SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) resmi disahkan dalam sidang paripurna yang dilakukan DPRD Jawa Timur (Jatim). Pengesahan dituangkan melalui penandatanganan berita acara persetujuan bersama antara Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa, dengan pimpinan dewan, Senin (21/3).
Dalam regulasi tersebut, Khofifah menyebut tiga hal yang hendak dicapai, yakni terjaminnya pemenuhan hak PMI dan keluarganya sebelum dan setelah bekerja, terjaminnya ketersediaan sumber daya manusia, sarana dan prasarna serta anggaran, dan yang terakhir memperkuat kelembagaan penyelenggaraan pelindungan PMI.
Baca Juga: Sukses Implementasikan Tata Kelola SPK Efektif dan Terukur, Pemprov Jatim Raih Penghargaan dari BSN
“Alhamdulillah Raperda tentang Pelindungan PMI resmi disahkan. Ini menjadi bentuk komitmen bersama bahwa kita memberikan pelidungan para pekerja migran kita dari hulu ke hilir. Bahkan bukan hanya pelidungan bagi PMI-nya saja, melainkan juga keluarganya. Pekerja Migran Indonesia merupakan Pejuang Keluarga dan Pahlawan Devisa, maka sudah selayaknya apabila PMI diberi hak dari Negara untuk memperoleh keamanan, layanan, dan pemenuhan hak baik sebelum, selama maupun setelah bekerja,” ujarnya di Gedung DPRD Jatim.
Untuk mewujudkan sejumlah hal yang telah disebutkan, Raperda Perlindungan PMI memuat beberapa ketentuan yang belum diatur dalam Perda sebelumnya yakni Perda No 4 Tahun 2016. Beberapa ketentuan tersebut ialah, pembinaan oleh pemerintah provinsi yang tidak hanya dilakukan terhadap calon PMI dan PMI tetapi juga pada keluarganya, melalui pembinaan manajemen ekonomi dan sosial, sehingga keluarga PMI dapat meningkatkan kesejahteraan selama dan sepulang PMI dari bekerja di luar negeri.
“Hak ini sekaligus sebagai implementasi konvensi ILO 1990 yang belum diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017,” kata Khofifah.
Baca Juga: Pemprov Jatim Sabet Sertifikasi 13 Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dari Kemenbud
Selain itu, dalam Raperda Perlindungan PMI juga diatur mengenai ketentuan di mana sebelum berangkat ke luar negeri, calon PMI harus memiliki kapasitas diri melalui pendidikan dan pelatihan kerja bersertifikat, baik dari lembaga yang diselenggarakan oleh lembaga di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota maupun lembaga swasta yang terakreditasi serta berbadan hukum.
“Calon PMI juga harus paham betul mengenai informasi pasar kerja, tata cara penempatan, dan kondisi kerja di luar negeri. Serta yang terpenting adalah setiap calon PMI harus memiliki dokumen sebagai syarat penempatan pada negara tujuan,” tuturnya.
Menurut Khofifah, di sana (Raperda Perlindungan PMI) juga diatur ketentuan mengenai fasilitasi pemulangan PMI ke daerah asal dan fasilitasi penyelesaian permasalahan PMI dalam beberapa hal, seperti meninggal dunia, sakit dan cacat, kecelakaan, tindak kekerasan fisik atau seksual, hilangnya akal budi, penipuan, dan pemutusan hubungan kerja dan hak lain yang belum diterima oleh PMI. Dengan disetujuinya raperda ini, keberadaan Layanan Terpadu Satu Atap Pekerja Migran Indonesia (LTSA-PMI) di tingkat provinsi dan tingkat kabupaten/kota harus dilakukan sebagai upaya dalam perbaikan tata laksana serta pelatihan dan pelindungan PMI.
Baca Juga: Reses, Ketua DPRD Jatim Serap Aspirasi Masyarakat di Griya Bakti Prapen Indah
“Ini menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah baik tingkat provinsi dan tingkat kabupaten/kota. Dengan harapan optimalisasi LTSA-PMI mampu sebagai kanalisasi seluruh proses migrasi yang benar-benar prosedural, terdokumentasi dan mengedukasi masyarakat lebih aware terhadap masalah risikonya,” paparnya.
Khofifah menekankan pentingnya sinergitas dan kolaborasi antarberbagai pihak, elemen strategis baik antar OPD untuk menghapus ego sektoral dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat yang membutuhkan pelayanan. Selain itu, ia berharap nantinya perda ini dapat diikuti dengan adanya perda di kab/kota yang warganya ada yang menjadi PMI.
“Kami berharap apa yang tertuang dalam raperda ini nantinya benar-benar dapat diimplementasikan oleh kita semua, utamanya stakeholder yang berhubungan langsung dengan penyelenggaraan pelindungan PMI. Sehingga kita harapkan kehidupan PMI dan keluarganya akan benar-benar mengalami perubahan ke arah yang lebih baik segera dapat terwujud,” ucapnya.
Baca Juga: Di Rakor GTRA Kanwil BPN Jatim, Adhy Karyono Optimistis Regulasi Baru Jadi Solusi Atasi Mafia Tanah
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim telah memiliki Perda No 4 Tahun 2016 tentang Pelayanan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia ke Luar Negeri, yang dibentuk berpedoman pada UU No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja di Luar Negeri, kemudian dirasa perlu adanya penyesuaian dengan peraturan perundang-undangan yang lebih baru. Untuk itu, DPRD Jatim berinisiatif mengusulkan regulasi tersebut.
UU Nomor 18 Tahun 2017 mengatur secara tegas tanggung jawab pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, pemerintah desa, serta Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI), dalam pelaksanaan pelindungan bagi PMI dan keluarganya, kemudian secara rinci diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia. Selain dalam dua peraturan perundangan dimaksud, Pemerintah melalui BP2MI juga telah menerbitkan Peraturan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pembebasan Biaya Penempatan Pekerja Migran Indonesia. (dev/mar)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News