Umat Islam Harus Bersyukur Saifuddin Ibrahim Murtad dan Jadi Pendeta, Ini Alasannya

Umat Islam Harus Bersyukur Saifuddin Ibrahim Murtad dan Jadi Pendeta, Ini Alasannya Pendeta Saifuddin Ibrahim dan istrinya, Sara Ayu Ibrahim. Foto: facebook

Simak saja rekaman video itu. Ia mendesak Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menggunakan tentara dan banser dalam mengatur adzan.

“Bapak adalah pemerintah. Menteri Jokowi. Bapak memiliki banyak hal. Bapak memiliki tentara. Pakailah tentara itu. Bahkan bapak punya Banser NU seluruh Indonesia yang bisa digerakkan bapak sebagai panglima Banser. Soal adzan itu urusan menteri agama, kenapa rakyat marah. Jangan takut dengan kadrun, Islam sontoloyo itu Pak,” kata itu.

Pernyataan itu jelas melegalisasi kekerasan dalam menerapkan kebijakan pemerintah. Itu sangat berbahaya dan sangat mengerikan. Kita tak bisa membayangkan seandainya pendeta Saifuddin Ibarahim dan Kristen berkuasa. Apalagi menjadi agama mayoritas di Indonesia. Pasti penganut agama lain – terutama umat Islam - ditindas secara otoriter dan represif.

Ini fakta tak terbantah. Simak saja pernyataan Pendeta Saiafuddin Ibarahim yang mendesak Menag Yaqut agar menghapus 300 ayat al Quran. Bahkan pendeta Saifuddin Ibrahim mengaku akan melarang umat Islam naik haji ke Makkah seandainya dia jadi menteri agama.

Ini jelas pernyataan ekstremis dan teroris. Penjajah Belanda dan Jepang saja tak melarang umat Islam naik haji. Berarti radikalisme pendeta ekremis Saifuddin Ibrahim jauh lebih keji dan berbabaya ketimbang penjajah Belanda dan Jepang. Apa ini juga berarti ajaran kasih yang digembar-gemborkan Kristen hanyalah lips service dan palsu belaka?

Karena itu umat Islam harus bersyukur atas meledaknya kasus Pendeta Saifuddin Ibrahim itu. Termasuk – sekali lagi - atas nya Saifuddin Ibrahhim. Sebab selain mengungkap sikap Kristen, juga – ini yang penting – Islam tak bisa lagi jadi sasaran stigma negatif sebagai agama radikal dan teroris. Kristen, ternyata secara vulgar telah mendeklarasikan diri - lewat Pendeta Siafuddin Ibarahim – sebagai agama intoleran dan sangat radikal. Bahkan bukan hanya intoleran tapi juga ekstrem dan intervensi serta mengancam ajaran agama lain.

Karena itu umat Islam harus bersyukur telah kehilangan Saifuddin Ibrahim yang kini jadi pendeta. Sebab, diakui atau tidak, nya Saifuddin Ibrahim itu telah mengurangi radikalisme dalam tubuh umat Islam. Diakui atau tidak, semua agama – sekali lagi, semua agama, termasuk Islam – memiliki potensi radikalisme.

Karena itu, umat Islam harus bersyukur telah kehilangan orang yang berpotensi memalukan. Ya, betapa malunya umat Islam seandainya Saifuddin Ibrahim itu berkoar untuk Islam atau bersuara seperti itu atas nama Islam. Wallahua’lam bisshawab. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO