PASURUAN, BANGSAONLINE.com - DPRD Kabupaten Pasuruan melalui Panitia Khusus (Pansus) Resolusi Konflik Agraria mengecam kasus mortir milik TNI AL yang nyasar ke rumah Sulastri, warga Desa Balunganyar, Kecamatan Lekok, pada Rabu (20/4/2022) lalu.
Ketua Pansus Resolusi Konflik Agraria DPRD Kabupaten Pasuruan, Eko Suryono, mengungkapkan latihan militer yang dilakukan oleh Pusat Latihan Tempur (Puslatpur) Marinir kerap berdampak terhadap warga sipil. Sehingga mengganggu ketenangan mereka.
Baca Juga: Anggota Dewan ini Sebut Hortikultura Kabupaten Pasuruan Tak Kalah dengan Daerah Lain
Karena itu, pansus menjadikan kasus ini sebagai perhatian. Pihaknya menganggap hal tersebut bisa menjadi ancaman bagi warga sekitar.
“Ada yang terkena pelipis. Ada pula mahasiswa yang terkena betis. Ini bukan kali pertama terjadi,” kata Eko Suryono.
Menurut dia, konflik agraria yang terjadi antara 10 desa di Lekok dan Nguling dengan TNI AL sejatinya sudah berlangsung sejak tahun 1960-an. Sejumlah desa yang terlibat konflik adalah Desa Alastlogo, Pasinan, Semedusari, Wates, Jatirejo, Branang, Tampung, Gejugjati dan Balung Anyar di Kecamatan Lekok. Serta Desa Sumberanyar di Kecamatan Nguling.
Baca Juga: Dua Anggota DPRD Kabupaten Pasuruan Resmi Dilantik Gantikan Rusdi dan Shobih
Selama ini, masyarakat merasa tidak pernah menjual tanah mereka, termasuk peralihan hak. Mereka mengaku sudah menempati secara turun temurun dari nenek moyang.
“Sementara, TNI AL mengklaim hak tersebut, dengan terbitnya sertifikat hak pakai Dephan TNI AL oleh BPN tahun 1990-an dengan luasan 3.676 hektare,” ucap Eko.
Pansus Resolusi Konflik Agraria DPRD Pasuruan berharap kasus ini bisa segera selesai. Menurut Eko, kasus ini membutuhkan kebijaksanaan presiden untuk mengoordinasikannya di tingkat kementerian.
Baca Juga: Politisi PDIP Ungkap Alasannya Pilih Pasangan MUDAH di Pilbup Pasuruan 2024
Pihaknya juga mendorong Panglima TNI dan KSAL ntuk menarik pasukan yang melakukan aktivitas latihan tempur.
“Pemerintah harus melakukan evaluasi agar tidak lagi melakukan latihan militer di area konflik yang sangat membahayakan penduduk. Kami juga minta agar larangan-larangan yang mencederai martabat hak asasi manusia dihapus,” sambungnya.
Keterangan yang sama disampaikan anggota pansus lainnya, Joko Cahyono. Ia menilai, konflik agraria di wilayah Lekok dan Nguling tidak bisa hanya diselesaikan di tingkat daerah. Melainkan, dibutuhkan campur tangan presiden.
Baca Juga: Keluhkan Perizinan, Sejumlah Perusahaan Wadul ke Komisi II DPRD Kabupaten Pasuruan
”Presiden Joko Widodo harus turun tangan. Ini rakyatmu ada dalam ancaman,” cetus Joko.
Ia menegaskan, masyarakat di wilayah konflik harus dilindungi. Apalagi, sampai saat ini mereka masih mendapatkan pengakuan dari pemerintah.
"Terbukti dengan adanya ADD dan DD yang digulirkan ke pemerintah desa setempat. Artinya kan mereka diakui secara administrasi. Karena itu, masyarakat harus dilindungi,” imbuhnya. (*/bib/par/rev)
Baca Juga: Komisi l DPRD Kabupaten Pasuruan Pertanyakan Serapan Anggaran yang Minim di Bawaslu
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News