JOMBANG, BANGSAONLINE.com - PWI Jombang menggelar syukuran dan doa bersama dalam rangka memperingati 13 tahun meninggalnya Gus Dur (sapaan akrab Presiden Indonesia ke-4, K.H. Abdurrahman Wahid), Minggu (18/12/2022). Kegiatan yang biasa disebut Haul Gus Dur ini berlangsung di Kantor PWI Jombang.
Dalam acara tersebut PWI Jombang, menggandeng Forum Komunikasi Masyarakat Jombang (FKMJ). Turut hadir pula paguyuban tukang becak, Ikatan Penyandang Cacat (IPC), pengurus Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin) Jombang, Indonesia Tiong Hoa (INTI), serta Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia (MLKI).
Baca Juga: Pria dari Tuban Tewas Tersangkut Kabel Putus di Jombang
Selain itu juga hadir anggota Pemuda Lintas Etnis (PLE), sejumlah pendeta dari beberapa gereja, serta romo dari perwakilan Katolik. Kegiatan yang dihadiri puluhan orang ini sepakat mengukuhkan Gus Dur sebagai Pahlawan Rakyat, dan meminta Pemkab Jombang untuk menetapkan Desember sebagai Bulan Gus Dur.
Acara dimulai dengan doa bersama untuk mendiang Gus Dur, kemudian setiap perwakilan menyampaikan testimoni sosok Presiden Indonesia ke-4 ini. Testimoni pertama disampaikan oleh Pegiat Wayang Potehi Gudo Jombang, Toni Harsono.
Baca Juga: Ujicoba Pembelian dengan QR Code, Konsumen Pertalite di Jombang Beri Apresiasi
"Sosok Gus Dur adalah orang yang paling berjasa bagi umat Khonghucu dan etnis Tiong Hoa. Selama orde baru, warga Tiong Hoa dibatasi dalam bereskpresi. Perayaan Imlek dilarang. Seni budaya dari China adalah tak boleh ditampilkan di muka umum," ujarnya.
"Orde Baru tumbang, Gus Dur naik menjadi presiden. Saat itulah Gus Dur menjadi dewa penolong bagi kaum minoritas ini. Pria asal pesantren Tebuireng Jombang ini mencabut Instruksi Presiden atau Inpres Nomor 14 Tahun 1967 tentang larangan perayaan Tahun Baru Imlek di tempat-tempat umum di Indonesia," paparnya menambahkan.
Pada tahun 2000, kata Toni, Gus Dur mencabut Inpres tersebut dengan mengeluarkan Keppres nomor 6 tahun 2000 tentang pencabutan Inpres Nomor 14 tahun 1967. Regulasi ini menjadi awal bagi masyarakat Tionghoa di Indonesia mendapatkan kebebasan untuk menganut agama, kepercayaan, serta adat istiadat mereka, termasuk upacara keagamaan seperti Imlek secara terbuka.
Baca Juga: Jadi Gunjingan Warga, Oknum Kades di Jombang Gadaikan Mobil Siaga Desa dan Motor Dinas
"Itulah angin segar bagi kaum Tionghoa. Tono Harsono sendiri akhirnya bisa mengembangkan wayang Potehi. Bahkan saat ini budaya tersebut sudah berkibar di tingkat nasional. Toni pentas di berbagai tempat. "Sekarang bahkan sudah internasional. Wayang Potehi sudah pentas di Belanda. Kalau tidak ada Gus Dur, orang tidak akan mengenal wayang potehi. Jasa beliau sangat besar terhadap umat Khonghucu," ungkapnya.
Hal senada diungkapkan Ketua FKMJ Suudi Yatmo. Dia menyebut bahwa Gus Dur adalah orang aneh. Gus seolah sudah tahu bahwa dirinya hendak menjadi presiden pada 1999. Suudi bersahabat lama dengan Gus Dur. Bahkan presiden ke-4 ini permain mampir ke rumahnya di Desa Betek Kecamatan Mojoagung Jombang. Sahabat satunya lagi adalah Asmuni, pelawak Srimulat. "Saya, Gus Dur dan Asmuni bersahabat. Tapi saya lebih suka disebut santrinya Gus Dur," kata Abah Suudi, panggilan akrab Suudi Yatmo.
Suudi punya cerita 'gila' saat Gus Dur terpilih menjadi presiden. Saat itu 20 Oktober 1999. Saat siang menjelang sore, Suudi mendapat kabar bahwa sahabtnya itu terpilih menjadi orang nomor satu di Indonesia. Pengusaha asal Mojoagung ini bergegas ke masjid terdekat. Dia memukul bedug bertalu-talu.
Baca Juga: Sowan ke Tokoh Agama GKJW di Balewiyata Malang, Khofifah Napak Tilas Perjuangan Gus Dur
Tentu saja, orang-orang kaget karena zuhur sudah usai, sedangkan waktu asar belum masuk. Warga yang datang ke masjid kemudian diajak oleh Suudi untuk melakukan sujud syukur. Hal itu sebagai bentuk syukur atas terpilihnya Gus Dur sebagai presiden.
"Setelah sujud syukur, semua saya ajak ke warungnya Asmuni yang ada di Trowulan Mojokerto. Semuanya makan secara gratis. Ya, untuk syukuran Gus Dur menjadi presiden. Makanan di warung milik Asmuni sampai kehabisan. Semuanya makan gratis," kata Suudi mengenang peristiwa 23 tahun lalu itu.
Terlepas dari itu semuan, lanjut Suudi, Gus Dur selalu menyimpan karomah yang dapat diambil hikmahnya. "Maka tak heran jika banyak orang yang menganggap Gus Dur Wali ke-10 di Indonesia. Keteladan-keteladan yang pernah dilakukan Gus Dur untuk menyatukan bangsa patut dipertahankan dan disebarluaskan kepada generasi muda saat ini," ujarnya.
Baca Juga: Perangkat Desa di Jombang Ditangkap Usai Terlibat Illegal Logging
Oleh sebab itu, Suudi sepakat dengan hasil diskusi yang dihelat PWI Jombang dengan mengukuhkan Gus Dur sebagai pahlawan. Itu mengingat peran Gus Dur sangat besar terhadap bangsa ini. Semisal tentang demokratisasi di Indonesia. Juga tentang keperpihakan Gus Dur terhadap kelompok minoritas. "Gus Dur bisa menyatukan perbedaan. Beliau layak sebagai pahlawan," pungkasnya.
Deklarasi pengukuhan Gus Dur sebagai pahlawan rakyat itu dibacakan oleh Sekretaris PWI Jombang Moh Syafii. Beberapa poin dibacakan secara gamblang. Setelah itu diakukan doa bersama. Sebanyak enam tumpeng disajikan. Di sela itu, seorang warga Tionghoa mengangkat foto Gus Dur dalam bingkai besar.
"Tumpengan ini sebagai penanda pengukuhan Gus Dur sebagai pahlawan rakyat. Pengukuhan ini sebagai upaya untuk terus merawat nilai-nilai yang ditinggalkan Gus Dur. Kami juga mendesak kepada Pemkab Jombang agar menjadikan Desember sebagai Bulan Gus Dur," pungkas Syafii. (aan/mar)
Baca Juga: Polisi Kantongi Identitas Perampok Minimarket di Jombang
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News