Pada Era Gus Dur, Kiai Tak Cuek pada PBNU, karena Tak Alergi Kritik, Tak Gila Hormat

Pada Era Gus Dur, Kiai Tak Cuek pada PBNU, karena Tak Alergi Kritik, Tak Gila Hormat KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sejak masih muda sangat aktif dan produktif menulis di media massa. Foto: ist

Oleh: M Mas’ud Adnan - Saya masih ingat ketika Gus Dur jadi narasumber dalam sarasehan di sebuah hotel di Surabaya Jawa Timur. Tiba-tiba ada seorang kiai mengacungkan tangan. Ia kemudian berdiri dan bicara. Mengeritik Gus Dur. Keras sekali.

Tapi setelah berbicara panjang lebar kiai itu langsung keluar. Pergi. Turun dari tempat sarasehan. Acara sarasehan itu memang digelar di lantai 2. Sejak itu kiai yang bicara berapi-api itu tak nongol lagi.

Baca Juga: Hadir di Puncak Harlah NU, Wabup Gresik Ajak Nahdliyin Kolaborasi Dukung Jalannya Pemerintahan

Jadi saat Gus Dur menjawab untuk menjelaskan apa yang dikritik, kiai itu sudah tak ada.

“Ya gini ini kiai NU. Berbicara menggebu dan mengeritik keras, tapi giliran dijawab malah pergi,” kata Gus Dur. Peserta sarasehan tertawa.

Ya, itulah salah satu pemandangan saat Gus Dur menjabat Ketua Umum. Selama tiga periode.

Baca Juga: Menteri ATR BPN Dampingi Prabowo Buka Kongres Muslimat NU, Presiden: Dukung Kesejahteraan

Banyak sekali kiai mengeritik dan mengontrol Gus Dur. Tak ada kiai yang cuek. Para kiai sangat kritis. Bahkan setiap ada pernyataan Gus Dur yang kontroversial, para kiai langsung bereaksi. Mereka riuh. Menyampaikan koreksi.

Padahal Gus Dur kondang sebagai ulama punya kharisma tinggi. Tokoh NU yang sangat disegani sekaligus dicintai. Bahkan warga NU menganggap Gus Dur waliyullah.

Tapi semua kiai kritis. Sekali lagi, tak cuek! Apalagi bilang sakkarepmu. 

Baca Juga: Gus Yahya Dorong Muslimat Jadi Tandem NU

Mungkin karena merasa memiliki. Juga merasa memiliki Gus Dur.

Gus Dur – seperti kita pahami – adalah ulama alim allamah. Ilmu pengetahuan agamanya jauh di atas rata-rata para kiai dan ulama. Pemikirannya juga sangat brilian. Jenius. Bahkan melampau jamannya.

Gus Dur juga punya nasab keturunan sangat tinggi dan terhormat. Gus Dur adalah putra KH Abdul Wahid Hasyim, pahlawan nasional dan pendiri Republik Indonesia (RI). Kiai Abdul Wahid Hasyim adalah anggota Tim 9 Perumus Dasar Negara bersama Moch Hatta, AA Maramis, Soekarno, H Agus Salim, Muh Yamin, Ahmad Subardjo, Abdul Kahar Muzakkir, dan Abikusno Tjokrosujoso.

Baca Juga: Menag Ungkap Pesan Gus Dur Jelang Wafat: Ekonomi RI Bakal Dikuasai Kelompok Minoritas Agama

(M Mas'ud Adnan. Foto: bangsaonline.com)

Gus Dur juga cucu pendiri NU, Hadtarussyaikh KHM Hasyim Asy’ari. Hadratussyaikh adalah pahlawan nasional dan tokoh kemerdekaan RI. Pendiri Pesantren Tebuireng Jombang Jawa Timur itu bahkan pernah ditangkap dan disiksa tentara Jepang.

Baca Juga: PBNU Bela Jokowi Mati-Matian, Tambang Tak Kunjung Diberikan

Alhasil, back ground sosial, keilmuan dan ketokohan Gus Dur lengkap. Tapi Gus Dur tak . Juga tak . Gus Dur justru sangat egaliter dan selalu tampil sederhana.

Sedemikian sederhananya sampai Gus Dur sering naik angkot ketika hadir ke acara seminar sebagai pembicara. Padahal saat itu Gus Dur sudah dikenal sebagai intelektual dan pemikir bereputasi nasional dan internasional.

Gus Dur memang tak . Bahkan Gus Dur tak jarang tidur di masjid saat menunggu tampil sebagai pembicara. Para wartawan di Surabaya beberapa kali menjumpai Gus Dur tidur pulas di teras masjid. Mereka (wartawan) yang mau mewawancarai Gus Dur pun harus menunggu tokoh kontroversial itu bangun dari kepulasan tidurnya.

Baca Juga: Jadi Narasumber Kongres Pendidikan NU, Khofifah Tekankan Pentingnya STEM dan Gizi pada Generasi Emas

Jadi Gus Dur tak . Sejak muda! Inilah yang seharusnya diteladani oleh para ketua umum. Juga pengurus yang lain. Termasuk PW dan PC NU. 

Mungkin karena faktor back ground yang lengkap itulah Gus Dur sangat percaya diri (PD) ketika kemudian terpilih sebagai ketua umum. Pada Muktamar NU ke-27 di Situbondo.

Harus dicatat, Gus Dur sudah menyandang nama besar jauh sebelum menjadi ketua umum. Jadi – maaf - beda sekali dengan sebagian atau pada umumnya para ketua atau pengurus NU. Yang baru populer dan merasa berkuasa setelah menjadi ketua atau pengurus NU. Sehingga tindakannya kadang tak terkontrol. Bahkan sensi dan .

Baca Juga: Matangkan Persiapan Kongres XVIII Muslimat NU, Khofifah Silaturahmi ke Ketum PBNU

(Gus Dur dan Gus Mus. Foto: ist)

Gus Dur yang punya nama lengkap Abdurrahman Ad-Dakhil itu justru sebaliknya. Reputasi pemikiran, keilmuan dan ketokohannya sudah diakui secara nasional dan internasional. Jauh – sekali lagi - sebelum menjabat ketua umum.

Baca Juga: Takut PKB Bubar, Khofifah Bakar Surat Pengunduran Diri Gus Dur

Memang, dengan menjabat sebagai ketua umum, derajat Gus Dur semakin terangkat naik. Pasti. Tapi sebaliknya, Gus Dur juga sangat berperan besar untuk mengangkat derajat NU.

Kita mencatat, berkat Gus Dur lah NU harum semerbak dalam percaturan intelektual dan civil society. Padahal sebelumnya NU distigma jumud dan terbelakang secara intelektual.

Bahkan sejak era Gus Dur, panggilan Gus naik ke tingkat nasional dan bertuah. Dan berbarokah secara politik. Sampai para politisi mengubah panggilannya dari Cak menjadi Gus. Padahal sebelumnya, panggilan Gus hanya berputar-putar di dunia pesantren.

Kita juga mencatat, sejak dipimpin Gus Dur, anak-anak muda pada tahun 80-an bergairah dan tertarik pada NU. Para mahasiswa yang sebelumnya risih mengaku NU, sejak Gus Dur menjadi ketua umum, justru merasa bangga sebagai warga dan aktivis NU.

Bertolak dari fakta-fakta tersebut, maka mafhum mukhalafahnya (kebalikan hukum dan logikanya) gampang dibuat: Jika ada pemimpin, baik ketua umum parpol maupun ketua umum organisasi kemasyarakatan dan keagamaan, bahkan pemerintahan, yang dan , bisa jadi karena tidak memiliki unsur-unsur positif yang dimiliki Gus Dur. Terutama kemampuan wawasan, pemikiran dan keilmuan. Sehingga mereka pun lalu sensi. 

Benarkah? Silakan dikoreksi secara obyektif! Dan yang paling penting, mari kita meneladani Gus Dur dalam pikiran dan tindakan, bukan dalam wacana dan klaim narasi yang tanpa wujud nyata dalam kehidupan.

Wallahua’lam bisshawab.

M Mas’ud Adnan alumnus Pesantren Tebuireng dan Pascasarjana Unair

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Semua Agama Sama? Ini Kata Gus Dur':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO