SIDOARJO, BANGSAONLINE.com - Mariyadi, kakek berusia 65 tahun di Sidoarjo harus duduk di kursi pesakitan sebagai terdakwa Pengadilan Negeri Sidoarjo. Kakek sebatang kara itu harus menjalani sidang atas perkara dugaan memasuki rumahnya sendiri yang sudah bertahun-tahun dia tempati di Jalan Raya Sawunggaling, Dusun Jemundo, Kecamatan Taman, Sidoarjo.
Kasus yang menjerat Mariyadi bermula pada tahun 2013 saat dirinya meminjam uang kepada Tommy, warga Surabaya senilai Rp225 juta untuk menyelesaikan pelunasan pembayaran pinjaman agunan di Bank DKI. Agar bisa meminjam uang tersebut, Mariyadi pun menyerahkan sertifikat lahan rumahnya dengan nomor SHM 712 dan 1004 kepada Tommy.
Baca Juga: Direksi dan Karyawan Sekar Laut Sidoarjo Kompak Dukung Khofifah, Disebut Cagub Paling Ngayomi
Kemudian di tahun yang sama pula, Tommy mentransfer uang sebesar Rp400 juta kepada Mariyadi tanpa alasan yang jelas. Kaget karena ada uang masuk Rp400 juta, Mariyadi pun menanyakan uang itu untuk peruntukan apa. Saat itu pihak Tomy menjawab uang itu untuk pelunasan lahan yang dia (Mariyadi, red) agunkan ke Tommy.
Di tahun 2015, Mariyadi pun berusaha melunasi utang atau agunan yang dia pinjam ke Tommy senilai Rp 625 juta. Tetapi nomor handphone Tommy tidak nisa dihubungi alias tidak aktif. Begitu pun saat pihak Mariyadi berusaha mencari keberadaan Tommy untuk membayar utangnya tersebut, ia tidak menemukan Tommy di mana.
Hingga di tahun 2020, Mariyadi kaget bukan kepalang saat dirinya dipanggil oleh pihak Polresta Sidoarjo karena dilaporkan oleh Tommy atas dugaan pidana melanggar Pasal 167 dan pasal 385.
Baca Juga: Kepergok Pemilik saat Beraksi, Maling Motor di Anggaswangi Sidoarjo Ditangkap Warga, 1 Orang DPO
"Jadi awalnya klien kami utang piutang dengan saudara Tommy, dengan agunan sertifikat lahan rumah 400 meter persegian. Utang Rp225 juta awalnya, kemudian klien kami ditransfer lagi oleh saudara Tommy Rp400 juta, katanya untuk pelunasan. Saat itu klien kami (Mariyadi, red) diajak ke notaris untuk membawa sertifikatnya guna diakad jual belikan (AJB). Karena ketidaktahuan klien kami, dia pun menuruti dan setelah di notaris klien kami disuruh tanda tangan di dokumen kosong. Padahal klien kami tidak ingin menjual lahanya itu ke siapa pun," ungkap Kuasa Hukum Mariyadi, Ood Chrisworo saat ditemui di Pengadilan Negeri Sidoarjo, Kamis (21/9/2022).
Lebih lanjut, Ood mengungkapkan jika kliennya yang saat ini sudah berumur dan punya riwayat penyakit stroke ditahan oleh Penyidik Polresta Sidoarjo. Pihaknya berusaha meminta penangguhan agar kliennya bisa menjadi tahanan rumah atau tahanan kota agar kesehatannya bisa dipantau oleh saudaranya.
"Pak Mariyadi tinggal di Sidoarjo sendiri, setelah beberapa tahun lalu istrinya meninggal. Sedangkan anak satu-satunya kerja di luar kota. Pak Mariyadi sakit-sakitan, dan saat ini ditahan di tahanan Polresta Sidoarjo. Oleh karena itu, saat sidang pembacaan esepsi kami ajukan penangguhan tahanan dengan alasan kesehatan klien kami kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sidoarjo," urai Ood.
Baca Juga: Maling di Sidoarjo Gasak 2 HP dan Uang Tunai
Ood menduga ada ketidakprofesionalan atau jual beli terselubung yang dilakukan oknum notaris yang sengaja menerbitkan akte jual beli (AJB) dalam kasus kliennya itu. Hal itu diketahui saat kliennya berinisiatif untuk mengembalikan sejumlah uang yang sudah ditransfer itu dengan tujuan agar sertifikatnya dikembalikan oleh Tommy.
"Ternyata sertifikat punya klien saya berganti nama atau pemilik atas nama The Tommy. Klien kami tidak merasa menjual atau tanda tangan, bahkan tidak ada tawar menawar atau dijual lahannya itu, tapi tiba-tiba sertifikatnya sudah atas nama orang lain. Bahkan klien kami tidak tahu dan tidak ditunjukkan akad jual belinya oleh notaris. Dan juga lahan tersebut merupakan milik klien saya dengan almarhum sang istri. Tapi faktanya dalam AJB, istri klien saya mengetahui. Padahal, almarhum Istri Pak Mariyadi tidak pernah lakukan tanda tangan atau cap jempol terkait AJB tersebut," paparnya.
"Dan lagi yang aneh, ada kesalahan nama Almarhum Istri Pak Mariyadi di dalam sertifikat dengan kartu keluarga atau akta lahirnya. Seharusnya sesuai hukum jika ada kesalahan nama harus dilakukan perbaikan sesuai sidang di pengadilan," imbuhnya.
Baca Juga: Gus Muhdlor Sesalkan Kesaksian Pegawai DJP
Kejanggalan lain, menurut Ood, kasus Mariyadi seharusnya diselaikan oleh pelapor lewat jalan perkara perdata dulu di pengadilan, mengingat Mariyadi disangkakan dugaan pelanggaran pasal 167 dan 385 KUHP.
"Penyidik kepolisian menerapkan pasal jika klien saya sengaja memasuki perkarangan milik orang lain dan memanfaatkan lahan atau perkarangan orang lain dengan menyewakan. Lah, itu kan perkara perdata, di sini terlihat ada pengabaian dari pihak kepolisian di mana lembaga pengadilan lewat juru sita pengadilan yang berwenang melakukan eksekusi kepada klien kami. Tapi, tiba-tiba klien saya dilaporkan melanggar hukum, ditetapkan tersangka dan saat ini dipenjara serta menjalankan sidang pidana umum," terangnya.
Saat ini Ood juga menempuh jalur hukum lainnya secara perdata dan PTUN untuk Mariyadi.
Baca Juga: Polisi Dalami Anak Bunuh Ibu di Sidoarjo
"Kami akan perjuangkan keadilan untuk Kakek Mariyadi. Tuduhan pasal memasuki rumahnya sendiri itukan seharusnya diselesaikan secara perdata, kok ini masalah sudah disidangkan. Klien kami ini korban, kok malah jadi terdakwa. Semoga dalam proses persidangan, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sidoarjo bisa memberikan keadilan bagi klien kami (Mariyadi red)," pungkas Ood. (cat/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News