MOJOKERTO, BANGSAONLINE.com - Halaqah Kebangsaan Pencinta Tanah Air Indonesia (Petanesia) yang digelar di Institute KH Abdul Chalim (IKHAC) Amanatul Ummah, Pacet Mojokerto, banyak menyoroti tentang kondisi bangsa, Jumat (5/8/2022).
Acara tersebut dihadiri Dewan Penasihat Pusat Petanesia Prof. Dr. KH. Asep Saifuddin Chalim, Pengamat Politik AS Hikam, Mantan Wakil Ketua Umum PBNU KH As’ad Ali, serta ratusan peserta dari berbagai elemen.
Baca Juga: Tingkatkan Mutu Pendidikan, Ponpes Amanatul Ummah Ubah Sistem Pembelajaran
Dalam paparannya, Kiai Asep menyinggung kondisi Kabupaten Mojokerto yang masih jauh dari cita-cita maju, adil, dan makmur. Padahal, kata Kiai Asep, Mojokerto merupakan miniatur Indonesia.
Menurutnya, cita-cita mulia itu belum bisa dicapai karena Pemimpin Mojokerto tidak berorientasi ibadah dan tidak berorientasi pada kemaslahatan dan kebaikan rakyat.
“Jadi karena kiprah mereka demikian, maka tidak mungkin terwujudnya Indonesia maju, adil, dan makmur. Padahal kriteria maju, adil, makmur itu sudah jelas ada. Pada masa sabahat Umar bin Abdul Azis sudah melaksanakannya, hanya dengan zakat sudah mampu memberikan kesejahteraan kepada rakyatnya. Rakyat yang tidak berdaya dimodali sehingga mereka memiliki pekerjaan,” ujar Kiai Asep.
Baca Juga: Pengurus PC LPBI SER NU Gresik Siaga Bencana Alam
Kiai Asep juga menyoroti marawah organisasi Nahdlatul Ulama (NU) yang saat ini menurun drastis. Jauh dari nilai-nilai NU terdahulu, di mana NU dikenal sebagai organisasi penyelamat Bangsa. Bahkan, NU merupakan penggerak Kemerdekaan Indonesia.
Namun, kondisinya saat ini sangat jauh berbeda. Apalagi ada pengurus NU yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena terjerat kasus korupsi.
“Kita (Petanesia) nanti akan koordinasikan, kita akan membuat surat terbuka, atau kalau kita membuat rekomendasi, maka ke mana rekomendasi itu diarahkan. Setidaknya sebagai suara dari para Pencinta Indonesia dan ulamanya, kita tidak boleh kita berdiam diri, harus ada gerakan, jangan sampai Indonesia lumpuh,” tegas Pengasuh Pondok Pesantren Amanatul Ummah tersebut.
Baca Juga: Sarasehan HUT ke-76, Pataka Kodam V Brawijaya Dijamas 7 Sumber Mata Air Kerjaan Majapahit
Dalam kesempatan itu, AS Hikam juga menyoroti kondisi bangsa, terutama implementasi demokrasi di Indonesia. Ia mencontohkan keberadaan KPK, yang belum bisa menurunkan indeks persepsi korupsi.
Ia juga menyoroti Mahkamah Agung (MK) yang justru mengesahkan undang-undang seperti cipta kerja yang menambah derita rakyat. Padahal, MK seharusnya bisa menjadi lembaga yang mampu memutus kegalauan rakyat, terkait keberadaan undang-undang yang dinilai tidak memihak rakyat.
Untuk itu, AS Hikam mengajak masyarakat Indonesia kembali ke khittoh kebangsaan seperti yang diajarkan oleh KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Mantan Presiden Indonesia.
Baca Juga: Imam Suyono Terpilih Jadi Ketua KONI Kabupaten Mojokerto Periode 2024-2029
“Khittoh Kebangsaan Gus Dur ini membentuk bagaimana Indonesia betul-betul multi kulturalisme, kebhinekaan tercermin, sehingga tidak ada diskriminasi maupun penindasan SARA,” ujarnya.
Ia menilai gerakan Petanesia mampu menjadi kekuatan demokratis karena berisi kekuatan masyarakat sipil. Hikam berharap Petanesia bisa memberikan tekanan kepada partai politik (Parpol) yang menurutnya selama ini mengesampingkan suara masyarakat.
“Petanesia ini salah satu komponen yang mencoba menyatukan kembali kekuatan masyarakat sipil. Sebab bila tidak, maka sipil tidak bisa mengontrol partai politik yang selama 20 tahun parpol tidak memperhatikan masyarakat,” pungkasnya. (ris/rev)
Baca Juga: KPK Periksa Bupati Karna di Polres Bondowoso, Sejumlah Nama ini Turut Masuk Jadwal
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News