Pemuda di Surabaya Kritis Memilih Pemimpin
Ditambah lagi, sejumlah koleksi benda-benda pusaka berupa senjata seperti keris, tombak, gada, serta beberapa benda kuno lainnya yang diketahui ternyata ada 'penghuninya'. Hal inilah yang membuat ruangan di museum terasa kental aura mistis ketika memasukinya.
Oleh sebab hal yang berbau mistis itulah, sejumlah kejadian-kejadian ganjil pernah dialami langsung oleh beberapa dosen Ilmu Sejarah yang ruangannya bersebelahan dengan museum. Tidak terkecuali Kepala Museum Sejarah dan Budaya FIB Unair, Edy Budi Santoso, S.S., M.A.
"Selama saya mengelola museum di sini, memang ada beberapa hal yang kemarin itu bagi saya itu hal yang tidak biasa. Tapi, percaya tidak percaya hal itu nyata," ungkapnya kepada HARIAN BANGSA, Jumat (16/10).
Baca Juga: Pertama di Indonesia, Pentas Wayang Perjuangan Hadratussyaikh, Dalang Ki Cahyo Kuntadi Riset Dulu
Edy menuturkan, kejadian mistis yang ia alami tersebut terjadi saat awal-awal menjabat sebagai kepala museum. Sore menjelang malam itu, usai rekan-rekan dosen lain pulang, Edy lembur kerja. Hal yang wajar dilakukan oleh seorang dosen merangkap kepala museum yang baru dijabatnya itu.
Tepatnya menjelang Maghrib, ia mendengar seperti etalase yang bergetar. Rasa penasaran pun muncul tatkala suara getaran bersumber dari dalam museum. Maka masuklah Edi untuk memuaskan rasa penasarannya.
"Awalnya saya kira hembusan angin dari AC ke sebuah benda. Saya masuk ke ruangan untuk mengeceknya, ternyata sumber suara yang bergetar keburu hilang," tuturnya.
Baca Juga: Didukung Penyintas Semeru, Rakka dan TPD Lumajang yakin Khofifah-Emil Menang
Rasa penasaran Edy tak berhenti di situ. Paginya, ia lalu bercerita kepada salah satu petugas cleaning service soal kejadian yang dialaminya semalam. Bu Sih, petugas cleaning yang mendengar cerita Edy hanya tersenyum-senyum sambil berkata lirih, "Diajak kenalan itu Pak."
Mendengar hal itu, Edy pun langsung mengangguk tanda memahami fenomena tersebut. Belakangan diketahui, suara yang menimbulkan getaran pada etalase ternyata bersumber dari sebuah patung mini berukuran tinggi sekitar 15 cm, hibah dari warga Lamongan.
Pernah juga satu malam saat musim UTS (Ujian Tengah Semester), tiba-tiba Edy mencium bau harum. Ia mengaku agak merinding dan kaget juga karena baru pertama kali mengalami hal tersebut. Setelah masuk lagi ke ruangan museum, bau wangi yang menyeruak di ruangan tiba-tiba menghilang.
Baca Juga: Bersama Unair, FH UTM Jalin Kerja Sama dengan Faculty of Law Maastricht University
Pagi harinya, ia kembali bercerita ke Bu Sih. Menurut Bu Sih, ternyata bau wangi tersebut berasal dari sebuah batu lempeng yang bertuliskan huruf pallawa.
(Edy saat menunjukkan batu bertuliskan huruf pallawa yang diduga dapat mengeluarkan bau harum)
Baca Juga: Gala Dinner Pimnas ke-37 Unair, Pj Gubernur Jatim Komitmen Dukung Perkembangan Perguruan Tinggi
Hal senada juga diungkapkan oleh Shinta Devi, S.S., M.A. dan Ikhsan Rosyid, S.S., M.A. Kedua dosen muda ini serta beberapa dosen yang lain juga sering mencium bau wangi, terutama saat menjelang masuk waktu Maghrib.
Kemudian, ada lagi hal unik yang terungkap dari salah satu koleksi Museum Sejarah dan Budaya ini. Yakni, sebuah cermin/kaca rias sumbangan alumni dari Banyuwangi. Keunikan dari cermin ini, karena tak ada yang berani membeli pada saat akan dijual oleh si empunya, alih-alih menawarnya. Bahkan, para perombeng pun sampai tak mau menerima cermin tersebut.
"Awalnya saya menerima barang tersebut, rasa-rasanya kok agak panas. Trus malamnya, saya kok ga bisa tidur. Ini antara percaya gak percaya. Dan itu yang mengetahui suatu kan hanya orang-orang tertentu," terangnya.
Baca Juga: AHY Raih Gelar Doktor dari Unair, Khofifah Yakin Bakal Bawa Kebaikan Bagi Bangsa
Saat dideteksi oleh dr. Haryadi Suparto dengan menggunakan sebuah bandul/pendulum, ternyata memang benar kalau ada beberapa benda yang memiliki unsur kekuatan magis. Mulai dari kaca rias/cermin, patung, batu lempeng, hingga sejumlah keris yang menurut empunya berasal dari trah Joko Tingkir.
Haryadi Suparto merupakan seseorang yang memiliki andil besar terhadap berdirinya Museum Sejarah dan Budaya Unair. Selain membantu mendirikan Museum Sejarah Unair, dokter yang juga ahli dalam bidang supranatural ini juga dikenal sebagai Pendiri Museum Kesehatan yang berada di Jalan Indrapura Surabaya.
Kolektor Benda Kuno Hibahkan Keramik Dinasti Ming
Baca Juga: Resmi Bergelar Doktor, Ada SBY hingga Khofifah di Sidang Terbuka AHY
Awal pendirian Museum Sejarah Unair tidak bisa lepas dari kebutuhan para Mahasiswa Jurusan Ilmu Sejarah terhadap studinya. Khususnya, mereka yang mengambil mata kuliah Museologi dan Warisan Budaya.
Beberapa koleksi andalan museum yakni, naskah kuno tentang wayang dalam bahasa jawa, keramik dari Dinasti Ming, Terakota Cina, topeng mayat masa Majapahit, senjata tradisional, patung/arca, peralatan tradisional untuk menggiling, serta berbagai jenis artefak.
Baca Juga: Menteri ATR/BPN Ikut Ujian Diktoral di Surabaya
(Edy menunjukkan naskah kuno tentang wayang dalam bahasa jawa)
Bentuk Museum Mini Sejarah Unair ini tak jauh beda dengan ruang dosen lainnya. Hanya yang membedakan adalah tulisan "Museum Sejarah dan Budaya" yang tertera di atas pintu masuk. Museum mini berukuran sekitar 8 x 8 meter persegi yang berlokasi di lantai 2 Fakultas Ilmu Budaya (FIB) ini terbagi menjadi dua bagian.
"Bagian pertama merupakan ruangan untuk menyimpan buku-buku serta naskah-naskah kuno. Sedangkan bagian kedua berisi benda-benda berharga dan bersejarah. Pandangan pertama yang menarik perhatian ketika kita masuk ke dalam ruangan kedua adalah koleksi foto-foto surabaya sejak masa kolonial Belanda," jelas Edy.
"Termasuk sejumlah keramik dari Dinasti Ming yang terdiri dari mangkok, vas bunga, piring, pinggan, dan lain-lain, juga berada di ruang dua museum," sambungnya.
Terkait sejumlah keramik dari Dinasti Ming, Edy mengungkapkan bahwa barang-barang langka tersebut merupakan hibah dari Aminuddin, seorang kolektor benda-benda kuno dari Jakarta. Barang tersebut merupakan aset penting yang dimiliki Museum Sejarah dan Budaya Unair.
Karena keramik dari Dinasti Ming ini barang hibah, maka dilengkapi dengan otentisitasnya berupa sertifikat yang ditandatangani oleh Prof Abu Ridho Sumoatmojo, ahli keramik dan Kurator Museum Nasional Jakarta.
"Keramik itu kan banyak pabriknya, ada yang lokal, tiruan, dan sebagainya. Nah, untuk membuktikan bahwa keramik tersebut asli, maka dikuatkan dengan adanya sertifikat," ungkap Edy.
