SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Dahlan Iskan, wartawan kondang, menyajikan tulisan pendek. Bahkan sangat pendek. Tapi tokoh media asal Takeran Magetan Jawa Timur itu mengajukan pertanyaan-pertanyaan menggelitik dan solutif terkait upaya penanganan Covid-19.
Nah, siapa tahu jika pertanyaan-pertanyaan itu dijawab dengan “jujur dan tepat”, terutama oleh pemerintah, bisa membantu jadi solusi bagi penanganan Covid-19 yang kini mengalami lonjakan kasus baru dan marak lagi?
Baca Juga: Aneh, Baca Syahadat 9 Kali Sehari Semalam, Dahlan Iskan Masih Dituding Murtad
Bagaimana pertanyaannya? Silakan simak tulisan wartawan terkemuka itu di Disway, HARIAN BANGSA dan BANGSAONLINE.com hari ini, Jumat 18 Juni 2021. Selamat membaca:
Kali ini saya tidak membela VakNus. Saya hanya ingin sungguh-sungguh bertanya kepada pembaca. Terutama kepada para ahli, birokrat, lembaga riset, otoritas perizinan, dan siapa saja:
Ada satu barang.
Baca Juga: Pemilu Dungu, Pengusaha Wait and See, Ekonomi Tak Menentu
Katakanlah belum punya nama.
Ia bukan vaksin.
Ia bukan obat.
Baca Juga: Tiongkok Banjir Mobil Listrik
Ia bukan makanan atau minuman.
Ia bukan jamu.
Barang itu lalu disuntikkan ke dalam tubuh manusia.
Baca Juga: Hati Rakyat Sulit Dibeli, Partai Penguasa Gagal Menang
Sampai 17 hari kemudian orang yang disuntik ''barang itu'' tidak punya keluhan apa-apa. Tidak ada yang meriang. Tidak ada yang panas badan. Tidak ada yang sakit.
Di hari ke 18 mereka diperiksa di makmal independen.
Hasil makmal menunjukkan orang tersebut memiliki antibodi terhadap Covid-19. Dengan angka antara 160 sampai 200.
Baca Juga: Anak Muda Israel Full Stress
Mereka juga memiliki proteksi terhadap Covid-19 dengan angka yang meyakinkan: antara 48-94.
Memiliki proteksi itu penting karena belum tentu yang sudah punya antibodi tidak tertular Covid.
Pertanyaan saya:
Baca Juga: Antisipasi Lonjakan Covid-19, Kepala Dinkes Jember Imbau Lansia Tidak Keluar Kota
1. Harus disebut apa jenis barang itu? (Tidak diakui sebagai vaksin, tidak diakui sebagai obat, bukan therapy karena hanya untuk mencegah, bukan jamu, bukan makanan/minuman).
2. Siapa yang harus memberi izin agar barang itu bisa dipakai. Siapa atau lembaga apa yang harus menguji agar izin bisa diproses?
3. Ketika Covid-19 masih marak seperti sekarang dan varian-varian baru muncul, apakah barang seperti itu diperlukan?
Baca Juga: UNESCO Resmi Masukkan Jamu Jadi Warisan Takbenda, Berikut Ungkapan Bahagia Mendikbudristek
Saya lihat banyak orang meminati barang itu. Tapi hanya yang mampu secara ekonomi yang akan bisa menjangkau. Sekali suntik bisa sekitar Rp 5 juta. Harga itu sangat mahal untuk kebanyakan orang Indonesia. Harga itu mahal karena tidak dibuat massal. Barang itu tidak bisa dibuat massal karena tidak ada izin sebagai vaksin/obat/makanan/minuman.
Saya hanya bertanya tiga soal di atas. Itu karena saya tidak mampu menjawabnya.
Please. (*)
Baca Juga: Doni Monardo Bekerja Habis-habisan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News