JAKARTA, BANGSAONLINE.com – Salah satu pemicu konflik Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) adalah Jadwal Muktamar ke-34 NU yang semula ditetapkan pada 23-25 Desember di Lampung, namun kemudian berubah. Jadwal Muktamar NU jadi tarik menarik antara dua kubu Bakal Calon Ketua Umum PBNU, yaitu KH Said Aqil Siraj dan KH Yahya Cholil Staquf. Konflik itu kemudian menyeret Penjabat (Pj.) Rais Aam Syuriah PBNU KH Miftahul Akhyar ke dalam urusan teknis.
Kiai Miftahul Akhyar yang berada di kubu Yahya Staquf mengeluarkan surat perintah kepada Panitia Muktamar agar melaksanakan Muktamar pada 17 Desember 2021. Dalam surat berkop PBNU bertanggal 25 November 2021 itu Kiai Miftahul Akhyar tandatangan sendirian atas nama Penjabat (Pj) Rais Am Syuriah PBNU.
Baca Juga: Hari Santri Nasional 2024, PCNU Gelar Drama Kolosal Resolusi Jihad di Tugu Pahlawan Surabaya
Namun, Panitia Muktamar menolak melaksanakan perintah Kiai Miftahul Akhyar. Panitia -baik pengarah maupun pelaksana - memilih menunggu keputusan PBNU.
Sebelumnya, Helmy Faishal Zaini, Sekjen PBNU, yang merupakan kubu Said Aqil mengeluarkan pernyataan bahwa Muktamar NU ditunda hingga 31 Januari 2021.
Konflik keras pun tak terelakkan. Kubu Pj. Rais Aam PBNU Kiai Miftahul Akhyar ngotot Muktamar NU dimajukan, sedang kubu Ketua Umum PBNU Kiai Said Aqil ngotot memundurkan jadwal muktamar.
Baca Juga: Ba'alawi dan Habib Luthfi Jangan Dijadikan Pengurus NU, Ini Alasan Prof Kiai Imam Ghazali
Di tengah konflik keras itu, ternyata Pemerintah batal menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 3 di semua wilayah Indonesia pada masa libur natal dan tahun baru (Nataru). Para kiai dan netizen pun berkomentar miring di berbagai media sosial.
“Gitu aja NU sudah perang,” tulis KH Abdul Wahid Asa, mantan Wakil Ketua PWNU Jawa Timur.
Kiai lain berkomentar menohok. “Dalam pembatan PPKM Level 3 masih ada syarat: perkumpulan massa hanya diizinkan maksimal 50 orang. Artinya, boleh natal ke gereja, boleh perjalanan mudik natal, tapi mu’tamar tetap tidak boleh,” tulis Kiai Fadlolan.
Baca Juga: Tembakan Gus Yahya pada Cak Imin Mengenai Ruang Kosong
Dan banyak komentar kiai-kiai lain.
Seperti diberitakan, kebijakan pembatalan PPKM itu diambil dengan membandingkan penanganan pandemi saat ini dengan tahun lalu.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyebut tes dan telusur jadi salah satu pertimbangan. Menurutnya, jumlah tes dan telusur saat ini sudah jauh lebih tinggi dibanding akhir tahun lalu.
Baca Juga: Respons Hotib Marzuki soal Polemik PKB-PBNU
"Indonesia saat ini lebih siap dalam menghadapi momen Nataru. Testing dan tracing tetap berada pada tingkat yang tinggi meski kasus rendah, dan lebih baik dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu," kata Luhut dalam keterangan tertulis di situs resmi Kemenko Marves, Senin (6/12).
Dilasir CNN Indonesia, Luhut juga menyebut tingkat vaksinasi Covid-19 mempengaruhi kebijakan itu. Dia membandingkan dengan kondisi libur Natal dan tahun baru 2020 saat vaksinasi belum dimulai.
Saat ini, 76 persen penduduk di Jawa dan Bali telah menerima vaksin Covid-19 dosis pertama. Sebanyak 56 persen penduduk sudah disuntik dosis kedua.
Baca Juga: Prof Kiai Imam Ghazali: Klaim Habib Luthfi tentang Kakeknya Pendiri NU Menyesatkan
Sebagai ganti pembatalan PPKM level 3, pemerintah akan memperketat sejumlah aturan. Misalnya, larangan perayaan tahun baru di semua tempat keramaian.
Pemerintah pun membatasi kapasitas pengunjung mal, pusat perbelanjaan, restoran, dan pusat keramaian lainnya maksimal 75 persen. Acara sosial budaya dibatasi maksimal 50 persen peserta.
Aturan perjalanan jarak jauh diperketat. Warga yang tidak bisa menerima vaksin Covid-19 karena alasan medis dilarang bepergian jarak jauh.
Baca Juga: PBNU Lantik 669 Pengurus Anak Ranting PCNU Situbondo Berbasis Masjid
Adapun pelaku perjalanan lain harus sudah divaksin dan menunjukkan hasil tes antigen negatif Covid-19. Anak-anak wajib tes PCR sebelum ikut dalam perjalanan jarak jauh via pesawat. Jika melalui jalur darat atau laut, anak-anak boleh mengikuti tes antigen.
"Berbagai langkah yang diambil oleh pemerintah didasarkan pada data dan perkembangan informasi terkini terkait pandemi Covid-19. Evaluasi terus dilakukan secara berkala tiap minggunya sehingga kebijakan bisa beradaptasi dengan cepat, menyesuaikan perkembangan terbaru," ujarnya. (tim)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News