Covid-19 Dianggap Flu Biasa, Singapura Tolak Vaksin dengan Cara Ubah Unsur DNA

Covid-19 Dianggap Flu Biasa, Singapura Tolak Vaksin dengan Cara Ubah Unsur DNA Dahlan Iskan

SURABAYA, BANGSAONLINE.com Pada saat di negara Indonesia menggila, justru bakal menganggap seperti biasa. Mengobati sendiri. Dengan beli obat di toko.

Tapi menolak vaksin dengan cara mengubah salah satu unsur . Negara itu kini lagi memperkuat benteng perbatasan dengan negara lain. Namun para bos besar bisa melenggang kangkung.

Baca Juga: Dituding Murtad, Dahlan Iskan Jawab dengan Shalat

Loh? Siapa saja mereka? Silakan simak tulisan wartawan terkemuka Dahlan Iskan pagi ini, Jumat 2 Juli 2021, di Disway, HARIAN BANGSA dan BANGSAONLINE.COM. Selamat membaca:

SINGAPURA seperti sengaja digunakan untuk mengejek kita. Terutama di saat Covid kita lagi menggila lagi. , kata media, akan menganggap sebagai biasa.

Yang terkena Covid silakan mengatasinya sendiri-sendiri. Persis kalau Anda terkena . Beli obat sendiri ke toko obat. Lalu cukup meringkuk di rumah. Dua-tiga-empat hari. Sampai sembuh.

Baca Juga: Aneh, Baca Syahadat 9 Kali Sehari Semalam, Dahlan Iskan Masih Dituding Murtad

Atau ke dokter sendiri dengan biaya sendiri –yang dalam hal pakai asuransi. Terserah dokternya: harus masuk rumah sakit atau cukup obat jalan.

Kalau harus masuk rumah sakit, biasa saja, cari rumah sakit sendiri, bayar sendiri –juga pakai asuransi. Atau meninggal di situ. Tidak perlu membayar –karena yang membayar ahli waris Anda.

Terkena Covid akan dianggap sakit biasa saja. Toh yang mati karena Covid sudah terbukti sedikit sekali –-secara persentase. Pun bila dibanding dengan . Berkat dokter sudah berpengalaman 1,5 tahun menangani Covid.

Baca Juga: Pemilu Dungu, Pengusaha Wait and See, Ekonomi Tak Menentu

Tidak ada lagi kewajiban test antigen atau swab. Akan dihilangkan pula istilah karantina. Pun tidak akan ada lagi rumah sakit khusus .

Sejak itu nanti, masing-masing harus bisa jaga diri. Harus menanggung akibat sendiri. Harus biaya sendiri.

Itulah pengertian New Normal di . Konkret. Terukur.

Baca Juga: Kantor Imigrasi Blitar Deportasi Gadis Berkewarganegaraan Ganda ke Singapura

Kapan new normal itu dimulai?

Belum ditetapkan.

Pemerintah punya ukuran sendiri untuk memulainya. Yakni: manakala imunisasi sudah mencapai 60 persen jumlah penduduk.

Baca Juga: Tiongkok Banjir Mobil Listrik

Menurut itung-itungan pemerintah, capaian 60 persen itu akan terjadi akhir Juli 2021. Satu bulan lagi.

Dengan demikian, ketika memperingati hari kemerdekaannya tanggal 9 Agustus nanti, ia sudah merdeka dari pandemi.

Itu kalau varian delta bisa dijaga tidak masuk . Negara itu kini lagi memperkuat benteng perbatasan dengan negara lain. Terutama negara yang dinyatakan merah.

Baca Juga: Hati Rakyat Sulit Dibeli, Partai Penguasa Gagal Menang

Jadi –kalau ada new normal nanti– tidak sembarangan menetapkannya. Bukan karena putus asa. Bukan karena kehabisan dana. Bukan karena tuntutan-tuntutan pelaku bisnis. New normal dilakukan di saat vaksinasi sudah mencapai 60 persen.

Selama ini angka 60 persen itu sulit dicapai akibat Sinovac –horeee untuk Sinovac. Banyak rakyat yang hanya mau divaksin Sinovac. Dasarnya: lebih alamiah –dari virus Covid yang dilemahkan. Mereka menolak vaksin Barat yang dibuat dengan cara mengubah salah satu unsur .

Saya menduga ada juga akibat ketegangan antara Amerika dan Tiongkok. Mereka ingin membela Tiongkok.

