PASURUAN, BANGSAONLINE.com - Komite Aksi Perlawanan Pers Atas Arogansi Aparat (Kepparat) menggelar aksi protes sebagai wujud solidaritas kepada wartawan Tempo, Nurhadi, yang mengalami kekerasaan saat melakukan peliputan di Surabaya.
Aksi ini bukan hanya diikuti oleh jurnalis Pasuruan Raya, namun juga aktivis lembaga swadaya masyarakat (LSM), Mereka mengutuk peristiwa yang dialami oleh Nurhadi pada Sabtu 27 Maret 2021, saat akan mengonfirmasi salah satu pejabat dari Dirjen Pajak.
Baca Juga: Warga Pandaan Jadi Korban KDRT WNA Australia, Penasihat Hukum Keluhkan Kinerja Polres Pasuruan
Massa bergerak dari paseban Alun-Alun Bangil menuju Jalan Raya Untung Suropati, tepatnya di depan alun-alun untuk menyampaikan aspirasinya, Selasa (30/3).
Kepparat menyatakan delapan sikap terhadap kekerasan yang dialami oleh jurnalis Tempo, di antaranya mengutuk tindakan yang dilakukan oleh oknum aparat terhadap Nurhadi.
"Mendesak Polri untuk menindak tegas oknum aparat keamanan yang terlibat dalam penghalangan, kekerasan, intimidasi, dan penganiayaaan terhadap wartawan untuk diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku," cetus Henry Sulfianto, orator aksi.
Baca Juga: Persiapan Persekabpas Hadapi Liga Nusantara, Exco PSSI Rapat Bersama Klub Anggota Askab
"Pers adalah salah satu pilar demokrasi, dan kekerasan terhadap pers merupakan kekerasan terhadap demokrasi itu sendiri," timpal Lujeng Sudarto, Ketua LSM Pusaka.
Menurut Lujeng, negara yang demokratis tidak akan memberikan ruang untuk oknum aparat yang berlaku keras terhadap insan pers. Menurutnya, kekerasan-kekerasan terhadap jurnalis juga kerap kali dialami oleh aktivis.
"Aparat bukan sebagai anjing penjaga modal. Aparat itu harus memihak kepada kepentingan rakyat. Kekerasan terhadap wartawan maupun aktivis itu harus dihentikan kalau tidak ingin kembali kepada watak orde baru," terang Lujeng.
Baca Juga: Uniwara Pasuruan Resmikan Unit Layanan Disabilitas
Mantan aktivis 98 ini mengungkapkan bahwa dirinya juga pernah mengalami kekerasan oleh aparat yang memihak kepada pemilik kekuasaan.
"Pasca reformasi masih terjadi kekerasan oleh aparat. Maka kami meminta kepada pihak kepolisian dan TNI untuk mengevaluasi keberpihakan mereka. Keberpihakan mereka adalah kepada rakyat. Karena aparat bukan merupakan capital workshop dan bukan anjing penjaga modal," pungkasnya. (afa/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News