NU, Bahasa Resmi PBB

NU, Bahasa Resmi PBB Presiden Joko Widodo saat membuka Muktamar ke-34 NU di Pondok Pesantren Darussa'adah, Lampung Tengah, Rabu (22/12/2021).

Oleh: Prof. Dr. KH. Imam Hambali, M.Pd.* ---  telah berusia hampir 100 tahun. Perkembangan dari masa ke masa, yang ditandai oleh muktamar satu ke muktamar berikutnya memiliki dinamika yang selalu berubah dan sering tidak linier. 

Banyak faktor yang berpengaruh terhadap perubahan dinamis yang bersifat periodik tersebut, namun sifatnya tidak signifikan bagi eksistensi sendiri. Sehingga, keberadaan masih kokoh dan sangat diperlukan, terutama dalam rangka mengawal pembinaan stabilitas kaum nahdliyin yang sangat banyak jumlahnya di Indonesia. 

Baca Juga: Digawangi Perempuan Muda NU, Aliansi Melati Putih se-Jatim Solid Menangkan Khofifah-Emil

Hal tersebut sangat dipahami oleh para pelaku ekonomi, politik, kekuasaan lokal Indonesia, maupun pemain strategis regional dan global. Tidak tanggung-tanggung, sebagian mereka menganggap kebesaran , yang muslim moderat akomodatif sangat menarik sekaligus dikhawatirkan menjadi kekuatan besar Muslim dunia di masa yang akan datang. 

Karakter khas Muslim nahdliyin yang sulit diadu-domba dan diajak kekerasan menjadikan mereka semakin gemas dan ketar-ketir. Sulitnya diadu dan dibuat keras kepala oleh kaum orientalis, semakin ditakuti, dan mereka memerlukan stategi baru. Nah akhirnya, mereka merubah strateginya dengan istilah baru merangkul-mencium-mendepaknya.

Adu Domba vs Soft Cutting

Baca Juga: Rais Aam PBNU Ngunduh Mantu dengan Pemangku Pendidikan Elit dan Tim Ahli Senior di BNPT

Memang strategi adu-domba yang telah berhasil diterapkan di timur tengah, sangat sulit diterapkan untuk mengurai dan melemahkan kaum nahdhiyiin di Indonesia. Kepatuhan ummat kepada ulama dan sikap no profile para ulama yang ditunjukkan dalam kegiatan sehari-hari semakin menyulitkan mereka. 

Sulit mencari ulama yang mudah diadu domba. Dibarengi keberhasilan Christiaan Snouck Hurgronje yang mengecoh rakyat Aceh zaman kolonial Belanda, nampaknya sratrategi ini dilirik lagi untuk melumpuhkan kaum nahdliyin. Saya mengistilahkan soft cutting.

Go Internasional ala

Baca Juga: Khofifah: Muhammadiyah Pilar Kemajuan Bangsa dan Umat

GO internasional yang telah dirintis oleh pengurus 2 periode terakhir, yang sebagian ditandai banyaknya Pengurus Cabang Istimewa/Internasional (PCI) yang tersebar di seluruh dunia, merupakan salah satu bentuk langkah maju sebagai organisasi yang tidak hanya berorientasi local regional. 

Kenyataan tersebut seharusnya disambut gaut bersambung dengan pengurus di era belakang ini. Penguasaan bahasa resmi , atau minimal Inggris dan Arab sudah seharusnya menjadi standard baku bagi terjadinya linieritas pertumbuhan dan perkembangan yang ditunggu. 

Nah, dengan demikian, bahasa global yang dipersiapkan nampaknya belum menunjukkan hasil yang memadai, terutama dengan sambutan iftitah yang dengan menggunakan bahasa non . Hal itu tidak berlebihan jika dipertanyakan oleh para muktamirin, dan tidak boleh diabaikan begitu saja seperti tidak bermakna. 

Baca Juga: Panas! Saling Sindir soal Stunting hingga 'Kerpek' Catatan Warnai Debat Terakhir Pilbup Jombang 2024

Oleh sebab itu, para ulama dan kaum intelektual harus bergerak dinamis menyambut internasionalisasi itu sendiri sebagai bagian perluasan wilayah jangkauan Rohmatan Lil Alamin ala . Kelompokan serta keselarasan bersinergi ulama dan kaum intelektual harus diwujudkan. 

Pascasarjana muktamar, harus ada ide mendasar para Ilmuwan dan Profesor , menyatu padu untuk mengawal bersama perkembangan dalam proses go internasionalnya, agar Aceh di zaman kolonial tidak terjadi lagi. Amien

*Penulis adalah Guru Besar Universitas Negeri Malang dan Ketua Asosiasi Dosen .

Baca Juga: Bang Udin, Pemuda Inspiratif Versi Forkom Jurnalis Nahdliyin

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Mobil Dihadang Petugas, Caketum PBNU Kiai As'ad Ali dan Kiai Asep Jalan Kaki ke Pembukaan Muktamar':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO