Inilah NU dan Wanita Afghanistan, Wawancara Dahlan Iskan dengan Mahasiswa Suku Pustun

Inilah NU dan Wanita Afghanistan, Wawancara Dahlan Iskan dengan Mahasiswa Suku Pustun Dahlan Iskan saat mewawancarai Wali, mahasiswa suku Pustun Afghanistan di Masjid Kampus KH Abdul Chalim Pondok Pesantren Amanatul Ummah Pacet Mojokerto, Jawa Timur. Foto: disway

(Lambang NU Afghanistan. foto: Disway)

"Saya minta saran dari para dosen dan keluarga. Mereka mendorong saya untuk menerima tawaran beasiswa itu," ujar Wali.

Ia tidak tahu apa-apa tentang Indonesia kecuali dua hal: ibu kotanya Jakarta dan merupakan negara berpenduduk Islam terbesar di dunia.

Kini, setelah lima tahun di Pacet, Wali sudah mahir berbahasa Indonesia. Juga bahasa Jawa. "Saya kalau telepon ke keluarga sering terlupa pakai bahasa Indonesia," katanya lantas tertawa.

Saya menemui Wali kemarin pagi di Pacet. Di asramanya. Lalu kami ngobrol di masjid kampus. Kami bersila di dekat bedug, Selama lebih 1 jam.

Wali berkulit putih, bermata tajam, berkumis, berjambang, dan berjenggot. Penampilannya rapi sekali. Bajunya hem lengan pendek yang disetrika licin. Kumis, jambang, dan jenggotnya pun dicukur rapi. Badannya terjaga langsing. Kopiahnya putih. Dan ini dia: pakai sarung.

"Waktu datang di Indonesia, tahun 2016, saya membawa 6 pakaian Afghanistan. Sekarang tinggal satu," katanya.

Selebihnya sudah habis diminta teman-teman baiknya. "Yang sisa satu itu tidak boleh lagi diminta," katanya. Sekarang hampir sepanjang hari ia memakai sarung.

Sejak tahun 2016 itu Wali belum pernah pulang kampung. "Tahun lalu ingin pulang tiba-tiba ada Covid," katanya.

Maka setelah lulus S-1 jurusan ekonomi syariah, Wali meneruskan ke S-2 jurusan manajemen. Kelihatannya Wali memang kerasan di Indonesia. Makanan Indonesia yang mana pun ia suka. Terutama sekali rawon. Dan nasi goreng.

Sesekali kalau kangen masakan Afghanistan ia masak sendiri. Ada kompor di kamarnya. Ia suka masak hagei dan mahi. Hagei adalah sebangsa roti lebar itu. Mahi adalah telur dadar yang diberi macam-macam itu.

Di Indonesia Wali sudah sering diminta khotbah. Pakai bahasa Arab dan Indonesia. Khotbah di Indonesia beda dengan di Afghanistan yang aliran Hanafi. Di Afghanistan khotbah murni bahasa Arab. Hanya saja sebelum khotbah selalu ada ceramah dalam bahasa Parsi atau Pastun. Ceramah sebelum khotbah itu disebut nasihat. "Jumat di sana ada khotbah dan ada nasihat," ujarnya.

Itu sama dengan Jumatan di Tiongkok. Yang sering saya ikuti. Di provinsi mana pun. Khotbahnya murni bahasa Arab. Sebelum itu ada nasihat dalam bahasa Mandarin.

Mana yang terbanyak dipakai wanita di seluruh Afghanistan? Burkah? Niqab? Hijab?

Dulu, 20 tahun lalu:

Burqah 60 persen.

Niqab 30 persen

Hijab 20 persen.

Sekarang:

Burqah 30 persen

Niqab 30 persen

Hijab 40 persen.

Hijab di Afghanistan berbeda dengan di Indonesia. Di sana tidak ada hijab yang dipadu dengan celana atau baju ketat. "Hijabnya wajah memang kelihatan tapi selebihnya pakai abaya -long dress," kata Wali.

Wali belum tahu akan di mana masa depannya. Kawin dengan wanita Indonesia pun kalau sudah takdir nggak masalah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO