Tak Jadi Pailit, Garuda Hidup Lagi, Tapi Lion Air Terlanjur Merasuk ke Semua Rute

Tak Jadi Pailit, Garuda Hidup Lagi, Tapi Lion Air Terlanjur Merasuk ke Semua Rute Dahlan Iskan

Salah satu proposal yang menarik dari direksi adalah itu. akan minta tambahan modal dari pemegang saham pemerintah. Dengan PNM itu, menurut direksi, bisa take off lagi. Toh PMN itu akan aman. Agak. Setidaknya tidak akan dipakai untuk membayar utang. Berarti persentase saham negara pun bisa menjadi lebih besar.

Rasanya DPR juga akan menyetujui PMN untuk itu. Bukan hanya tidak perlu takut dipakai bayar utang tapi kenyataannya memang seperti itu: mana ada usulan pemerintah yang ditolak DPR.

Ini sama-sama pintar. Direksi dan Pemerintah. Inilah skema cerdas untuk menyelesaikan utang perusahaan yang sebesar gajah bengkak.

Utang memang sudah terlalu besar: Rp 142 triliun. Utang ke 123 perusahaan persewaan pesawat saja Rp 104 triliun. Kepada bank, Pertamina, Angkasa Pura, dan lain-lainnya: Rp 34 triliun. Sisanya untuk yang kecil-kecil –sekecil Rp 3 triliun.

Total ada 501 penagih utang ke . Itu sesuai dengan DPT terakhir –Daftar Penagih Tetap. Yakni para penagih yang mendaftar ke pengadilan. Yang tidak mendaftar –seandainya dinyatakan – tidak akan mendapat bagian dari penjualan aset.

DPT itu penting juga untuk pemungutan suara. Siapa yang bisa menerima usulan dan siapa yang menolak. Hebatnya, 97,4 persen bisa menerima proposal .

Pengadilan pun tinggal menetapkan tercapainya homologasi itu.

Maka yang juga harus dicatat sebagai tonggak penting adalah apa yang terjadi akhir Desember 2021. Waktu itu pengadilan niaga tidak langsung memutuskan . Keputusan hari itu mengatakan: "memberi kesempatan kepada untuk mengajukan proposal penyelesaian utang".

Lalu diminta menawarkan proposal itu kepada semua kreditor. Diberi waktu hampir 6 bulan. Kreditor harus memikirkan untuk menerima atau menolak.

Di luar pengajuan PMN, proposal itu sebenarnya biasa-biasa saja. Misalnya: hanya akan menerbangi rute-rute yang menguntungkan saja. akan menggunakan pesawat yang menguntungkan saja. Lalu akan memperbaiki kinerja dan proses bisnis.

Dengan proposal seperti itu, "Dalam tiga tahun akan untung lagi," ujar Irfan pada media. “Insya Allah bisa [untung], makanya terbanglah pakai jangan yang lain. Jadi kami bisa laba. Kalau nggak untung ngapain [mengajukan proposal perdamaian],” katanya seperti ditulis Bisnis Indonesia.

Salah satu yang bisa membuat untung adalah: apabila mengoperasikan 70 pesawat –dari yang sekarang 30 pesawat. Berarti harus sewa pesawat lagi. Tapi Irfan menegaskan sistem sewa pesawat yang akan datang berbeda dengan yang lalu.

Di masa lalu, sebelum Irfan, sewa pesawat dianggap terlalu mahal. Sistemnya juga kurang menguntungkan . Belum lagi komisi dan ceperannya. Itu yang tidak akan dilakukan lagi oleh Irfan.

Adakah Pertamina dan Angkasa Pura akan berani meminjami lagi bahan bakar dan sewa bandara? Itu tidak diatur dalam homologasi. Itu terserah pada masing-masing pihak.

Sisi kurang baiknya: homologasi ini terjadi pada saat harga bahan bakar melonjak tinggi. Juga di saat Lion Air sudah lebih dalam lagi merasuk ke semua rute. Bahkan grup Lion sudah menambah satu anak lagi: Super Air Jet.

Saya, dengan sungkan, sering menjadi penumpang Super Air Jet itu. Bukan sungkan pada , tapi pada para pramugarinya: saya ikut disebut sebagai penumpang milenial di situ.

Kesulitan lain: bagaimana bisa menyewa pesawat. Sekarang ini persewaan pesawat kembali ramai. Laris manis. Rebutan.

Berakhirnya pandemi Covid-19 membuat semua perusahaan penerbangan bangkit. Tidak mudah bagi mencari persewaan yang murah di tiga tahun mendatang. Yang dulu disewa pun sebenarnya masih di Indonesia, tapi sudah disewa Lion.

Lalu apa kabar Pelita? Yang sudah telanjur punya izin penerbangan umum? Dan sudah mulai sewa pesawat? Sudah pula punya dirut baru yang direkrut untuk membawa Pelita sebagai pengganti ?

Tentu tidak perlu disesali. Bahkan seharusnya Pertamina lebih bersyukur. Punya anak perusahaan penerbangan bukanlah ekspansi yang baik bagi Pertamina.

Soal telanjur keluar biaya, begitulah bisnis. Kadang yang seperti itu tidak bisa dihindari. Katakanlah Pertamina rugi Rp 100 miliar untuk mempersiapkan Pelita jadi Baru. Misalnya. Itu lebih baik daripada rugi Rp 100 triliun kelak. Rugi kecil lebih baik untuk menghindari rugi besar. Meski itu bukan yang terbaik.

Yang penting sudah hidup lagi. Sampai ada drama berikutnya. (Dahlan Iskan)

Anda bisa menanggapi tulisan Dahlan Iskan dengan berkomentar http://disway.id/. Setiap hari Dahlan Iskan akan memilih langsung komentar terbaik untuk ditampilkan di Disway.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO