MOJOKERTO, BANGSAONLINE.com – Ternyata proses pendirian Jam’iyah Nahdlatul Ulama (NU) cukup panjang. Bahkan KH Abdul Wahab Hasbullah hampir frustasi karena tak kunjung mendapat restu Hadratussyaikh KHM Hasyim Asy’ari. Sementara Hadratussyaikh harus melakukan ikhtiar riyadhah atau spiritual.
Untungnya, KH Abdul Chalim, karib Mbah Wahab – panggilan Kiai Abdul Wahab – terus berusaha menjembatani dan berkomunikasi dengan Hadratussyaikh sehingga Kiai Wahab sabar dan restu itu pun akhirnya turun. Kiai Wahab perlu mendapat restu Hadratussyaikh, selain karena tawaddlu, juga karena Hadratussyaikh merupakan ulama paling terkemuka dan paling berpengaruh di nusantara, bahkan sangat disegani oleh penjajah.
Baca Juga: Ribuan Warga Padati Mubarok Bersholawat, Paslon 2 Optimis Menang di Ngoro, Mojokerto
Demikian beberapa pemikiran yang mengemuka pada Halaqah tentang Perjuangan KH Abdul Chalim dalam acara Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) di Masjid Kampus Institut Pesantren KH Abdul Chalim (IKHAC) Pacet Mojokerto, Jawa Timur, Senin (20/3/2023).
Hadir sebagai pembicara Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA, Dr KH Muhammad Al-Barra, M Mas’ud Adnan, Nur Kholiq Ridwan dan Fauzan Alfas. Halaqah itu diikuti semua peserta Rakornas Pergunu. Yaitu para Pimpinan Pusat (PP) dak Ketua Pengurus Wilayah (PW) Pergunu dari seluruh Indonesia, dan diadakan dalam rangkaian pengajuan KH Abdul Chalim sebagai pahlawan nasional
Selain Kiai Asep tampak Sekjen Pergunu Dr Aris Adi Leksono, Waketum Pergunu, Ahmad Zuhri, Wakil Ketua Pergunu Dr Saepullah dan beberapa pimpinan Pergunu lain. Acara Rakornas itu berlangsung dua hari, Senin hingga Selasa (2--21/3/2023).
Baca Juga: Mubarok Gembleng 6.472 Calon Saksi untuk Gus Barra-Rizal dan Khofifah-Emil di Mojokerto
Gus Barra – panggilan Muhammad Al-Barrra – mengungkapkan bahwa Kiai Wahab dan Kiai Chalim sangat gigih mendirikan NU lantaran saat itu terjadi pergulatan sengit antara kiai-kiai pesantren dengan kelompok yang mengklaim diri sebagai Islam modernis. Bahkan kiai-kiai NU dihina oleh kelompok lain.
“Para kiai saat itu dihina habis-habisan oleh SI (Syarikat Islam), Muhammadiyah, dan Al-Irsyad, karena tahlil, qunut dan lainnya,” kata Gus Bara yang disertasinya berjudul Naskah Perjuangan Kiai Abdul Wahab: Edisi Teks dan Kajian Historiografi Nahdlatul Ulama Karya Kiai Abdul Chalim. Disertasi itu sudah diuji dalam Sidang Promosi Doktor Program Studi Ilmu Sastra, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran, Selasa (28/6/2022).
Baca Juga: Digawangi Perempuan Muda NU, Aliansi Melati Putih se-Jatim Solid Menangkan Khofifah-Emil
Tapi, kata Gus Barra, saat itu Kiai Wahab belum mendapat restu dari Hadratussyaikh Kiai Hasyim Asy’ari. Bahkan Kiai Wahab harus menunggu hingga 10 tahun.
“Sampai Kiai Wahab hampir frustasi karena 10 tahun minta ijin atau restu belum mendapat restu,” kata Wakil Bupati Mojokerto itu. “Jika NU berdiri tahun 1926, berarti Mbah Wahab minta ijin sejak tahun 1916,” tambah putra tertua Kiai Asep Saifuddin Chalim.
Mengutip tulisan Kiai Abdul Chalim yang dijadikan tema disertasinya, Gus Bara mengatakan bahwa Mbah Wahab sempat akan memilih dua opsi seandainya tetap tak mendapat restu Hadratussyaikh.
Baca Juga: Doa Bersama Kapolri dan Panglima TNI, Kiai Asep Duduk Satu Meja dengan Kapolda dan Pangdam V Jatim
Pertama, Mbah Wahab akan “pulang kampung” untuk fokus mengelola pondok pesantren. Kedua, bergabung dengan organisasi-organisasi yang sudah ada . Dengan catatan Mbah Wahab mengubah atau mereformasi organisasi itu sesuai paham atau ajaran yang dianutnya.
