JOMBANG, BANGSAONLINE.com – Sejak remaja Nyai Hj Lily Chodijah Wahid sudah aktif di organisasi. Yaitu pada Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU). Putri kelima KH A Wahid Hasyim itu tak sekedar aktif tapi sangat menonjol dan berprestasi. Bahkan Nyai Lily Wahid inilah yang memindah IPPNU dari Yogyakarta ke Jakarta.
Saat itu Nyai Lily Wahid duduk sebagai ketua I IPPNU. Selain jadi pengurus IPNNU, Nyai Lily Chodijah Wahid juga aktif di KAPPI. Yaitu Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia.
Baca Juga: Pertama di Indonesia, Pentas Wayang Perjuangan Hadratussyaikh, Dalang Ki Cahyo Kuntadi Riset Dulu
Tak aneh jika tokoh NU nasional sekaliber HM Subchan SE kemudian tertarik untuk mengusulkan Lily Wahid jadi anggota DPR RI. Mewakili IPPNU. Padahal saat itu Nyai Lily Wahid masih berusia 18 tahun.
Namun ibunya, Nyai Solichah (istri Kiai Wahid Hasyim), tak setuju. “Masak keluarga kita masuk semua. Apa kata orang nanti,” kata Nyai Solichah menolak usul HM Subchan.
Sang Ibu, Nyai Solichah, wajar menolak. Karena lima orang keluarganya – termasuk Nyai Solichah – saat itu telah mennjadi anggota DPR. Berarti Nyai Lily Chodijah akan menjadi orang keenam yang jadi anggota DPR dalam keluarganya.
Baca Juga: Polemik Nasab Tak Penting dan Tak Ada Manfaatnya, Gus Fahmi: Pesantren Tebuireng Tak Terlibat
Seandainya ibundanya tidak menolak, niscaya Nyai Lily Wahid menjadi anggota DPR RI termuda.
(HM Subchan SE. Foto: NU Online Jabar)
Baca Juga: Terima Dubes Jepang untuk Indonesia, Pj Gubernur Jatim Bahas Pengembangan Kerja Sama
Nyai Lily Chodijah saat itu mengaku kecewa. Bahkan jengkel. Tapi belakangan ia baru menyadari bahwa Allah SWT telah menyelamatkannya. “Ya, kalau saya tidak gagal saat itu, saya akan menjadi bagian dari Orde Baru dan saya tentu akan mengikuti pola pikir mereka,” kata Nya Lily Wahid dalam buku “Sama Tapi Berbeda, Potret Keluarga Besar KH A Wahid Hasyim” yang ditulis Ali Yahya tahun 2007.
Nyai Lily Wahid memang sangat keras terhadap Orde Baru. Suatu saat masjid di Ciganjur mendapat sumbangan dari Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila. Yayasan ini banyak membangun masjid. Lily Wahid bersikeras tak setuju sampai sang ibu menegurnya.
Lily Wahid tak setuju terhadap bantuan Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila itu karena cara pengumpulan sumbangannya yang dianggap tak benar menurut hukum agama. Karena memotong begitu saja gaji pegawai negeri sipil dan militer sebagai dana zakat.
Baca Juga: Silaturahmi ke Keluarga Pendiri NU, Mundjidah-Sumrambah Minta Restu
Lahir pada 4 Maret 1948, Nyai Lily Chodijah Wahid ditinggal ayahnya, KH A Hasyim Wahid, pada usia lima tahun. Ia kemudian diasuh ibunya, Nyai Solichah, sebagai single parent, yang saat itu tengah hamil.
Kegemarannya berorganisasi membuat Nyai Lily Wahid berinteraksi dengan tokoh-tokoh nasional sejak usia remaja. Bahkan pada usia 18 tahun ia telah satu panggung bersama Husni Thamrin, tokoh muda penggerak massa yang sangat terkenal pada masa peralihan Indonesia.
Berkat kecerdasannya, selepas SMA ia diterima di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) Jakarta. Tapi sayang, ia hanya sampai tingkat III. Cita-citanya menjadi dokter tak kesampaian karena keburu menikah dengan Najamuddin Rosyidi yang masih terhitung pamannya pada tahun 1970.
Baca Juga: Ziarah ke Makam Pendiri NU, Khofifah: Gus Dur dan Gus Sholah itu Guru Saya, Beliau Sosok Istimewa
(Nyai Solichah. Foto: ist)
Kuliahnya terpaksa berhenti karena terpaksa mengikuti sang suami, seorang tentara yang tempat tugasnya pindah-pindah. Mulai dari Ambon ke Surabaya lalu ke Cimahi.
Baca Juga: Persiapan Konferwil NU Jatim Capai 100 Persen, Pembukaan Siap Digelar Malam ini
Ketika di Surabaya, Nyai Lily Wahid sempat terbersit untuk meneruskan kuliahnya di Fakultas Kedoteran Universitas Airlangga (Unair). Saat itu ia diterima tapi harus mengulang dari lagi dari awal. Ia akhirnya tak kuliah lagi.
Sebagai keluarga pesantren, Nyai Lily Wahid sangat aktif melakukan dzikir dan wirid. Ia mewarisi ibunya, Nyai Solichah, aktif dan istiqamah mengamalkan amalan-amalan sunnah. Salat malam, dzikir dan membaca al-Quran menjadi kebiasaan rutin kesehariannya.
Bahkan surat Kahfi dan Yasin bagian dari bacaan wajibnya tiap hari. (MMA)
Baca Juga: Ponpes Tebuireng Siap Gelar Konferwil NU XVIII
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News