SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Ratusan ribu tenaga teknis kefarmasian (TTK) se-Indonesia terancam kehilangan pekerjaan dengan diberlakukannya Undang Undang No 36 Tahun 2014. Sebab, dalam undang-undang ini semua TTK wajib berijazah minimal D3, sedangkan TTK kebanyakan adalah lulusan Sekolah Menangah Farmasi (SMF).
Kekhawatiran itu disampaikan Heru Purwanto, Ketua 1 Persatuan Ahli Farmasi Seluruh Indonesia (PAFI) Pusat, ketika menghadiri seminar Tindak Lanjut Undang Undang No 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan Serta Pemahaman Dalam Pelaksanaan Pekerjaan Tenaga Teknis Kefarmasian yang digelar PAFI Cabang Surabaya di Trianmar Usman Jl. Opak Surabaya, Minggu (31/5/2015) siang.
Baca Juga: Buruan Cek, ini Lowongan Kerja Surabaya Update 2024
Penerapan Undang Undang ini dikhawatirkan akan memangkas kewenangan TTK yang sudah puluhan tahun bekerja. Sebab banyak diantara mereka yang berbekal ijazah Sekolah Menengah Farmasi atau sekarang dikenal sebagai SMK. Namun meski hanya lulusan setingkat SMA, para TTK ini memiliki pengalaman bekerja yang tak bisa ditandingi lulusan baru D3 sekalipun.
Karenanya Heru Purwanto bersama pengurus PAFI lainnya berupaya keras agar Undang Undang No 36 Tahun 2014 ini direvisi melalui jalur Mahkamah Konstitusi. "Gugatan kami sudah disidangkan sebanyak 7 kali sejak Januari 2015 silam. Insyaallah awal Juni ini keputusannya diumumkan. Doakan agar gugatan kami dikabulkan," kata dia.
Keresahan ribuhan TTK yang kini mengabdi di instansi swasta maupun pemerintahan memang cukup beralasan. Sebab jika mereka tak segera melakukan upgrade ijazah dengan melanjutkan kuliah D3 dalam kurun waktu 6 tahun ini, maka kewenangan dan jenjang dalam pekerjaannya akan turun secara otomatis sesuai yang tercantum dalam Undang Undang tersebut.
Baca Juga: Bersama Kiai Asep dan Ketua PWNU Jabar, Sekda Pemprov Jabar Bahas Pengangguran dan Kemiskinan
Di sisi lain saat ini ada sebanyak 115.302 orang TTK yang sudah lama mengabdi di kantor pemerintahan seperti Dinkes. Mereka puluhan tahun bekerja mengabdi kepada masayarakat tanpa celah dan kini terancam dengan pemberlakuan Undang Undang tersebut. "Dalam Pasal 88 ayat 1 UU No 36 Tahun 2014 memang diberikan toleransi 6 tahun kepada TTK lulusan SMK untuk melanjutkan kuliah D3. Kondisi masing masing daerah tidak sama sehingga para TTK ini akan mengalami kesulitan melanjutkan kuliah lagi. Itu yang tengah kami perjuangkan," kata Heru Purwanto.
Untuk melanjutkan kuliah bagi TTK di kota kota besar mungkin tak ada masalah sebab banyak kampus yang menjadi referensi. Bagaimana bagi para TTK yang bertugas di daerah terpencil atau jauh dari kota? Heru menontohkan di Belitung sampai saat ini tidak ada kampus untuk melanjutkan kuliah D3. Kalau mau kuliah maka mereka harus meninggalkan Belitung menuju kota besar di Sumatra.
"Ini yang menjadi kendala sebab di Belitung sendiri ada 45 TTK yang puluhan tahun bekerja. Apakah mereka harus meninggalkan pekerjaan mereka untuk melanjutkan kuliah, lantas siapa yang bisa menggantikan mereka bekerja?," kata Heru Purwanto.
Baca Juga: PDRB Jawa Timur Triwulan ke-3 Tumbuh Signifikan, Lapangan Kerja Terbuka dan Pengangguran Turun
Selain itu untuk melanjutkan kuliah lagi bagi sebagian TTK juga terbentur masalah biaya dan kemampuan atau daya ingat menyerap ilmu di bangku kuliah. Maklum saja rata rata usia mereka ini sudah terbilang tidak mudah lagi, seperti salah satu TTK asal Jabar, Ayub, yang kini berusia 65 tahun setelah 40 tahun mengabdi menjadi PNS. Ayub tak sendirian karena banyak contoh dari para TTK berusia senja.
Di sisi lain Heru Purwanto mengaku mendukung upaya untuk menambah wawasan baru kepada para anggota PAFI Cabang Surabaya melalui seminar ini. Sebab dengan mengikuti seminar mereka akan mendapat ilmu ilmu baru dan tingkat kompetensi keahlian farmasinya, yang berguna bagi pekerjaannya sehari hari.
Seminar ini sendiri diikuti sekitar 1.000 peserta, tidak hanya berasal dari Surabaya tetapi juga dari Sidoarjo dan daerah lainnya. Khotimah, salah satu peserta seminar kepada Surabayakita.com mengatakan kalau bisa toleransi waktu kuliah D3 yang 6 tahun diperpanjang lagi sehingga banyak kesempatan bagi para TTK. "Kalau bisa ya jangan diterapkan dulu Undang Undang yang baru tersebut meski saya juga tetap akan melanjutkan kuliah lagi mengambil D3. Sebab kalau hanya diberi waktu 6 tahun banyak yang belum siap," kata pegawai Dinkes Sidoarjo ini.
Baca Juga: Pengangguran di Tuban Tinggi Akibat Pandemi Covid-19, Begini Langkah Disnaker
Antusiasme para peserta seminar kali ini juga membuat pengurus PAFI Surabaya cukup senang. "Kami bersyukur, acara ini dihadiri ketua umum pusat, Dr.Faiq Bahwen MH. Jumlah peserta cukup banyak diluar perkirakan kami. Ini respon positip TTK Surabaya dan Jatim.Teman teman harus termotivasi, apakah kita siap untuk menyesuaikan syarat UU baru dengan Upgrade pengetahuan?," kata Catur Winarni SE Ketua PAFI Cabang Surabaya.
Sedangkan Ketua PAFI Jatim, Tri Pancoro mengingatkan pentingnya para TTK untuk aktif dalam seminar semacam ini. "Tantangan ke depan, bagaimana teman teman yang telah mengabdi 5-10 tahun. Juga bagaimana yang baru lulus SMK. Saya dukung agar mereka termotivasi. Saya suport agar teman teman Cabang untuk membuat event seperti ini untuk menyiapkan tenaga kerja dan persaingan dengan luar negeri,"ujar dia.
Dalam seminar ini sebagai pembicara, selain Heru Purwanto, juga ada Andriyanto SH Mkes sebagai Ketua Umum Komite Proffesi Tenaga Kesehatan Jatim yang menampilkan makalah Pemahaman dan aplikasi hukum kesehatan bagi TTK sebagai pendukung profesi. Menurutnya uji kompetensi bagi TTK ini penting. Sebab penyelenggara fasilitas kesehatan dilarang mempekerjakan tenaga kesehatan yang tidak memiliki kualifikasi dan izin melakukan pekerjaan profesi. Mengapa perlu uji kompetensi? "Sebab yang kita layani ini manusia dimana keselamatan dan kesembuhan pasien merupakan tujuan utama," ujarnya.
Baca Juga: Kurangi Tingginya Angka TPT, Kemnaker Teken MoU dengan Uinsa Surabaya
Seminar ini juga menghadirkan Soraya Haque, presenter dan juga tenaga penyuluh kesehatan. Istri Ekki Soekarno ini bicara soal etika komunikasi dengan memberikan tip bagaimana berkomunikasi dengan baik."Komunikasi itu tetap harus memperhatikan kepribadian, percaya diri, kredibilitas, aktualisasi dan pengenalan diri, citra diri dan kepemimpinan," kata perempuan yang tengah mengikuti program doktor Universitas Krisnadwipayana Jakarta ini. (lan/ns)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News