Halaqah Kebangsaan, Kiai Asep Ingatkan Ekstrem Kiri dan Eksrem Kanan

Halaqah Kebangsaan, Kiai Asep Ingatkan Ekstrem Kiri dan Eksrem Kanan Para pembicara dalam Halaqah Kebangsaan di Guest House Kampus Institut KH Abdul Chalim, Pacet Mojokerto, Jawa Timur. Foto: mma/bangsaonline.com

“Saya pernah dipanggil Gus Dur,” kata Kiai Asep. Gus Dur, tutur Kiai Asep, mengajak berbicara berdua dalam kamar. “Hanya berdua bersama Gus Dur,” tambahnya sembari mengatakan bahwa saat itu dirinya ketua PCNU Kota Surabaya.

Kepada Kiai Asep, Gus Dur menjelaskan tentang pandangannnya. “Beliau menyampaikan, saya ini Pak Kiai Asep, pastilah memegangi Innaddina Indallahil Islam,” tutur Kiai Asep. Yang artinya, sesungguhnya agama yang benar di sisi Allah adalah Islam.

“Tapi semua teman-teman saya itu sesaudara juga dengan kita, yaitu se tanah air, ukhuwah wathoniyah. Bukan hanya se tanah air saja, orang (di negara lain yang bergama lain) juga kita memandang sebagai saudara dengan kita, sesama umat manusia. Yaitu ukhuwah basyariah. Tapi prinsip saya tetap Innaddina indallahi Islam. Itu kesaksikan saya dengan Gus Dur,” kata Kiai Asep.

Sementara Muhammad AS Hikam mengaku terinspirasi dari Kiai Asep. Ia mengaku sudah lama tak berinteraksi dengan kiai karena pandemic Covid. Ia mengaku bingung mau bicara apa di depan para kiai yang menjadi peserta halaqoh kebangsaan.

Tapi mendengar sambutan Kiai Asep yang menyebut Gus Dur ia mengaku langsung mendapat inspirasi. AS Hikam memang termasuk orang dekat Gus Dur.

Pria asal Tuban yang meraih doktor di Univesitas Hawai di Manoa Amerika Serikat (AS) itu lalu memotret kondisi demokrasi saat ini. Mengutip pendapat Gus Dur, AS Hikam mengatakan bahwa kondisi politik di Indonesia dewasa ini adalah demokrasi seolah-olah.

“Kalau pakai istilah pesantren, ini demokrasi wujuduhu ka’adamihi,” kata AS Hikam. Artinya, adanya demokrasi seperti tidak ada karena demokrasinya tak jalan alias tak berfungsi.

Menurut dia, secara substansi demokrasi Indonesia saat ini mirip era Orde Baru.

“Omdong,” katanya. Omong doang. Hikam bahkan menyebut demokrasi sekarang mirip Orde Baru.

Kiai As’ad Sadi Ali pun menimpali. “Kalau saya lebih tajam lagi. Pura-pura demokrasi,” katanya.

Hikam juga menyebut bahwa salah satu tantangan serius yang dihadapi Indonesia adalah new liberalisme. “New liberalisme itu tatanan ekonomi global yang mengabaikan peranan negara yang diatur secara bisnis. Jadi mengatur negara dengan cara profit, keuntungan. Nanti tidak ada bantuan untuk masyarakat karena akan rugi, tak menguntungkan,” kata AS Hikam.

Selain itu, AS Hikam menyoroti tentang penegakan hukum. Menurut dia, meski kita punya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tapi indeks korupsi semakin tinggi. Korupsi merajalela. Dan tiu dilakukan pada semua tingkatan birokrasi.

“UU KPK justru memperlemah KPK,” kata AS Hikam mengutip tentang UU Cipta Karya.

Karena itu AS Hikam mengusulkan para kiai meniru strategi Gus Dur saat melawan Orde Baru. Yaitu memperkuat politik kewarganegaan.

Senada dengan AS Hikam, Kiai As’ad Said Ali juga mengaku pengikut Gus Dur. Menurut dia, Gus Dur sangat taat konstitusi. Alumnus UGM itu bahkan mengatakan, seandainya Gus Dur tetap ingin menjadi presiden sebenarnya bisa. Karena Kiai As’ad saat itu sudah bertemu beberapa pihak untuk mencairkan suasana.

Tapi Kiai As’ad menduga ada orang di sekeliling Gus Dur yang sengaja memutus komunikasi Gus Dur dengan MPR. Marsilam Simanjuntak dan Ratih yang dikenal dekat Gus Dur sangat sulit dihubungi. Sehingga MPR yang dipimpin Amien rais bersidang untuk melengserkan Gus Dur.

Sementara KH Abdusshomad Bukhori menekankan pentingnya tiga hal bagi umat Islam. Pertama, menyiapkan kader atau kaderisasi.

Kedua, penguatan ekonomi. Alasannya, tanah di Indonesia dikuasi kelompok kecil. “Dulu di sini ini (Pesantren Amanatul Ummah) mau dijadikan kuburan Kristen terbesar. Mau dibangun salib besar. Tapi saya datang ke gubernur (jwa Timur). Akhirnya dibatalkan,” kata Kiai Abdusshomad Bukhori sembari mengaskan bahwa itu terjadi sebelum tahun 2005.

Ketiga, kata Kiai Abdusshomad, adalah strategi perjuangan.

Yang menarik, pada akhir acara, Kiai Asep memimpin pembacaan hizib nashor.

“Siapa pun yang dzalim pada Indonesia, pada NU dan Islam, semoga dihancurkan oleh Allah,” kata Kiai Asep.

Menurut Kiai Asep, dzalim pada NU bisa orang luar tapi bisa orang dalam yang memanfaatkan NU untuk kepentingan pribadi. 

Kiai Asep juga mendukung langkah KPK, aparat kepolisian dan Kejaksaan untuk menindak koruptor. Namun Kiai Asep juga mengkritisi tiga lembaga penegak hukum itu agar transparan dan adil dalam menangani kasus hukum. (mma)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO