SURABAYA (BangsaOnline) - Pengasuh Pesantren Tebuireng Jombang KH Ir Salahuddin Wahid (Gus Solah) mengaku sudah punya jaringan ekonomi untuk program NU jika kelak terpilih sebagai Ketua Umum Tanfidziah PBNU dalam Muktamar NU ke-33 di Jombang.
”Sudah ada teman yang siap. Tinggal bagaimana PWNU dan PCNU, siap nggak nanti,” kata Gus Solah dalam diskusi terbatas di Surabaya ketika ditanya tentang program pemberdayaan warga NU, terutama secara ekonomi.
Baca Juga: Mitos Khittah NU dan Logika Kekuasaan
Masalah pemberdayaan ekonomi ini sempat mencuat ketika salah seorang peserta diskusi asal Sulawesi mengatakan bahwa problem NU selama ini adalah masalah ekonomi. Menurut Gus Solah, jaringan ekonomi yang sudah siap itu adalah berskala nasional.
”Jadi tinggal kesiapan NU di daerah,” kata Gus Solah yang pernah dua kali menjabat Ketua PBNU. Karena itu, diskusi yang diikuti para aktivis NU dan pelaku ekonomi itu kemudian berkembang menjadi semacam “upaya realisasi program ekonomi” yang siap dioperasionalkan.
Bahkan seorang peserta yang punya background pengusaha mengaku siap membantu Gus Solah untuk mengoperasikan secara konkrit ekonomi warga NU. ”Kalau itu masalah gampang. Yang penting kita profesional,” katanya.
Baca Juga: Kembangkan Kewirausahaan di Lingkungan NU, Kementerian BUMN Teken MoU dengan PBNU
Menurut pengusaha yang duduk berjejer dengan Gus Solah itu, NU punya potensi ekonomi besar tapi selama ini belum dikelola secara baik dan maksimal. Ia mengakui tak semua pengurus NU punya bakat mengembangkan ekonomi. Karena itu perlu pemilahan yang jelas. Menurut dia, bagi pengurus NU yang belum punya kemampuan mengelola ekonomi, maka solusinya ditempatkan sebagai pengontrol atau pengawas. Dengan demikian program ekonomi NU bisa berjalan secara proporsional dan profesional.
Program ekonomi NU kolosal ini tampaknya akan menjawab kegalauan warga NU selama ini. Apalagi kalau program ini bisa dikongkritkan dalam wujud usaha ekonomi pada semua PWNU dan PCNU di seluruh Indonesia. Bentuknya bisa macam-macam, tergantung kondisi dan kesiapan PCNU dan PWNU setempat.
Menurut Gus Solah, seorang Ketua Umum Tanidziah PBNU harus banyak bekerja di sektor ranah praksis dan bisa menjawab kebutuhan kongkrit masyarakat. ”Harus ada pembagian tugas antara Rais Am dan Ketua Umum Tanfidziah,” katanya.
Baca Juga: Konflik Baru Cak Imin, Istri Said Aqil Mundur dari PKB, Akibat Khianat saat Muktamar NU?
Gus Solah mengaku punya obsesi besar tentang NU. ”Kita harus mengembalikan kejayaan NU,” kata alumnus Institut Teknologi Bandung (ITB) ini.
Sebelumnya, ketika menjadi nara sumber di Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Hikam Depok Jawa Barat, Gus Solah bercerita bahwa sewaktu masih kecil pernah diajak ayahnya, KH A Wahid Hasyim (putera Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari, pendiri NU dan Pesantren Tebuireng), untuk mengunjungi percetakan milik NU yaitu YAMUNU.
”Pada jaman itu (50-an) NU sudah punya percetakan besar. Sekarang kita tak punya,” tegas Gus Solah. Karena itu Gus Solah optimis bisa memperbaiki manajemen dan leadership NU. ”Jangan percaya mitos bahwa NU tak bisa diperbaiki,” tegas Gus Solah yang mantan Wakil Ketua PMII Bandung ini.
Baca Juga: Emil Dardak Dukung Muktamar NU ke-35 di Surabaya
Yang menarik, Gus Solah mengaku pernah dilarang duduk sebagai pengurus PBNU oleh kakaknya, KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
”Waktu Gus Dur jadi Ketua Umum PBNU, Gus Dur bilang: saya (Gus Dur) sudah di sini (PBNU), kamu (Gus Solah) nggak usah. Nanti aja setelah saya (setelah Gus Dur tak menjabat),” ungkap Gus Solah menceritakan permintaan Gus Dur disambut tawa peserta.
Presiden RI keempat itu menjabat Ketua Umum PBNU selama tiga periode. Gus Solah kemudian lebih banyak bekerja. Namun Gus Solah yang mantan Wakil Ketua Komnas HAM itu mengaku banyak uang setelah tak bekerja. “Uang saya lebih banyak setelah tak bekerja,” katanya lagi-lagi disambut tawa peserta.
Baca Juga: Satu Abad Nahdlatul Ulama, Eri Cahyadi Ingin Surabaya jadi Tuan Rumah Muktamar NU ke-35
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News