Sedangkan Aminuddin, seorang kolektor benda-benda bersejarah yang menghibahkan keramik dari Dinasti Ming tersebut merupakan Asisten Kurator Profesor Abu Ridho (Assistant Curator of National Archaeology Art and Culture Foundation). Ia juga ikut menandatangani sertifikat keotentikan keramik langka tersebut.
"Beliau (Aminuddin) itu memang seorang kolektor yang mempunyai koleksi barang langka yang tersebar di seluruh Indonesia. Dan di rumahnya itu juga banyak sekali (benda-benda bersejarah). Ia menjadi seorang yang kaya raya itu karena koleksi-koleksinya," bebernya.
Berbicara tentang sertifikat benda-benda kuno, Edy menjelaskan bahwa berdasarkan dari pengalaman seorang Aminuddin, jika di luar negeri bisa dipakai sebagai agunan/jaminan seperti layaknya setifikat rumah. Tetapi, di Indonesia hal tersebut masih belum lazim.
"Padahal, kalau kita lihat bahwa koleksi barang-barang museum itu kan betul-betul memiliki nominal yang tinggi hingga ratusan juta bahkan sampai miliaran rupiah. Contoh salah satu lukisan karya Affandi yang dihargai oleh kolektur di luar negeri hingga Rp 5 miliar," ungkapnya.
Menjadi Bagian dari Museum-museum di Indonesia
Beberapa kegiatan yang pernah dilakukan oleh Museum Sejarah dan Budaya Unair pasca peresmiannya oleh Pembantu Rektor IV Universitas Airlangga Prof Dr Amin pada 26 Desember 2016 lalu. Meliputi, pameran Museum Sejarah dan Budaya dalam rangka menyambut Dies Natalis Prodi Ilmu Sejarah, serta menggelar pameran di Museum Mpu Tantular pada Oktober 2017.
Kemudian, ada beberapa kunjungan ke museum mulai dari Dirjen Kebudayaan Hilmar Farid, kunjungan dari siswa-siswi SD, SMP, SMA, perguruan tinggi, hingga masyarakat umum di Surabaya dan sekitarnya.
Termasuk ada kunjungan dari mahasiswa dari Universitas Sumatera Utara (USU), mahasiswa Brunei Darussalam tahun 2018, Prof Aiko Kurasawa, Sejarawan dari Keio University Jepang, Mitsuko Nanke dari Hitobashi University Jepang tahun 2017.
Edy mengatakan, Museum Sejarah dan Budaya dibuka untuk umum pada jam kerja. Berhubung masa pandemi covid-19, untuk sementara museum masih ditutup mengikuti jadwal Unair yang masih belum membolehkan belajar/kuliah tatap muka.
Ia juga mempersilakan bagi siapa saja yang mempunyai koleksi (para kolektor) tentang benda-benda warisan budaya untuk menyumbangkannya ke Museum Sejarah dan Budaya ini.
Dalam perkembangannya, Museum Sejarah dan Budaya yang kehadirannnya melengkapi keberadaan Museum Etnografi Unair ini, telah masuk ke dalam daftar nama-nama museum yang ada di Indonesia. Yakni, IUMAC (Indonesian University Museums and Collections). IUMAC merupakan wadah, lembaga, badan, atau organisasi museum-museum perguruan tinggi di Indonesia.
Sedangkan untuk organisasi dunianya yakni UMAC (University Museums and Collections) di bawah ICOM (International Council of Museums) UNESCO World Heritage. Nah, untuk bergabung ke UMAC, maka syaratnya harus membentuk wadah IUMAC terlebih dahulu.
Namun sayangnya, keberadaan museum masih cukup terabaikan dan belum mendapat perhatian yang serius dari pihak universitas. Edy berharap ke depan, bisa memiliki gedung sendiri karena saat ini tempat museum baru berupa sebuah ruangan. Pengelolaan museum perlu biaya perawatan dan pengembangan. Karena museum masih di bawah Departemen Ilmu Sejarah, sehingga belum ada dana tersendiri.
"Tapi paling tidak, keberadaannya sudah menjadi representasi sebuah museum di Program Studi Ilmu Sejarah. Saya kira penting Prodi Ilmu Sejarah memiliki sebuah museum untuk sarana pembelajaran para mahasiswa," pungkas Edy. (ian/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News