Namun, kata Gus Bara, ternyata Kiai Abdul Chalim berusaha untuk berkomunikasi dengan Hadratussyaikh. Kiai Chalim yang merupakan kakek Gus Bara itu bahkan secara intensif menjadi komunikator antara Kiai Wahab dan Hadratussyaikh.
Sampai akhirnya Hadratussyaikh merestui apa yang menjadi obesesi Kiai Wahab untuk mendirikan NU. “Ya selama tiga tahun ini saya selalu memikirkan nasib Kiai Wahab yang ditendang kesana-kemari,” kata Gus Bara menirukan dawuh Hadratussyaikh kepada Kiai Abdul Chalim.
Baca Juga: Rais Aam PBNU Ngunduh Mantu dengan Pemangku Pendidikan Elit dan Tim Ahli Senior di BNPT
Kiai Wahab yang nota bene kiai pesantren memang di-“keroyok” oleh para pimpinan atau aktivis organisasi lain, seperti Muhammadiyah, Syarikat Islam, dan Al- Irsyad.
Gus Bara mengungkapkan bahwa para kiai menidirikan NU selain untuk merespon serangan dan penghinaan kelompok lain terkaiat amalan-amalan ahlussunnah wal-jamaah juga untuk memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia,
Bahkan Kiai Abdul Chalim sempat mengingatkan Kiai Abdul Wahab ketika membuat surat undangan kepada para kiai dalam Komite Hijaz. Apakah tidak perlu menyantumkan perjuangan kemerdekaan dalam surat yang dikirim kepada para kiai, disamping soal tujuan menegakkan ajaran Ahlussunnah wal-jamaah.
Baca Juga: Khofifah: Muhammadiyah Pilar Kemajuan Bangsa dan Umat
"Mbah Wahab menjawab, itu yang utama," kata Gus Bara yang juga ketua GP Ansor Kabupaten Mojokerto..
Tapi Kiai Abdul Chalim mengejar lagi dengan pertanyaan, apakah hanya dengan itu memperjuangkan kemerdekaan? Kiai Wahab mengeluarkan dan menyalakan korek api sambil menyatakan bahwa ini (korek api) sangat kecil tapi bisa menghancurkan bangunan.
"Kita tak boleh putus asa," kata Kiai Wahab kepada Kiai Abdul Chalim, seperti ditirukan Gus Bara.
Baca Juga: Kampanye Akbar, Tak Banyak Pidato, Khofifah dan Gus Barra Sibuk Bagi Souvenir & Borong Kue Pengasong
Menurut Gus Bara, Mbah Wahab sangat tawadlu, terutama kepada Hadratussyaikh. “Mbah Wahab tak mau melancangi Kiai Hasyim Asy’ari. Mbah Wahab bahkan mengatakan bahwa organisasi NU yang didirikan itu, yang megang harus guru saya (Hadratuussyaikh),” tutur Wakil Bupati Mojokerto itu.
Alumnus Universitas Al-Azhar Mesir itu mengatakan, Mbah Wahab bisa saja mendirikan NU tanpa restu Hadratussyaikh. “Misalnya, saya ketua, sampean Kiai Chalim sekretaris,” kata Gus Barra. Tapi itu tak dilakukan karena Mbah Wahab sangat tawaddlu. “Itulah kehebatan akhlak Mbah Wahab,” kata Gus Bara.
Kiai Asep Saifuddin Chalim mengamini apa yang disampaikan Gus Bara. Pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Amanatul Ummah Surabaya dan Pacet Mojokerto itu mengatakan bahwa tujuan NU didirikan, selain untuk merespon penggusuran tradisi, amaliah dan situs-situs Islam bersejarah, termasuk makam Rasulullah, juga bertujuan untuk memerdekaan bangsa dari para penjajah, baik Inggris, Belanda, maupun Jepang dan Portugal.
Baca Juga: Lautan Manusia Padati Kampanye Akbar Paslon 02 Khofifah-Emil dan Gus Barra-Rizal di Mojokerto
Menurut dia, pemikiran Gus Bara yang tertuang dalam disertasi itu sesuai dengan yang ditulis Kiai Abdul Chalim.
Tapi yang mengejutkan, Kiai Asep mengatakan bahwa lagu perjuangan yang ditulis Kiai Abdul Wahab ada tersendiri. “Syairnya benar-benar menyentuh,” kata putra ke-21 Kiai Abdul Chalim itu.
Berarti beda dengan lagu Yalal Wathon yang sekarang gencar dinyanyikan warga NU?
“Saya gak tahu itu dari mana,” kata Kiai Asep. Ulama loman yang pengukuhan guru besarnya dihadiri Presiden Joko Widodo itu berjanji akan membedah lagu yang syairnya ditulis Kiai Abdul Wahab itu.
Senada dengan Gus Bara, Mas’ud Adnan menegaskan bahwa Kiai Wahab dan Kiai Chalim adalah dua anak muda organisator sangat hebat dan cerdas. Terbukti, kata Mas’ud, banyak sekali organisasi yang didirikan oleh Kiai Wahab dan Kiai Chalim pada usia muda.
“Mulai Tashwirul Afkar, Nahdlatut Tujjar, Nahdlatul Wathan dan organisasi lain,” kata CEO HARIAN BANGSA dan BANGSAONLINE itu.
Namun, kata Mas’ud, untuk mendirikan NU, Kiai Wahab butuh legitimasi dan dukungan penuh Hadratussyaikh. Menurut dia, tanpa dukungan ulama berpengaruh, organisasi yang didirikan tak bisa langgeng. Buktinya, saat itu banyak sekali organisasi yang didirikan para aktivis dan pejuang, baik organisasi keagamaan maupun kebangsaaan dan kepemudaan. Tapi tak berlangsung lama.
“Nah, Hadratussyaikh saat itu ulama paling berpengaruh di nusantara,” kata Mas’ud Adnan. Bahkan fatwa-fatwa Hadratussyaikh inilah yang kemudian menjadia ruh dan ajaran utama NU. Diantaranya Qonun Asasi, Risalah Ahlussunnah dan seterusnya.
Ini berarti, kata Mas'ud, Kiai Wahab menunggu restu Hadratussyaikh bukan saja sikap tawaddlu tapi juga suatu kecerdasan dalam memahami situasi sosial politik dan keagamaan, baik dalam jangka pendek untuk melawan ejekan-ejekan kelompok lain dan meraih kemerdekaan RI maupun jangka panjang untuk masa depan warga NU.
Mas'ud juga berkeyakian bahwa lamanya Hadratussyaikh memberikan restu kepada Kiai Wahab karena harus melakukan ikhtiar spiritual, minta petunjuk Allah melalui riyadhah.
Mas’ud Adnan juga mengatakan bahwa Kiai Wahab dan Kiai Abdul Chalim adalah ulama yang telah mengalami transformasi pemikiran luar biasa. Ia memberi contoh soal Kiai Wahab mendirikan koran Soeara Nadlatoel Oelama.
Menurut Mas’ud, kalau bukan ulama berpikiran modern dan strategis tak mungkin Kiai Wahab dan Kiai Chalim berpikir tentang koran pada tahun 1920-an itu. Jangankan pada era 1920-an, sekarang saja banyak kiai yang belum paham tentang media perjuangan.
“Semua pergerakan dan perjuangan butuh media atau pers. Tanpa koran atau media perjuangan, gagasan yang kita sebar, tak akan efektif,” kata Mas’ud Adnan yang dikenal sebagai penulis sejumlah buku tentang NU, Gus Dur dan para tokoh NU itu. Diantaranya buku berjudul Gus Dur hanya Kalah dengan Orang Madura dan Kiai Miliarder Tapi Dermawan. Yang terakhir ini tentang succsess story Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA.
Menurut Mas’ud Adnan, salah satu redaktur koran Soeara Nahdlatoel Oelama itu adalah Kiai Abdul Chalim. Mas'ud meyakini bahwa Kiai Abdul Chalim sangat berperan penting dalam pendirian surat kabar itu. Bahkan bisa jadi Kiai Chalim yang banyak menyuport gagasan mengingat Kiai Abdul Chalim dikenal sebagai penulis.
“Kiai Abdul Chalim adalah ulama yang dikenal sebagai penulis handal,” kata Mas’ud Adnan yang juga Wakil Ketua Pengurus Wilayah (PW) Pencak Silat Nadhlatul Ulama Pagar Nusa Jawa Timur.
Sementara Nur Kholiq Ridwan, salah seorang tim penulisan buku tentang Kiai Abdul Chalim, banyak mengemukakan hasil wawancaranya dengan sejumlah informan. Ia memuji ketokohan dan perjuangan Kiai Abdul Chalim yang dianggap sangat berperang penting, baik dalam mendirikan NU maupun sebagai pejuang kemerdekaan RI. Ia berjanji bahwa bukunya akan segera rampung dalam beberapa bulan ini. (MMA)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News