SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Tak banyak orang tahu, di Surabaya yang tampak megah sebagai kota metropolitan, ada sebuah kampung yang dikenal dengan sebutan 'Kampung 1001 Malam'. Kampung yang berada di kolong jembatan Tol Waru-Tanjung Perak itu dihuni 175 kepala keluarga (KK). Mayoritas warga yang menetap di sana adalah pengamen dan pemulung.
Dalam penulusuran BANGSAONLINE.com, kampung yang masuk dalam kawasan Lasem Baru, Kelurahan Dupak, Kecamatan Krembangan, Kota Surabaya ini dulu dikenal sebagai salah satu kawasan prostitusi. Kampung ini memang berdampingan dengan Tambak Asri.
Baca Juga: Kampung Narkoba di Jalan Kunti Surabaya Kembali Digerebek: 23 Pecandu Direhab, 2 Pengedar Ditangkap
Kampung 1001 Malam itu terbagi dua, dipisahkan sungai. Untuk menuju ke sana harus menggunakan perahu tambang.
"Pada tahun 1999, Kampung 1001 malam ini dulunya masih dihuni beberapa rumah. Lorong dan jalan gelap, belum ada penerangan sama sekali, karena PLN belum ada yang masuk mas," ujar Sri Purwanti, Ketua RT Kampung 1001 malam mengawali kisahnya, Jumat (26/3/2021).
Baca Juga: Polisi Bongkar Motif Janda Dibunuh Kekasih di Surabaya, Dipicu Surat Gadai Emas
"Sampai saat ini pun juga masih jauh dari perhatian pemerintah kota. Kita sudah berupaya ke DPRD pun beberapa kali juga belum juga ada tanggapan, dan hanya dijanjikan akan diusahakan. Ya mungkin terbentur status tanah kita masih milik Jasa Marga," ujar Wanti, sapaan Sri Purwanti.
Dalam penelusuran, BANGSAONLINE.com bertemu sepasang suami istri dan dua anaknya yang masih balita. Dia tinggal persis berdempetan dengan jembatan tol. Menempati gubuk kayu triplek dan terpal plastik berukuran 2 x 4 meter yang hanya mengandalkan penerangan dari PJU jalan tol.
Baca Juga: PT Umroh Kilat Indonesia, Prioritaskan Beri Edukasi ke Para Jemaah
Mereka adalah Iin dan Firman. Berprofesi sebagai pemulung dan pengamen. Menempati gubuknya sejak tahun 2010. Mereka pun tetap ceria kepada tamu asing yang melintas di situ.
"Saya asli Jember Mas. Suami saya asli Surabaya. Suami saya pengamen, anak kami empat sebenarnya, tapi dua sudah meninggal. Sekarang tinggal dua. Ya mau bagaimana lagi mas, yang penting kami bisa hidup dan menghidupi, meski dengan kondisi seperti ini," ujar Iin sembari melirik suaminya yang duduk di sampingnya.
Hal yang sama juga diungkapkan Rohim, salah satu warga kampung 1001 Malam yang setiap harinya menarik perahu tambang.
Baca Juga: Korban Tewas, Begal Perempuan di Surabaya Hanya Dikenakan Pasal Curat, Pengacara Beberkan Alasannya
"Saya sudah puluhan tahun mas di sini. Setiap hari ya begini ini, menarik perahu. Dan saya tidak pernah mematok harga berapa pun bagi siapa pun yang mau menyeberang. Seikhlasnya," ujar pria paruh baya ini. (nf/ns)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News