LUMAJANG, BANGSAONLINE.com - KH M Adnan Syarif, LC, MA, Pengasuh Pondok Pesantren Kiai Syarifuddin Wonorejo Kedungjajang Lumajang Jawa Timur wafat, Senin (23/11/2020). Alumnus Pesantren Tebuireng Jombang itu pernah belajar lama di Saudi Arabia. Sepulang belajar dari Saudi Arabia, Kiai Adnan Syarif kembali ke Pesantren Tebuireng untuk mengajar bahasa Arab. Di Pesantren yang didirikan Hadratussyaikh KH M Hasyim Asy’ari itu, Kiai Adnan Syarif bersama para ustadz di Tebuireng mendirikan Markazul Lughoh, pusat pendidikan bahasa Arab.
Para siswa yang diterima di Markazul Lughoh itu para santri senior yang sudah menguasai dasar-dasar bahasa Arab. Jadi, para santri yang diterima di Markazul Lughoh adalah mereka yang sudah melewati tes bahasa Arab yang ketat.
Baca Juga: Puisi Prof Dr 'Abd Al Haris: Pimpin dengan Singkat, Gus Dur Presiden Penuh Berkat
Setelah beberapa tahun mengabdi di Pesantren Tebuireng, Kiai Adnan Syarif pulang ke Lumajang meneruskan pondok pesantren warisan abahnya, yaitu Pondok Pesantren Kiai Syarifuddin. Saat kembali ke Lumajang itu, Kiai Adnan Syarif aktif di NU dan juga pernah menjadi ketua Dewan Syuro PKB Lumajang.
Pesantren Kiai Syarifuddin cukup besar dan memiliki ribuan santri. Pesantren ini juga dikelola bersama saudara-saudaranya, yaitu KH Sulaha Syarif dan KH Syuhada Syarif. Namun Kiai Syuhada Syarif yang juga alumnus Tebuireng kemudian mendirikan pondok pesantren di Jember. Kiai Syuhada Syarif yang pernah menjadi Kepala Sekolah Madrasah Aliyah Tebuireng juga aktif sebagai pengurus NU.
Baca Juga: Hadiri Haul Ke-15 di Ciganjur, Khofifah Kenang Sosok Gus Dur Sebagai Pejuang Kemanusiaan
Kiai Adnan Syarif pernah mengarang Salawat Uhud. Maklum, Kiai Adnan Syarif ahli sastra Arab. Ia mengarang Salawat Uhud karena mendapat perintah Gus Dur. Saat Orde Baru berkuasa Gus Dur gelisah menyaksikan pragmatisme masyarakat– termasuk para tokoh agamanya. Gus Dur yang berjuang untuk menegakkan keadilan, civil society dan Islam merasa terhalang dan tak kunjung berhasil akibat tokoh-tokoh agama yang cenderung pragmatis. Padahal para tokoh agama itulah yang seharusnya menjadi koalisi strategis perjuangan Gus Dur untuk menegakkan keadilan dan hukum sesuai UUD 45 dan Pancasila.
Karena itu Gus Dur punya ide pentingnya Salawat Uhud. Tujuannya, agar masyarakat – terutama tokoh agama – mengingat sejarah perang Uhud yang memang menorehkan pelajaran penting bagi umat Islam. Perang Uhud meletus kurang lebih satu tahun lebih seminggu setelah perang Badar. Pada perang Badar umat Islam menang telak, meski jumlah pasukan Islam hanya 313 melawan 1.000 pasukan kafir Quraisy.
Baca Juga: Tak Ada Data, Keluarga Kiai Besari Minta Gus Miftah Tak Ngaku-Ngaku Keturunan Kiai Besari
Sebaliknya, dalam perang Uhud umat Islam kalah telak. Ironisnya, pasukan Islam kalah justru karena tergiur dan rebutan harta rampasan perang. Dalam perang yang terjadi di dekat bukit Uhud itu sejatinya umat Islam sudah menang. Pasukan Islam yang berjumlah 700 orang berhasil mengkocarkacirkan pasukan kafir Qurasy yang berjumlah 3.000 orang. Perang ini dipimpin langsung Rasulullah SAW, sedang pihak kafir Qurasy dipimpin Abu Sufyan.
Sebelum perang meletus, Nabi Muhammad mengatur siasat agar para pasukan pemanah mengambil posisi di atas bukit dan di pegunungan. Nabi Muhammad juga berpesan agar para pasukan pemanah jangan sekali-kali meninggalkan bukit karena mereka inilah pasukan pemukul strategis dari udara. Dan benar. Pasukan kafir Qurasy porakporanda begitu dihujani panah saat pertempuran. Para pasukan kafir itu pun lari tunggang langgang meninggalkan arena pertempuran.
Melihat para pasukan Quraisy lari, para pasukan Islam pemanah turun dari bukit. Mereka euforia berebut harta rampasan perang yang ditinggalkan para pasukan Quraisy. Di luar dugaan, pasukan Quraisy melihat dan sadar bahwa mereka kalah dan kocar-kacir karena dihujani panah oleh pasukan Islam. Sedang para pasukan Islam pemanah sekarang sedang berebut harta. Seketika itu juga pasukan kafis Quraisy menyerbu para pasukan pemanah yang sedang asyik berebut harta rampasan perang. Pasukan Islam pun kocar-kacir dan kalah.
Baca Juga: Kang Irwan Dukung Mbah Kholil, Kiai Bisri dan Gus Dur Ditetapkan jadi Pahlawan Nasional
Kiai Adnan Syarif pun menulis Salawat Uhud, seusai permintaan Gus Dur. Hanya saja Salawat Uhud itu belum popular seperti Salawat Badar yang diciptakan KH Ali Manshur Maibit Rengel Tuban. Tampaknya para kiai, ulama dan para pengurus NU perlu menyosialisasikan Salawat Uhudiyah ini secara masif agar diamalkan sekaligus dihayati substansinya oleh umat Islam, terutama warga NU.
Semoga Allah SWT menempatkan Kiai Adnan Syarif ke dalam surga-Nya. Amin. (M Mas'ud Adnan)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News