KEDIRI, BANGSAONLINE.com - BPBD Kabupaten Kediri menggelar acara fasilitasi penguatan bagi Pengurus Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) setempat. Mewakili Sekretaris Daerah Kabupaten Kediri, Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Kediri, Slamet Turmudi, membuka agenda tersebut.
"Sebagaimana kita ketahui bahwa forum pengurangan risiko bencana Kabupaten Kediri telah dikukuhkan oleh Bupati Kediri pada tanggal 27 Januari 2022. Forum Pengurangan Risiko Bencana ini merupakan Mitra strategis pemerintah daerah dalam upaya penanggulangan bencana di wilayah Kabupaten Kediri," ujarnya di Ruang Joyoboyo, Pemkab Kediri, Rabu (9/2).
Baca Juga: Diduga Korsleting Listrik, Rumah Warga Sisir Kota Batu Ludes Terbakar
Ia menuturkan, forum pengurangan risiko bencana ini terdiri dari perwakilan seluruh unsur pentahelix, baik pemerintah, perguruan tinggi atau akademisi, dunia usaha, media, dan masyarakat atau relawan.
"FPRB adalah mitra strategis pemerintah dalam penanggulangan bencana. Melalui program kerja FPRB seperti kegiatan hari ini, dapat mempercepat terbangunnya ketangguhan dan kemandirian penyelenggaraan penanggulangan bencana di Kabupaten Kediri," tuturnya.
Kasi Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Jawa Timur (Jatim), Dadang Iqwandy, mengatakan bahwa penanganan bencana saat ini masih bersifat responsif. Ia meminta agar penanggulangan bencana nantinya untuk preventif.
Baca Juga: Tinjau Posko OMC, Pj Gubernur Adhy: Upaya Kurangi Dampak Cuaca Ekstrem di Daerah Rawan Banjir
"Contoh banjir dan tanah longsor. Penanggulangan bisa dikerjakan sebelum terjadi bencana. Dan itu tidak mungkin dikerjakan oleh BPBD sendiri harus melibatkan kawan-kawan yang tergabung dalam Forum Pengurangan Risiko Bancana," kata Dadang.
Menurut dia, permasalahan saat ini adalah belum sinerginya antara pihak-pihak terkait kebencanaan. Sehingga, FPRB Kabupaten Kediri harus memperbaiki kinerja yang baik dan menjalin sinergi dengan pihak-pihak terkait.
"Perlu diketahui, di BPBD baik di Jawa Timur dan Kabupaten Kota itu sangat terbatas untuk SDM, sarana dan prasarana. Untuk itu, BPDB harus melibatkan kawan-kawan yang tergabung dalam FPRB untuk mengatasi keterbatasan itu," ucap Dadang.
Baca Juga: Ini Harapan Pj Gubernur Adhy saat Peresmian Taman Edukasi Bencana BPBD Jatim
Ia berujar, Kajian Risiko Bencana (KRJ) harus terus dilakukan. Pengkajian risiko bencana adalah metode untuk menganalisa bahaya potensial dan mengevaluasi kondisi kerentanan yang ada dan dapat menyebabkan ancaman atau membahayakan orang, harta benda, mata pencarian, serta lingkungan tempat masyarakat bergantung.
Sedikitnya, kata Dadang, ada empat tindakan prioritas pengurangan risiko bencana, yakni memahami risiko bencana, kebijakan dan praktek harus didasarkan pada pemahaman kerentanan, kapasitas, karakteristik bahaya dari lingkungan, penguatan tata kelola risiko, Investasi PRB untuk resiliensi dan Meningkatkan manajemen risiko.
"Maka dari itu kami mengajak FPRB Kabupaten Kediri, bagaimana caranya mengatasi masalah kebencanaan termasuk mencari solusinya," pungkasnya.
Baca Juga: PMI Kabupaten Pasuruan Buka Layanan Dapur Umum untuk Masyarakat Terdampak Banjir
Sementara itu, Sekjen FPRB Jatim, Catur Sudarmanto, menyebutkan sasaran dan harapan yang ingin dituju dalam kegiatan FPRB, yaitu meningkatkan pemahaman berbagai pemangku kepentingan serta meningkatkan partisipasi para pihak dalam upaya pengurangan risiko bencana.
"Dalam Pasal 1 ayat 6 Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana," kata Catur.
Ia memaparkan, desa tangguh bencana (Destana) harus dibentuk guna memastikan penanganan risiko bencana ditangani dengan baik. Destana merupakan desa yang memiliki kemampuan untuk mengenali ancaman di wilayahnya dan mampu mengorganisir sumber daya masyarakat untuk mengurangi kerentanan dan sekaligus meningkatkan kapasitas demi mengurangi risiko bencana.
Baca Juga: Operasi Modifikasi Cuaca di Jawa Timur Sasar Perairan Madura
"Masalah yang dihadapi FPRB saat ini, salah satunya adalah bahwa FPRB hanya dijadikan kendaraan saja. Tapi ketika melakukan kegiatan tidak menggunakan FPRB. Setiap orang yang menjadi bagian organisasi, harus bisa membawa marwah organisasi yang diikuti. Termasuk bila menjadi anggota anggota FPRB, maka setiap langkah harus mencerminkan marwah FPRB," urai Catur.
"Di organisasi (FPRB) itu, semua harus merangkul dan tidak boleh memukul. Memberdayakan tapi bukan menyingkirkan. Potensi yang dimiliki oleh anggota, harus diberdayakan," pungkasnya. (uji/mar)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News