Bahaya! Jika Jokowi Tiga Periode, Inilah Peringatan R William Liddle

Bahaya! Jika Jokowi Tiga Periode, Inilah Peringatan R William Liddle R. William Liddle. Foto: kompas.id

Penarikan kembali itu dilakukan dengan penuh kesadaran atas posisi historisnya. Pada 7 September 1998, baru beberapa bulan setelah disumpah selaku presiden ketiga RI, ia diwawancarai oleh Forum Keadilan (FK), majalah dua-mingguan yang peliputan politiknya salah satu yang paling tepercaya waktu itu. Kepala berita: ”Presiden Republik Indonesia BJ Habibie: Saya Tak Ingin Berakhir dengan Tragedi”.

Wiiliam Liddle kemudian menurunkan petikan wawancara Presiden BJ Habibie (BJH) dengan Majalah Forum Keadilan (FK).

FK: Apakah dalam kondisi perekonomian begini kita mampu mengejar cita-cita masyarakat madani? [Visi religious civil society Habibie, yang mengandung nilai ”moral dan spiritual dari agama apa pun,” selain kesejahteraan dan demokrasi.]

BJH: Saya percaya bangsa kita mampu…. Sekarang tinggal membuat sistemnya, yaitu sistem perundang-undangan, peraturan, mekanisme, dan sistem pendidikan.

FK: Tapi, kan untuk mencapai semua itu harus ada stabilitas dulu….

BJH: Stabilitas terjadi dengan sendirinya jika sudah ada transparansi, demokrasi, dan kesejahteraan. Dalam hal ini pendekatan saya adalah bottom-up (dari bawah ke atas). Bukan top-down. Kalau masyarakat madani sudah terjadi, akan lahir stabilitas yang mandiri, abadi, dan tidak bergantung pada perorangan.

Orang-orang selalu mengatakan Habibie adalah presiden yang sangat lemah. Begitu toh? Kalau saya dibandingkan dengan presiden pertama dan kedua, yang sama-sama menganut pendekatan keamanan, top-down, ya jelas dong, saya tampak lemah. Tapi, dalam top-down, yang terjadi adalah sistem komando. Semua berdasarkan perintah dari atas. ”Tok! Kalau enggak, saya tangkap, lo.”

Memang, dengan cara itu, seorang pemimpin kelihatan kuat. Tapi, sebenarnya, orang yang bertindak begitu adalah lemah. Ia terlihat kuat, tapi itu semu. Oleh sebab itu, pemerintah yang top-down, yang terlihat kuat itu, selalu berakhir dengan tragedi. Awalnya dia kelihatan kuat, tapi begitu dia tidak mampu lagi menahan semuanya, maka serentak ”prak!” Dia jatuh. Kita sudah dua kali mengalami tragedi.

Peralihan dari presiden pertama ke presiden kedua terjadi tragedi. Begitu juga dari presiden kedua ke presiden ketiga. Tapi, saya tidak ingin era saya berakhir dengan tragedi.

FK: Caranya?

BJH: Saya memulai era saya dengan era Kebangkitan Demokrasi. Saya ingin mengawalinya dengan era kristalisasi masyarakat madani. Nah, katakanlah SU MPR pada Desember 1999. Saat itu, bagi saya hanya dua option, dua pilihan. Pertama, saya tidak terpilih lagi. Berarti era saya berakhir.

Option kedua, saya diminta dengan hormat untuk meneruskan kepemimpinan satu periode lagi. Berarti itu adalah masa jabatan saya yang terakhir. Setelah itu saya tidak bisa dipilih lagi. Karena saya akan memperjuangkan dan mengeluarkan ketentuan yang akan kita jadikan Ketetapan MPR bahwa tiap presiden dan wakilnya hanya boleh dua masa jabatan.

FK: Anda setuju ada pembatasan begitu?

BJH: Iya, arah kita ke situ…. Bagi saya, itu adalah awal dari suatu tradisi peralihan kekuasaan yang tidak tragis. Mengerti, toh? Tapi kalau pada Desember 1999 rakyat menghendaki saya maju lagi, berarti itu adalah periode kedua, sekaligus terakhir bagi saya. Dengan kepastian masa jabatan presiden, kalau era saya berakhir, kan enggak ada ribut-ribut lagi. Buat apa kita ribut-ribut ganti presiden? (mma)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Sejumlah Pemuda di Pasuruan Dukung Muhaimin Maju Calon Presiden 2024':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO