Tak Jadi Pailit, Garuda Hidup Lagi, Tapi Lion Air Terlanjur Merasuk ke Semua Rute

Tak Jadi Pailit, Garuda Hidup Lagi, Tapi Lion Air Terlanjur Merasuk ke Semua Rute Dahlan Iskan

JAKARTA, BANGSAONLINE.com Direksi Indonesia hebat. Mereka bisa meloloskan dari . Dirut Irfan Setiaputra bahkan optimistis bakal untung. Ia minta rakyat Indonesia naik . Jangan yang lain.

Tapi bagaimana dengan Lion Air yang terlanjur merasuk ke semua rute? Ikuti tulisan wartawan kondang yang mantan menteri BUMN di HARIAN BANGSA, hari ini, Senin 20 Juni 2022. Atau di BANGSAONLINE.com di bawah ini. Selamat membaca:

SAYA harus mengucapkan selamat kepada Direksi Indonesia. Lebih khusus kepada dirutnya, Irfan Setiaputra. Jumat kemarin, mencapai tahap ''homologasi''. Ia berhasil lolos dari ancaman .

Hari itu para penagih utang sudah melakukan pemungutan suara: hampir 100 persen setuju skema penundaan pembayaran utang yang diajukan direksi .

Homologasi adalah istilah untuk tercapainya kesepakatan perdamaian antara kreditur dan debitur dalam proses peradilan PKPU/.

Itu hebat sekali. 万岁。Hidup !

Para penagih rupanya sudah berhitung: kalau dibangkrutkan mereka malah tidak mendapat apa-apa.

Itulah untungnya punya utang sekalian besar sekali. Apalagi kalau itu perusahaan negara.

Memang, kalau dikan seluruh asetnya harus dijual. Sangat tidak cukup untuk mengembalikan utang.

Hasil penjualan itu memang harus untuk membayar utang. Tapi tidak dibagi rata. Urutan pertama yang harus dibayar adalah tunggakan pajak. Urutan berikutnya: utang ke bank.

Pajak dan bank harus diutamakan. Dalam UU, itu disebut sebagai kreditur preferensi.

Lalu pesangon karyawan di urutan ketiga.

Habis.

Rasanya tidak ada lagi hasil penjualan aset itu yang masih tersisa untuk para penagih utang.

Belum lagi proses sampai aset itu bisa terjual akan sangat lama. Belum tentu selesai dalam 10 tahun.

Maka lebih baik dibiarkan hidup, mencari uang, sehat, dan akhirnya bisa membayar utang. Mungkin utang itu baru akan lunas dalam 50 tahun. Atau 100 tahun. Tapi akan lunas.

Itu kalau kembali sehat. Dan bisa memperoleh keuntungan.

Mungkinkah kembali sehat?

Dengan putusan pengadilan tersebut harusnya bisa. kini praktis tidak terbebani pembayaran cicilan dan bunga yang berat. Pembayaran cicilan dan bunganya sudah disesuaikan dengan kemampuan keuangan yang baru. Bunganya pun sudah dipangkas.

justru bersyukur digugat . Apalagi putusan pengadilan itu –berdasar kesepakatan para penagih tersebut– menerima proposal direksi . Maka penghasilan tidak banyak lagi dipakai bayar cicilan, sewa, bunga, dan denda.

Pemungutan suara itu harusnya dilakukan tanggal 17 Juni lalu. Tapi minta mundur 2 hari. Direksi perlu memastikan jumlah suara yang bisa menerima proposal melebihi 50 persen.

Kurang 50 persen dinyatakan . Maka dalam waktu dua hari itu melakukan lobi keras ke berbagai pihak.

Salah satu yang harus dilobi adalah pemerintah. Yakni untuk memastikan akan ada penambahan modal dari negara. Lewat PMN.

Salah satu proposal yang menarik dari direksi adalah itu. akan minta tambahan modal dari pemegang saham pemerintah. Dengan PNM itu, menurut direksi, bisa take off lagi. Toh PMN itu akan aman. Agak. Setidaknya tidak akan dipakai untuk membayar utang. Berarti persentase saham negara pun bisa menjadi lebih besar.

Rasanya DPR juga akan menyetujui PMN untuk itu. Bukan hanya tidak perlu takut dipakai bayar utang tapi kenyataannya memang seperti itu: mana ada usulan pemerintah yang ditolak DPR.

Ini sama-sama pintar. Direksi dan Pemerintah. Inilah skema cerdas untuk menyelesaikan utang perusahaan yang sebesar gajah bengkak.

Utang memang sudah terlalu besar: Rp 142 triliun. Utang ke 123 perusahaan persewaan pesawat saja Rp 104 triliun. Kepada bank, Pertamina, Angkasa Pura, dan lain-lainnya: Rp 34 triliun. Sisanya untuk yang kecil-kecil –sekecil Rp 3 triliun.

Total ada 501 penagih utang ke . Itu sesuai dengan DPT terakhir –Daftar Penagih Tetap. Yakni para penagih yang mendaftar ke pengadilan. Yang tidak mendaftar –seandainya dinyatakan – tidak akan mendapat bagian dari penjualan aset.

DPT itu penting juga untuk pemungutan suara. Siapa yang bisa menerima usulan dan siapa yang menolak. Hebatnya, 97,4 persen bisa menerima proposal .

Pengadilan pun tinggal menetapkan tercapainya homologasi itu.

Maka yang juga harus dicatat sebagai tonggak penting adalah apa yang terjadi akhir Desember 2021. Waktu itu pengadilan niaga tidak langsung memutuskan . Keputusan hari itu mengatakan: "memberi kesempatan kepada untuk mengajukan proposal penyelesaian utang".

Lalu diminta menawarkan proposal itu kepada semua kreditor. Diberi waktu hampir 6 bulan. Kreditor harus memikirkan untuk menerima atau menolak.

Di luar pengajuan PMN, proposal itu sebenarnya biasa-biasa saja. Misalnya: hanya akan menerbangi rute-rute yang menguntungkan saja. akan menggunakan pesawat yang menguntungkan saja. Lalu akan memperbaiki kinerja dan proses bisnis.

Dengan proposal seperti itu, "Dalam tiga tahun akan untung lagi," ujar Irfan pada media. “Insya Allah bisa [untung], makanya terbanglah pakai jangan yang lain. Jadi kami bisa laba. Kalau nggak untung ngapain [mengajukan proposal perdamaian],” katanya seperti ditulis Bisnis Indonesia.

Salah satu yang bisa membuat untung adalah: apabila mengoperasikan 70 pesawat –dari yang sekarang 30 pesawat. Berarti harus sewa pesawat lagi. Tapi Irfan menegaskan sistem sewa pesawat yang akan datang berbeda dengan yang lalu.

Di masa lalu, sebelum Irfan, sewa pesawat dianggap terlalu mahal. Sistemnya juga kurang menguntungkan . Belum lagi komisi dan ceperannya. Itu yang tidak akan dilakukan lagi oleh Irfan.

Adakah Pertamina dan Angkasa Pura akan berani meminjami lagi bahan bakar dan sewa bandara? Itu tidak diatur dalam homologasi. Itu terserah pada masing-masing pihak.

Sisi kurang baiknya: homologasi ini terjadi pada saat harga bahan bakar melonjak tinggi. Juga di saat Lion Air sudah lebih dalam lagi merasuk ke semua rute. Bahkan grup Lion sudah menambah satu anak lagi: Super Air Jet.

Saya, dengan sungkan, sering menjadi penumpang Super Air Jet itu. Bukan sungkan pada , tapi pada para pramugarinya: saya ikut disebut sebagai penumpang milenial di situ.

Kesulitan lain: bagaimana bisa menyewa pesawat. Sekarang ini persewaan pesawat kembali ramai. Laris manis. Rebutan.

Berakhirnya pandemi Covid-19 membuat semua perusahaan penerbangan bangkit. Tidak mudah bagi mencari persewaan yang murah di tiga tahun mendatang. Yang dulu disewa pun sebenarnya masih di Indonesia, tapi sudah disewa Lion.

Lalu apa kabar Pelita? Yang sudah telanjur punya izin penerbangan umum? Dan sudah mulai sewa pesawat? Sudah pula punya dirut baru yang direkrut untuk membawa Pelita sebagai pengganti ?

Tentu tidak perlu disesali. Bahkan seharusnya Pertamina lebih bersyukur. Punya anak perusahaan penerbangan bukanlah ekspansi yang baik bagi Pertamina.

Soal telanjur keluar biaya, begitulah bisnis. Kadang yang seperti itu tidak bisa dihindari. Katakanlah Pertamina rugi Rp 100 miliar untuk mempersiapkan Pelita jadi Baru. Misalnya. Itu lebih baik daripada rugi Rp 100 triliun kelak. Rugi kecil lebih baik untuk menghindari rugi besar. Meski itu bukan yang terbaik.

Yang penting sudah hidup lagi. Sampai ada drama berikutnya. (Dahlan Iskan)

Anda bisa menanggapi tulisan Dahlan Iskan dengan berkomentar http://disway.id/. Setiap hari Dahlan Iskan akan memilih langsung komentar terbaik untuk ditampilkan di Disway.

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO