Oleh: Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag*
42. wauhiitha bitsamarihi fa-ashbaha yuqallibu kaffayhi ‘alaa maa anfaqa fiihaa wahiya khaawiyatun ‘alaa ‘uruusyihaa wayaquulu yaa laytanii lam usyrik birabbii ahadaan
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty
Dan harta kekayaannya dibinasakan, lalu dia membolak-balikkan kedua telapak tangannya (tanda menyesal) terhadap apa yang telah dia belanjakan untuk itu, sedang pohon anggur roboh bersama penyangganya (para-para) lalu dia berkata, “Betapa sekiranya dahulu aku tidak mempersekutukan Tuhanku dengan sesuatu pun.”
43. walam takun lahu fi-atun yanshuruunahu min duuni allaahi wamaa kaana muntashiraan
Dan tidak ada (lagi) baginya segolongan pun yang dapat menolongnya selain Allah; dan dia pun tidak akan dapat membela dirinya.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia
44. hunaalika alwalaayatu lillaahi alhaqqi huwa khayrun tsawaaban wakhayrun ‘uqbaan
Di sana, pertolongan itu hanya dari Allah Yang Mahabenar. Dialah (pemberi) pahala terbaik dan (pemberi) balasan terbaik.
TAFSIR AKTUAL
Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana
"Hunalik al-walayah li Allah al-Haq". Al-Walayah milik Allah, mutlak. Ini ungkapan akhir, sehingga para makhluk sadar betul bahwa hanya Allah SWT saja yang berkuasa dan bisa berbuat segalanya.
Tesis itu bisa merupakan acapan Tuhan sendiri ketika menghardik para hamba dan bisa pula sebagai ungkapan para hamba yang memelas ketika berada di hadapan pengadilan Tuhan.
Jika diaktualkan ke kehidupan kini, maka kalimat di atas adalah ucapan akhir setiap kali seseorang mengalami akibat dari apa yang telah diperbuat. Mereka yang berbuat baik dan menuai hasilnya, maka begitulah harusnya berucap. Andai saja menuai keburukan karena perbuatannya, maka begitu pula harusnya berucap. Artinya, tidak ada hamba yang bisa lepas dari genggaman Tuhan, sadar atau tidak.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Tentukan Hak Asuh, Nabi Sulaiman Hendak Potong Bayi Pakai Golok
Kata walayah (tafh waw) dan wilayah (karsah waw) sama, dengan makna kekuasaan, kewilayahan, kasih sayang. Namun sebagian ulama membedakan, bahwa al-walayah (tafh waw) artinya kasih sayang, identik dengan al-muwalah dan senada dengan firman-Nya, "Allah waliyy al-ladzin amanu.." (al-baqarah:257).
Dengan bacaan ini maka tonjolannya adalah sifat Tuhan yang maha Kasih. Artinya, kasih sayang Tuhan itu besar, didahulukan ketimbang sifat kekuasaan dan keadilan-Nya. Mengampuni orang berdosa lebih dikedepankan daripada menghukum dan menyiksanya.
Sementara dibaca al-Wilayah (kasrah waw) bermakna kekuasaan, kemampuan, senada dengan firman-Nya "wa al-amr yaumaidz li Allah", (al-infithar akhir). Artinya, Tuhan itu bersikap sangat adil dan fair. Memberi pahala bagi yang berbuat kebajikan dan menghukum bagi yang bersalah. Ini dulu yang mesti diterapkan. Perkara nanti ada kebijakan, seperti mengampuni, mengurangi siksaan, dan sebagainya itu soal lain.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Panduan dari Nabi Daud dan Nabi Sulaiman untuk Memutus Kasus Perdata
Al-Imam Abu Ubaid menambahkan, bahwa jika dibaca dengan fath huruf waw (walayah), maka itu sifat khusus Tuhan dan lebih dioperasionalkan di akhirat. Tapi bila dibaca dengan kasrah huruf waw (wilayah), maka itu untuk makhluq yang operasionalnya di dunia. Allah a'lam.
*Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag adalah Mufassir, Pengasuh Rubrik Tafsir Alquran Aktual HARIAN BANGSA, dan Pengasuh Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an (MQ), Tebuireng, Jombang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News