KEDIRI, BANGSAONLINE.com - Ndalem (rumah) Hadratussyaikh KH. Muhammad Hasyim Asy'ari di Kompleks Pondok Pesantren Kapurejo, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, kini dijadikan tempat belajar dan mengaji para santri dan santriwati.
Rumah kuno penuh sejarah itu berusia ratusan tahun. Namun sampai saat ini masih berdiri tegak di halaman yang luas di Kompleks Pondok Pesantren Kapurejo. Rumah tersebut dulu pernah ditempati ulama besar, pejuang kemerdekaan Republik Indonesia (RI), dan pendiri Nahdlatul Ulama (NU) serta Pesantren Tebuireng Jombang. Yaitu Hadratussyaikh KHM Hasyim Asy’ari dan keluarganya.
Baca Juga: Mengulik Candi Tikus, Peninggalan Majapahit yang Kini Menjadi Tempat Wisata
Bangunan kuno tersebut menyimpan kisah panjang, terutama berkaitan sejarah perjuangan bangsa, sehingga pernah diusulkan menjadi cagar budaya oleh pengurus Lesbumi NU Kabupaten Kediri.
Pada tahun 1930-an, rumah bersejarah ini pernah dijadikan tempat pertemuan para tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia. Para tokoh tersebut antara lain berasal dari NU yang diwakili Hadratussyaikh KHM Hasyim Asy’ari, KH. Wahab Hasbullah, dan Hasan Gipo. Sedang dari PKI diwakili Musso dan Dipa Nusantara Aidit. Sementara dari PNI diwakili Ir. Soekarno.
“Kami berharap Ndalem Mbah Hasyim di Pondok Kapu dijadikan cagar budaya karena memiliki nilai sejarah yang tinggi,” jelas H. Abu Muslih, Ketua Lesbumi Kabupaten Kediri suatu ketika.
Baca Juga: Bedah Buku KH Hasyim Asyari: Pemersatu Umat Islam Indonesia, Khofifah: Dahysat Secara Substansi
(Inilah rumah tinggal Hadratusyaikh KH. M. Hasyim Asy'ari, ulama besar pejuang kemerdekaan RI yang juga pendiri organisasi keagamaan terbesar Nahdlaltul Ulama dan Pesantren Tebuireng Jombang Jawa timur. foto: Muji Harjita/ BANGSAONLINE.com)
KH. Mochamad Chamdani Bik, putra pertama Mbah Mochamad Sodik, Pengasuh Pondok Pesantren Kapurejo, membenarkan rencana atau usulan agar rumah tersebut dijadikan cagar budaya. Pihak keluarga pondok pun mengapresiasi usulan baik mengenai cagar budaya.
Baca Juga: Polemik Nasab Tak Penting dan Tak Ada Manfaatnya, Gus Fahmi: Pesantren Tebuireng Tak Terlibat
Menurut Gus Ibik, sapaan Chamdani Bik, dalam rapat keluarga pada akhir 2020 lalu, yang juga dihadiri oleh pengurus Lesbumi Kabupaten Kediri dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Kediri, pihak keluarga telah setuju bila rumah Mbah Hasyim Asy'ari dijadikan cagar budaya.
"Setelah pihak keluarga setuju, kapan keputusan Ndalem peninggalan Mbah Hasyim Asy'ari akan dijadikan cagar budaya, sepenuhnya kami serahkan kepada pemerintah," kata Gus Ibik, saat ditemui BANGSAONLINE.com di Pondok Pesantren Kapurejo Kediri, Sabtu (17/4).
Masih menurut Gus Ibik, saat ini rumah tersebut sehari-harinya digunakan untuk mengaji para santri di pondok pesantren salaf yang populer disebut Pondok Kapu. Dari santri, anak-anak, hingga remaja, setiap pagi dan sore hari berkunjung ke rumah Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari untuk belajar ilmu agama.
Baca Juga: Alasan Hadratussyaikh Tolak Anugerah Bintang Hindia Belanda, Kenapa Habib Usman Bin Yahya Menerima
Gus Ibik menungkapkan, ada amanah dari kakeknya, KH Muhammad Yasir, yang sampai hari ini masih dipegangnya. Yaitu agar bangunan peninggalan Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari tersebut harus memberi manfaat dan jangan sampai tidak difungsikan.
"Kakek saya, KH Muhammad Yasir, sendiri merupakan kakak ipar dan teman belajar Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari ketika sama-sama nyantri di tempat Syaichona Kholil Bangkalan, Madura," terang Gus Ibik.
Baca Juga: Disambut Antusias Warga Blitar, Khofifah: Pekik Allahu Akbar Bung Tomo Dawuh Hadratussyaikh
(Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asyari. foto: tebuireng online)
Diceritakan oleh Gus Ibik, KH Muhammad Yasir pula yang mengajak KH Hasyim Asy’ari untuk mengobati penyakit yang diderita Mbah Nyai Masruroh; putri bungsu KH Hasan Muchyi, pendiri Pondok Pesantren Kapurejo yang waktu itu sedang sakit keras.
Setelah Mbah Hasyim Asy'ari berhasil menyembuhkan Mbah Nyai Masruroh dari sakitnya, sekitar tahun 1930-an, Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari dan Masruroh dinikahkan. Dari peristiwa tersebut, perjalanan dakwah Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari di Kediri dimulai.
Baca Juga: Elemen Pondok Pesantren di Kediri Deklarasikan Dukungan untuk Risma-Gus Hans di Pilgub Jatim 2024
Menurut cerita tutur dari keluarga, lanjut Guse Ibik, setelah menikah dengan Mbah Nyai Masruroh, Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari tinggal di rumah itu selama dua tahun. Meski menetap di Pondok Kapurejo, Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari masih sering bolak-balik Kediri-Jombang mengendarai delman.
Dalam kurun waktu dua tahun, Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari ikut andil dalam berbagai sektor yang ada di Pondok Kapu. Utamanya, pada bidang pendidikan. Jika sebelumnya KH Hasan Muchyi sekadar mengajari warga untuk mengaji, maka ketika Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari di sana, mulai dirumuskan sistem pendidikan dan pembangunan madrasah yang masih berjalan hingga saat ini.
Baca Juga: Ba'alawi dan Habib Luthfi Jangan Dijadikan Pengurus NU, Ini Alasan Prof Kiai Imam Ghazali
(Para santri Pondok Kapurejo Kediri mengaji di Rumah Tinggal Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy'ari yang penuh sejarah itu. foto: muji harjita/ bangsaonline.com)
Kepada BANGSAONLINE.com, Gus Ibik mengungkapkan, setelah semua sistem berjalan, Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari memutuskan untuk memboyong Mbah Nyai Masruroh ke Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang. Namun, beberapa tahun berselang, Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari kembali lagi ke Pondok Kapurejo, karena Pondok Tebuireng dibakar habis oleh tentara Jepang.
“KH Hasyim Asy’ari, Mbah Nyai Masruroh, dan beberapa santri Tebuireng tinggal di Kapu untuk mengamankan diri. Ada kemungkinan, rumah tersebut digunakan untuk menyusun strategi melawan penjajah,” imbuh Gus Ibik.
Baca Juga: Mahfud MD Respons Podcast BANGSAONLINE, Kakek Habib Luthfi Bukan Pendiri NU
Dikatakan oleh Gus Ibik, di Ndalem Mbah Hasyim Asy'ari itu ada satu kamar tidur yang waktu itu digunakan Gus Yakub, putra keempat Mbah Hasyim Asy'ari dan Mbah Nyai Masruroh. Hingga sekarang tidak semua orang bisa masuk ke kamar tersebut.
"Pada suatu ketika ada santri yang masuk ke kamar Gus Yakub itu, tiba-tiba langsung pingsan. Ada lagi seorang santri yang tidur di kamar itu, tiba-tiba ketika terbangun sudah berada di luar kamar. Jadi sampai sekarang, tidak semua orang bisa masuk ke kamar tersebut," pungkas Gus Ibik, seraya menjelaskan bahwa jumlah santri di pondoknya kini berjumlah 400 santri dan santriwati. (uji).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News