SIDOARJO, BANGSAONLINE.com - Pemkab Sidoarjo berencana membangun kawasan industri pengolahan hasil tembakau. Wacana ini mengemuka saat Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor bertemu Kepala Kantor Bea dan Cukai Wilayah Jatim I, Padmoyo Tri Wikanto, serta perwakilan pengusaha rokok Sidoarjo, di Pendapa Delta Wibawa, Selasa (24/8/2021).
Kawasan itu nantinya menjadi pusat produksi rokok bercukai di wilayah Kabupaten Sidoarjo dan langsung dalam pengawasan Kanwil Bea Cukai Jawa Timur.
Baca Juga: Sidang Lanjutan Bupati Nonaktif Sidoarjo, Penasihat Hukum Klaim Puluhan Saksi Tak Berhubungan
Bupati Muhdlor melihat rencana itu bagus. Pada prinsipnya ia setuju dengan rencana pembagunan kawasan terpadu pengolahan hasil tembakau. Asal mengedepankan win-win solution.
"Peralihan tempat produksi ini harus membawa keuntungan pada kedua belah pihak. Bagus bila memang dibuatkan kawasan tersendiri, asal kedua belah pihak saling menguntungkan. Pengusaha untung, negara juga untung," cetus Gus Muhdlor, panggilan karib Ahmad Muhdlor.
Kakanwil Bea Cukai Jatim I, Padmoyo Tri Wikanto membeberkan usulan rencana pembangunan kawasan terpadu menjadi sentra industri pengolahan hasil tembakau membutuhkan lahan sekitar 1 hektar.
Baca Juga: Rakor Bersama DPRD, Pjs Bupati: Perkuat Sinergi Turunkan Angka Korupsi di Sidoarjo
"Di situ nanti rokok yang keluar akan bercukai semua, apapun mereknya. Dan kawasan itu mungkin bisa dibangun lima pabrik rokok dengan kapasitas produksi pita cukai masing-masing maksimal 300 juta batang per tahun. Adanya kawasan terpadu langsung dalam pengawasan bea dan cukai," cetus Tri Wikanto.
Wacana pembangunan kawasan sentra pengolahan hasil tembakau mendapat respons positif dari Asosiasi Pengusaha Rokok Sidoarjo (Apersid).
Menurut Sekretaris Apersid, Muhammad Amin Wahyu Hidayat, keberadaan industri rokok ilegal berdampak pada menurunnya penjualan usaha rokoknya.
Baca Juga: Nama Gus Muhdlor Kerap Dicatut Sopir Pribadi dalam Kasus Pemotongan Insentif ASN BPPD Sidoarjo
Amin Wahyu yang juga mewakili para pengusaha rokok legal di Sidoarjo menuturkan, selama ini hasil produksi rokok mereka yang legal dipasarkan di luar Jawa. Penjualan turun drastis bila industri rokok ilegal menjual produknya di tempat yang sama.
"Sangat berdampak pada penjualan rokok kami yang legal ini, apalagi pemasarannya di daerah yang sama. Mayoritas hasil dari produksi rokok di Sidoarjo dijual ke luar Jawa," kata Amin.
Mewakili para pengusaha rokok di Sidoarjo yang saat ini hanya tinggal sekitar 50 perusahaan, turun drastis dari jumlah 215 perusahaan rokok di tahun 2005.
Baca Juga: Sidang Lanjutan Dugaan Korupsi Insentif BPPD Sidoarjo: 4 Saksi Bantah Terima Uang
Kata Amin, banyak yang sudah gulung tikar karena tidak mampu bersaing dengan rokok ilegal alias rokok tanpa cukai.
"Banyak pekerja yang dirumahkan, karena banyak pabrik yang gulung tikar. Bantuan dana dari bagi cukai dari pemerintah sangat membantu para pekerja. Dana itu kita manfaatkan untuk para karyawan," ujarnya.
Amin Wahyu dan kawan-kawan sesama pengusaha rokok mengapresiasi atas ketegasan pemerintah dalam memberantas rokok ilegal.
Baca Juga: Pastikan Layanan Kesehatan Optimal, Pjs Bupati Sidoarjo Sidak RSUD Notopuro
Wacana pembangunan kawasan pengolahan hasil tembakau juga dinilai Wahyu bisa menjadi solusi menekan peredaran dan produksi rokok ilegal di Sidoarjo.
"Tidak mudah melacak produksi rokok ilegal, karena diproduksi di dalam rumah, makanya kita dukung pemerintah memberantas peredaran rokok ilegal ini," pungkas Amin.
Diketahui, peredaran rokok ilegal menurut data dari Kantor Bea Cukai Wilayah Jawa Timur masih tinggi, sebesar 4,2 persen. Kementerian Keuangan menarget di bawah 3 persen.
Baca Juga: Bupati Nonaktif Sidoarjo Klaim Tak Pernah Perintahkan Sunat Insentif ASN
Data tersebut termasuk peredaran rokok ilegal yang diproduksi di wilayah Jawa Timur, termasuk Sidoarjo. Tingginya angka peredaran rokok tanpa pita cukai mengakibatkan kerugian negara.
Total kerugian tax loss atau kerugian pajak dari cukai rokok mencapai 5 triliun rupiah pada tahun 2020. Besarnya kerugian itu akibat dari pengusaha rokok nakal yang tidak mau mengurus izin usaha. (sta/ian)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News