JEMBER, BANGSAONLINE.com - Anggota Komisi IX DPR RI, Nur Yasin, mengaku ingin menyempatkan diri untuk bertemu Bupati Jember, Hendy Siswanto, di sela masa resesnya yang akan segera berakhir pada 10 Maret 2023.
Sementara ini, agenda tersebut masih terkendala waktu lantaran jadwal bupati dirasa cukup padat. Kendati demikian, ia mengatakan bahwa ada hal penting yang ingin diskusikan bersama Hendy, yakni terkait stunting, salah satu fokus pendampingannya.
Baca Juga: Panas! Saling Sindir soal Stunting hingga 'Kerpek' Catatan Warnai Debat Terakhir Pilbup Jombang 2024
"Kata bupati (melalui pesan instan), 'Siap Pak Yasin, saya bersedia bertemu.' Nah, saya kasih waktu sebelum saya kembali (ke Jakarta), nanti cari waktu untuk bertemu," ujarnya beberapa waktu lalu, dan ditulis hari ini, Senin (6/3/2023).
Ia menjelaskan, meningkatnya angka stunting di Jember versi Kemenkes cukup mengejutkan. Pasalnya, sebelum data dari Kemenkes muncul, Kota Suwar-Suwir tercatat memiliki angka prevalensi stunting sebesar kurang lebih 14 persen, dan sudah turun menjadi 7 persen pada 2022, sehingga data yang disebutkan tentu menjadi permasalahan.
"Polemik ini menjadi (pemicu) pertengkaran, karena pemerintah kita (pihak Kemenkes) lebih percaya aturan dan standar WHO yang sekarang sudah tidak relevan jika ditinjau lagi," tuturnya.
Baca Juga: RDP dengan DPR RI dan Mendagri, Pj Adhy Sebut Kesiapan Jatim Gelar Pilkada Serentak 2024
Relevansi yang dimaksud ialah metode untuk menjaring dan mengolah data stunting oleh pihak Kemenkes. Yasin menyebut, Kemenkes tidak akan mendapatkan data yang akurat apabila menggunakan standar metode penelitian WHO, yakni menggunakan data sampling.
Menurut dia, hal itu memicu kekacauan data di seluruh daerah di Indonesia. Sama halnya ketika pihaknya terjun ke NTT, ia mendapati Kepala Daerah Manggarai Barat menunjukkan kekesalannya sebab disebut sebagai salah satu daerah dengan stunting terbesar di Indonesia.
"Sampai gebrak- gebrak meja. Dalam situasi itu, saya kemudian perintahkan agar data tersebut dicacah, dihitung (ulang) nggak pakai metode sampling seperti WHO, yang dipakai pemerintah Indonesia," paparnya.
Baca Juga: Sambut Hari Kesehatan Nasional ke-60, Dinkes Kota Batu Bidik Sekolah Gelar Aksi Bergizi
Kemudian, kata Yasin, Manggarai Barat yang dikatakan memiliki angka prevalensi stunting sebesar 38,5 persen, ternyata mendapati angka yang jauh berbeda setelah pencacahan dan pendataan secara menyeluruh, dengan melakukan penimbangan dan pengukuran beberapa indikator, pada lebih dari 99 persen bayi di sana. Alhasil, data yang didapatkan dengan metode sensus ini dirasa lebih akurat dari pada sampling, karena melihat kondisi secara holistik.
"Ternyata hasilnya hanya 10,1 persen (stunting)," ucapnya.
Ia menganggap, hal ini juga sama dengan beberapa daerah yang dikatakan memiliki angka prevalensi stunting yang tinggi, versi Kemenkes. Pihak Komisi IX DPR RI juga kerap turun ke daerah- daerah tersebut, untuk melakukan pengecekan secara langsung.
Baca Juga: Hadir di Kampanye Akbar, Irwan Setiawan Ajak Menangkan Khofifah-Emil
"Sama di semua tempat, di Sumatera, di Nusa Tenggara Barat, di Maluku, sama. Tidak ada yang benar datanya. Makanya kami juga minta pertanggungjawaban Kemenkes. Kenapa kok pakek metode yang jelas- jelas salah? Makanya Jember dikatakan 34 persen, Pak Hendy (Bupati Jember) pasti marah juga itu," .
Oleh karena itu, ia ingin segera berdiskusi bersama Bupati Jember, untuk berbincang soal mengakurasikan data stunting di Kabupaten Jember. Sehingga perhatian khusus untuk percepatan penanganan stunting di Jember lebih tepat sasaran dengan strategi yang tepat, dan segera dieksekusi.
Hal tersebut menjadi penting, sebab telah dipahami bersama, bahwa stunting atau gagal tumbuh karena kurang gizi dan infeksi berulang, adalah hambatan serius pada pembangunan masyarakat.
Baca Juga: Pemkot Pasuruan Meriahkan Hari Ikan Nasional dengan Lomba Masak dan Senam Gemarikan
"Kalo 30 persen stunting, coba bayangkan, 3 dari 10 anak produktivitasnya terhambat, dan 7 orang lainnya berusaha mensubsidi atau menopang kekurangan dari 3 yang menderita stunting itu. Nah produktivitas kita secara keseuruhan akan terganggu, nggak fokus, ini logika sederhananya." tuturnya.
Ia menambahkan, dalam menyongsong Masa Emas Indonesia di 100 tahun kemerdekaannya, jika Indonesia tidak bisa menjadi negara maju, maka akan menjadi negara yang gagal. Oleh sebab itu, yang perlu dipersiapkan ada dua, yaitu memersiapkan generasi yang bebas stunting, agar menjamin kualitas SDM, dan memberikan pendidikan kualitas dunia bagi anak- anak bangsa.
"Pendidikan juga diberikan dengan beberapa macam variasi metode, seperti BLK yang juga saya dampingi." pungkasnya. (yud/bil/mar)
Baca Juga: Seribu Massa SSC di Jember Nyatakan Dukung Khofifah-Emil
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News