Baca Juga: Anak Muda Israel Full Stress

berkeras tidak mau mengimpor Sinovac –karena belum diakui oleh WHO, waktu itu. Setelah belakangan WHO menyetujui Sinovac hal itu dianggap sudah telat. Jumlah vaksin yang dibeli sudah cukup untuk menyuntik seluruh penduduk .

Tapi hanya mau divaksin Sinovac terlalu banyak. Target mencapai 60 persen bisa terganggu.

Akhirnya diputuskan: yang penting bisa menangkap tikus. Pemerintah tetap tidak mau mengimpor Sinovac. Tapi swasta diizinkan. Sebanyak 24 poliklinik swasta juga diizinkan menyelenggarakan vaksinasi Sinovac.

Baca Juga: Antisipasi Lonjakan Covid-19, Kepala Dinkes Jember Imbau Lansia Tidak Keluar Kota

Antre. Berebut.

Tercapailah persentase 60 persen itu. Sebulan lagi.

Bagaimana dengan kita yang bepergian ke ?

akan mengeluarkan daftar negara mana saja yang penduduknya boleh masuk ke negara itu. Daftar itu selalu diperbarui sesuai dengan perkembangan hasil penanganan Covid di setiap negara.

Katakanlah Indonesia tidak lagi masuk negara merah. Maka silakan saja. Ikut ketentuan new normal. Semuanya tanggung sendiri.

Maka Disway hari ini khusus ingin mengingatkan status asuransi Anda masing-masing. Yang tidak punya asuransi harus yakin dirinya sehat. Kalau sampai masuk rumah sakit di sana tak terbayangkan risiko keuangannya.

Bagi yang sudah punya asuransi pun cek baik-baik. Tanyakan secara detail: apakah sakit ditanggung asuransi. Jangan bertanya lewat telepon. Pakailah bukti tertulis. Dalam bahasa Inggris. Agar laku di sana.

Itu bagi rakyat biasa.

Bagi bos-bos besar, para pengusaha besar, tidak ada merah, kuning, atau hijau. telah memilih 1.000 pengusaha besar Indonesia. Mereka bisa datang ke kapan saja. mengeluarkan undangan khusus bagi mereka. Semacam paspor atau visa khusus bagi mereka.

Itu tidak hanya untuk pengusaha Indonesia. juga memberikan fasilitas serupa ke pengusaha besar dari negara lain. Pun bila negara itu berstatus merah. Ada yang lebih dari 1.000 orang. Ada yang kurang. Tergantung besar-kecilnya hubungan ekonomi kedua negara.

Kapan kita sendiri mencapai 60 persen? Saya tidak tahu. Saya juga lagi menunggu keterangan resmi. Agar bisa dipegang.

Yang jelas perkiraan awal saya sudah terbukti meleset. Ketika kita berkibar-kibar sebagai negara pertama yang bisa mendapat vaksin, saya optimistis sekali. Saya berharap akhir Agustus sudah bisa mencapai 60 persen. Lalu Oktober ekonomi bisa mulai menggeliat.

Saya juga dihantui oleh teori bahwa vaksinasi itu harus cepat mencapai 60 persen. Agar tidak merangsang munculnya varian baru.

Tiba-tiba varian baru sudah di depan kita. Gelombangnya lebih dahsyat dari indukannya. Si anak lebih gesit dari bapaknya. Sudah seminggu terakhir angka penderita Covid justru lebih tinggi dari puncaknya tahun lalu.

Kita memang panjang sekali memperdebatkan ''ekonomi dulu'' atau ''kesehatan dulu''. Lalu kita memilih di tengah-tengah. Kita sempat berbangga: teori kita itulah yang ternyata benar. Ekonomi tidak mati, Covid terkendali.

Ternyata tidak seperti itu.

sudah segera memasuki normal baru. Kita memasuki kenyataan baru. Di kenyataan baru itu mungkin tidak akan lagi terulang perdebatan lama: mana yang didahulukan, ekonomi atau kesehatan. Yang akan berdebat sudah sama-sama kelelahan.

La tahzan!

Itu pedoman kita. Jangan putus asa.

Saya pinjamkan juga pepatah kuno Tiongkok: mendung tidak akan menggelayut di satu tempat terus menerus.

Kita lagi tunggu angin apa yang akan mampu menggeser mendung tebal yang menggelayut itu. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Detik-Detik Warga Desa Lokki Maluku Nekat Rebut Peti Jenazah Covid-19':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO