Kasus Rp 2 T, Dua Profesor Terkecoh, Kapolda Sumsel Ziarah Makam Akidi Tio

Kasus Rp 2 T, Dua Profesor Terkecoh, Kapolda Sumsel Ziarah Makam Akidi Tio Dahlan Iskan

Dari situ diketahui ternyata AkidiTio bermarga Zhang. Membaca huruf kanji di nisan itu harus pakai cara lama: dari kanan. Berarti nama lengkap AkidiTio adalah Zhang Ji Ya.

Lalu ada kata 府公 (Fu Gong) di sebelah namanya. Itu menandakan ia seorang suami. Dari situ juga diketahui bahwa AkidiTio menggunakan bahasa Tiochu–bahasa Mandarin suami adalah 老公。

Tidak tahu bagaimana ketika di-Indonesia-kan nama Zhang Ji Ya itu menjadi AkidiTio. Tapi kata Tio di situ menunjukkan ia dari suku Tiochu–dari kota Shantou. Yakni satu kabupaten paling timur-laut provinsi Guangdong. Di perbatasan dengan provinsi Fujian.

Itu juga terlihat dari dua kata besar di nisan itu. Ada tulisan: 广东。Menandakan asal-usulnya dari Guangdong.

Foto itu menjawab penasaran saya selama seminggu: siapa nama Mandarin AkidiTio. Lebih 10 orang Tionghoa Palembang saya tanya: tidak tahu.

Saya pun hubungi Bupati Aceh Timur Rocky Hasbalah. Saya pernah tidur di rumahnya di Aceh Timur. Tentu ia tahu soal AkidiTio. KanAkidi orang Tionghoa Aceh –dari Langsa. Ternyata Bupati Rocky tidak tahu. Yang ia tahu adalah: ia punya teman, yang punya teman lagi, yang kenal dengan temannya anak AkidiTio.

Saya pun menelusuri dari teman ke teman Ricky itu. Anak sulung Akidi memang lahir di Langsa. Anak sulung itu bernama entah siapa tapi selalu dipanggil Ahok. Ia, si Ahok itu, punya pabrik kecap di Langsa, Aceh Timur.

Saat Eko Indra Heri berpangkat letda (letnan dua) bertugas di Langsa. Itulah tugas pertama Eko setelah tamat dari Akabri. Saat di Langsa itulah Eko Indra kenal dengan Ahok.

Ahok pun tahu Eko Indra ternyata berasal dari Palembang. Ahok pun bercerita bahwa ayahnya, Akidi Tio, tinggal di Palembang. Ahok minta agar Eko Indra –bila sedang pulang kampung– berkunjung ke rumah sang ayah di Palembang.

Saya pun menghubungi salah satu personel Polda Sumsel. Mengapa Kapolda ziarah ke makam Akidi. "Beliau ingin mendoakan Pak Akidi agar hidupnya di alam sana tenang," ujar staf itu. "Kapolda memang merasa sedih, tapi Pak Akidi tentu merasa lebih sedih lagi," tambahnya.

Nama Akidi memang lebih banyak disebut justru setelah 12 tahun dimakamkan di Talang Kerikil. Itu karena putri bungsunya, Heryanti (Ahong), menyumbang Rp 2 triliun demi memenuhi wasiat sang ayah. Sumbangan itu ternyata bodong–setidaknya sampai hari ini.

Tentu Ahong yang mestinya segera minta maaf ke kapolda. Juga ke masyarakat Sumsel. Justru kapolda yang ke makam AkidiTio.

Bahkan, kata staf Polda itu, istri kapolda sudah pula menelepon Heryanti, putri bungsu Akidi. "Bu Kapolda sudah memaafkan apa yang dilakukan Heryanti pada suaminyi," ujarnya.

Istri itu asli Aceh. Wanita Pidie.

Sedang Kapolda yang lahir, SD, SMP dan SMA di Palembang berdarah Jawa dari seorang ayah anggota TNI-AU di Talangbetutu, Palembang.

Demikian juga Kapolda ternyata sudah ke rumah Prof Dr dr HardiDarmawan. Kapolda memaafkan sang profesor.

Kenapa Kapolda yang ke rumah Prof Hardi? Bukan sebaliknya? "Kapolda menganggap Prof Hardi itu lebih senior," ujar staf tersebut. "Kapolda bilang kepada sang profesor, anggap saja ini ada dua profesor yang terkecoh".

Kapolda Eko Indra ternyata juga seorang guru besar. Ia profesor ilmu sumber daya manusia di PTIK (Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian). Sejak tahun lalu –di wisuda tiga bulan lalu. Gelar doktornya juga di ilmu SDM –dari Universitas Negeri Jakarta, dahulu IKIP.

Semua orang pernah mengalami musibah. Tapi tidak semua orang tahu bagaimana mengatasinya. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO