KEDIRI, BANGSAONLINE.com - Rumah Aman Rodhiyah, rumah untuk menampung korban kekerasan seksual, diresmikan oleh Wali Kota Kediri, Abdullah Abu Bakar, pada tahun 2019 lalu. Hal ini merupakan dukungan wali kota terhadap inisiatif para relawan berbagai profesi untuk memberi tempat yang aman bagi korban kekerasan seksual, khususnya anak perempuan di Kota Kediri, dan wilayah Kediri Raya pada umumnya.
Rondhiyah, pendiri Rumah Aman Rodhiyah, menjelaskan bahwa saat peresmian yayasan, Wali Kota Kediri Abdullah Abu Bakar, hadir dan memberi bantuan. "Pada saat peresmian yayasan kami, Pak Wali datang dan membantu semuanya untuk acara itu,” kata Rondhiyah, Senin (7/12).
BACA JUGA:
- Aksi Simpatik Polisi di Kota Kediri Selama Arus Mudik: Mulai Bantu Dorong Mobil hingga Bantu Isi BBM
- Halal Bihalal dengan Jajaran Pemkot Kediri, Pj Zanariah Ungkap soal Aturan WFH
- Musim Hujan, Setidaknya Terdapat Tiga Titik Terjadi Longsor di Lereng Wilis Kediri
- Pantau Pospam Mudik Lebaran di Simpang Empat Mengkreng Kediri, Bupati Dhito Siapkan ATCS
Ia dan beberapa relawan mulai bergerak sejak tahun 2014. Pada saat itu, korban kekerasan seksual terhadap anak di Kota Kediri semakin banyak sementara belum ada fasilitas yang bisa menampungnya. Apalagi, pekerjaan ini membutuhkan waktu dan tenaga yang tidak sedikit.
Pada prinsipnya, lanjut Rondhiyah, layanan Rumah Aman Rodhiyah berupa pendampingan pada para korban sampai ke pengadilan. Selain itu, juga memastikan bahwa korban mendapatkan tempat yang aman dan nyaman dan tidak dikeluarkan dari sekolah, meski dalam kondisi hamil. Juga keluarga korban bisa menerima bagaimana pun kondisi korban.
Menurutnya, di yayasan ini terdapat psikolog, terapis, pengacara, dan juga para relawan yang bekerja tak dibayar untuk membantu para korban. Mereka mengeluarkan dana dari uang pribadi untuk membiayai biaya operasionalnya. Para relawan ini juga mencari akses bantuan untuk para korban kemensos, misalnya bantuan biaya pendidikan.
Sementara ini, lanjut Rondhiyah, pihaknya baru bisa menampung anak perempuan saja, karena keterbatasan ruang yang tersedia. Rumahnya yang dijadikan tempat menginap bisa menampung maksimal 5 anak. Namun untuk layanan, para relawan kerap mendatangi rumah ke rumah hingga korban bisa mandiri.