JAKARTA. BANGSAONLINE.com - Agama sejatinya menjadi sumber kedamaian, inspirasi kemajuan dan kesejahteraan. Didakwahkan dengan jalan yang santun, saling menghargai dan meneduhkan, adalah cara terbaik yang harus dilakukan.
Hal itu menjadi salah satu yang melatarbelakangi webinar bertajuk "Gaduh Politisasi Agama". Webinar ini digelar Moya Institute dan Organisasi Ikatan Alumni Al-Azhar (OIAA) Cabang Indonesia, Kamis (19/11/2020) sore.
Baca Juga: Yakini Kebenaran Islam, Dua Pemuda Resmi Mualaf dengan Bersyahadat di Masjid Al-Akbar Surabaya
Ketua Umum Nahdhatul Wathan Dr. TGB Zainul Majdi, Lc, MA mengaku tetap optimistis dengan dinamika politik terjadi saat ini. Pasalnya, mainstream kehidupan beragama umat Islam di Indonesia adalah moderat.
Menurut dia, jika ada salah satu elemen masyarakat yang ingin membawa Islam ke arah "kanan atau kiri" maka akan hancur. Pasalnya, politik bangsa Indonesia adalah moderat.
"Yang diperlukan adaalah membawa nilai agama universal untuk dimasukkan dalam etika bernegara. Ajaran agama yang ideal harus diolah menjadi politik Negara yang membawa kemaslahatan umat. Perlu objektifikasi nilai agama dalam birokrasi Negara," ujar Zainul Madji, Ketua Umum OIAA Indonesia seusai menjadi narasumber di webinar.
Baca Juga: Muncul Narasi Pribumi Harus Bangkit dari Hegemoni Ba'alawy dan China, Siapa yang NKRI
Hal senada diutarakan ulama muda NU KH. Cholil Muhammad Nafis, Ph.D. Menurut dia, agama harus selaras dengan Negara. Ia menambahkan, agama tidak boleh terlalu jauh mencampuri urusan negara. Pasalnya, dalam menjalankan negara memiliki aturan dan begitu pula sebaliknya.
"Ada politik keadaban ketika agama dan negara berjalan beriringan. Keduanya saling melengkapi dan berkolaborasi. Bagaimana menjaga agama dan menciptakan kesejahteraan masyarakat,"terang Komisi Fatwa MUI ini.
Sementara itu, tokoh Muhammadiyah Dr. Imam Addaruquthni mengungkapkan perlunya harmonisasi antara agama dan demokrasi. Ia menambahkan, bahwa pendiri bangsa telah meletakkan dasar dalam bernegara.
Baca Juga: Habib Rizieq Senang Dua Buaya dan Setan Berkelahi: Ini Rezeki dari Allah
"Bangsa Indonesia ini sebagai demokrasi gotong royong. Artinya, tidak bisa diselesaikan melalui kekuasaan, legitimate secara bersama ini. Ini adalah keunikan bangsa Indonesia dalam menjalankan Negara,"terangnya.
Wakil Direktur ICIS KH. Khariri Makmun, Lc, MA mengungkapkan perlunya mewaspadai politisasi agama. Pasalnya, dalam beberapa kasus bisa menimbulkan perpecahan, perang saudara, kehancuran dan lainnya.
"Politisasi agama perlu dihindari, karena dampaknya menjadi ancaman bagi keberlangsungan Bangsa. Menempatkan agama dan bangsa berjalan berdampingan dalam membangun kemajuan negara,"ujar Pengasuh Pesantren Algebra Internasional ini.
Baca Juga: Idul Adha, Momen Tepat untuk Ajarkan Nilai yang Terkandung Dalam Berkurban kepada Anak
Direktur Moya Institute Hery Sucipto tampil sebagai host dalam acara webinar itu. Menurut dia, tidak jarang agama digunakan untuk kepentingan politik tertentu. Bahkan, lanjutnya, nilai yang sakral berubah menjadi bias, memicu munculnya kegaduhan bahkan konflik horisontal.
"Politisasi agama di Indonesia pun kerap terjadi, khususnya menjelang pesta demokrasi (pilpres, pileg dan pemilukada). Tak ketinggalan, fenomena pulangnya pemimpin FPI Habib Riziq Shihab, membangkitkan sentimen agama, politik identitas, dan konservatifme. Ini menjadi bahasan tema dalam webinar ini," tandasnya. (tim)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News