SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Sebagai salah satu tour guide yang pekerjaannya mobile, Hamida Soetadji kerap lalai dalam hal menjaga kesehatannya sendiri. Seperti jam tidur malam yang dirasa tak maksimal, hingga konsumsi makanan tidak teratur. Bahkan, sejak pemerintah memberlakukan Work From Home (WFH), ia hanya bertahan tidak lebih dari sebulan di rumah.
Hingga pada Juli lalu, ia divonis menjadi pasien COVID-19 setelah dilakukan swab dan hasilnya positif. Perempuan berusia 43 tahun itu bercerita, COVID-19 benar-benar membuatnya tertekan. Selain harus jauh dari orang-orang yang dicintai, ternyata berada di ruang isolasi juga sempat membuatnya stres. Bahkan, kabar kurang baik terkait ibunya yang juga dinyatakan positif COVID-19 makin membuat mentalnya terpuruk.
Baca Juga: DPRD Minta Pemprov Segera Respons Masuknya Omicron ke Jatim
"Kondisi ini membuat psikis saya tertekan. Sehingga imun saya turun dan 3 kali swab saya selalu dinyatakan positif. Sangat manusiawi lah, jika kita yang terpapar menjadi panik dan stres. Apalagi jika mendengar informasi sana sini yang menyatakan, mereka yang terpapar akan berujung pada kematian," ujar Mimid-sapaan Hamida, Jumat (13/11).
Ia menegaskan, jika kondisi panik dan stres akan semakin membuat makin tidak bisa bernapas akibat beban pikiran yang berat, secara otomatis menimbulkan sesak. Sesak napas menjadi salah satu gejala yang dialami semua pasien COVID-19. Ia pun begitu, gejala yang dialami batuk dan sesak tanpa nyeri di dada.
"Maka, saya menjauh dari pemicu tersebut, yakni panik dan stres. Berpikir positif dan mengatur segala emosi hingga tetap stabil merupakan modal utama untuk meningkatkan imun. Dan benar saja, hasil tes swab keempat saya ternyata negatif," tegasnya.
Baca Juga: Wali Kota Eri Bersyukur Surabaya Level 1, Pakar Epidemiologi Nilai Pantas
Ia diisolasi selama 10 hari di RS Unair. Kondisinya di sana sangat mengagetkan, karena kondisi kamar yang tanpa ada kamar mandinya. Dan ruangannya sangat tertutup, tidak ada sinar matahari yang masuk. Pasca keluar dan dinyatakan sembuh karena swab keempatnya negatif, ia benar-benar menjaga kondisi psikisnya.
"Sekarang lebih waspada, rutin minum vitamin, istirahat diperbanyak, terutama pas tidur malam harus benar-benar nyenyak. Dan tentunya rajin olahraga. Saya orangnya mobile, istirahat kurang, juga tidak konsumsi vitamin. Nah pas tubuh drop, ya sudah virus pun gampang masuk," akunya.
Dukungan dari orang-orang terdekat merupakan obat paling mahal yang ia punya. Di saat ia terpapar dan terbaring tak berdaya. "Mereka tak meninggalkan saya, saya bersyukur orang di sekeliling saya peduli dan selalu memberikan support buat saya sampai saya sembuh," pungkasnya. (diy/ian)
Baca Juga: Situasi Covid-19 Surabaya Turun ke Level 2, Positivity Rate Jauh di Bawah Standar WHO
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News