BangsaOnline - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme
menduga 16 warga negara Indonesia yang hilang di Turki kini telah
memasuki wilayah Suriah. "Kami belum bisa pastikan, tapi kemungkinan
besar gabung ISIS," kata Deputi Penindakan dan Pembinaan Kemampuan BNPT
Inspektur Jenderal Arief Dharmawan, Minggu, 8 Maret 2015.
Menurut
Arief, faktor jihad atau ikut berperang bukan semata motif seseorang
bergabung dengan ISIS. Sebab, menurut kajian yang dilakukan BNPT, faktor
materi juga menjadi motif kuat seseorang bergabung dengan ISIS.
Arief
mengatakan ISIS telah menguasai sejumlah kilang minyak yang berada di
Suriah dan Irak. Walhasil, ISIS bisa menggunakan minyak sebagai modal
aksi mereka. Bukan cuma tentara perang, ISIS bisa menggaji orang-orang
yang bersedia bekerja untuk mereka. "Bisa bekerja di dapur umum atau
pekerjaan lain yang mendukung upaya perang mereka," kata Arief.
Untuk
pekerjaan tersebut, kata Arief, ISIS bisa memberikan gaji US$
2.000-3.000 per pekan atau setara Rp 25 juta-39 juta dalam kurs saat
ini. Jika dihitung-hitung, hampir tiap bulan mereka bisa mengantongi
duit US$ 8.000-12.000 atau setara Rp 100 juta-Rp 150 juta. "Iming-iming
uang ini juga menarik orang-orang Australia, Belanda, dan negara Eropa
lain bergabung dengan ISIS," kata Arief.
Motif
ekonomi ini, menurut Arief, semakin cocok dikaitkan dengan hilangnya 16
WNI di Turki. Sebab, dari rombongan tersebut terdapat dua bayi dan lima
anak-anak. Bisa jadi mereka ingin pindah menjadi warga negara ISIS.
"Bagi mereka, bila mati satu keluarga bisa masuk surga. Jika bertahan
hidup pun bisa mendapat kehidupan yang lebih baik," kata dia.
Sebelumnya,
16 warga negara Indonesia dikabarkan hilang di Istanbul, Turki. Mereka
sengaja memisahkan diri dari rombongan asal Indonesia yang awalnya
berjumlah 25 orang. Ada dua bayi dan lima anak-anak yang terdaftar dalam
rombongan hilang itu. Selain bayi dan anak kecil, rombongan hilang itu
terdiri dari satu remaja dan delapan orang dewasa.
Hilangnya
keenam belas orang itu berawal dari pemisahan diri dari rombongan tur
yang jumlah keseluruhannya 25 orang. Rombongan yang menggunakan travel
bernama Smailing Tour ini berangkat dari Indonesia pada 24 Februari 2015
dari Jakarta. Mereka berjanji kembali bergabung pada 26 Februari 2015,
di Kota Pamukkale, Turki. Namun, hingga tanggal yang dijanjikan, keenam
belas orang itu tak kunjung datang.
Sementara itu sekitar separuh dari 700 warga Inggris yang
pergi ke Suriah atau Irak untuk bergabung dengan Negara Islam Irak dan
Suriah (ISIS) sudah kembali pulang. Demikian dikabarkan mingguan The Sunday Telegraph, Minggu (8/3/2015).
Angka
yang dimuat dalam artikel soal bocornya rancangan undnag-undang
anti-ekstremisme baru itu, jauh lebih tinggi dari perkiraan semua yang
menyebut 500 warga Inggris bergabung dengan ISIS dan 250 orang telah
kembali.
Menurut The Sunday Telegraph para veteran ISIS yang berpotensi bahaya yang pulang kampung itu mencapai jumlah sedikitnya 320 orang.
Sementara
itu, rencana pemerintah Inggris memerangi ekstremisme termasuk
mengincar pengadilan Syariah Islam, larangan untuk mempekerjakan
anak-anak dan identifikasi terhadap mereka yang diduga telah
teradikalisasi saat mengajukan klaim tunjangan kesejahteraan.
Langkah
lain adalah hukuman bagi mereka yang melarang seseorang belajar bahasa
Inggris untuk meningkatkan integrasi dengan masyarakat serta memperketat
pemberian kewarganegaraan hingga dipastikan calon warga baru itu telah
memahami "nilai-nilai bangsa Inggris".
Sejauh ini, Kementerian Dalam Negeri Inggris belum memberikan komentar terkait masalah ini saat dihubungi kantor berita AFP.
Baca Juga: Napiter WBP Lapas Surabaya Ucapkan Janji Setia kepada NKRI
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News