JAKARTA, BANGSAONLINE.com – Ternyata dugaan keterlibatan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) A Muhaimin Iskandar (Cak Imin) dalam kasus suap pengucuran dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (PPID) pada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) tahun 2011 masih menjadi catatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kasus korupsi yang melibatkan dua anak buah Cak Imin itu populer dengan istilah kasus kardus durian. Saat itu Cak Imin menjabat Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans).
Baca Juga: KPK Periksa Bupati Karna di Polres Bondowoso, Sejumlah Nama ini Turut Masuk Jadwal
“Bahwa upaya termohon (KPK) dalam menindaklanjuti tentang adanya keterlibatan Menakertrans Muhaimin Iskandar dalam perkara tersebut telah dilakukan oleh penuntut umum termohon yang dimulai dari penyusunan surat dakwaan yang mencantumkan nama Muhaimin Iskandar sebagai pihak yang bersama-sama (pernyertaan) menerima uang dari Dharnawati selaku kuasa PT Alam Jaya Papua,” kata Tim Biro Hukum KPK, Iskandar Marwanto dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (4/4/2023).
Dilansir Kompas.com, pernyataan Iskandar Marwanto itu disampaikan menanggapi gugatan praperadilan yang diajukan Perkumpulan Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) di PN Jakarta Selatan terkait sah atau tidaknya perhentian penyidikan kasus tersebut.
Skandal korupsi kasus durian merupakan kasus korupsi terkait proyek Program Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (PPID) Transmigrasi. Kasus tersebut telah memenjarakan anak buah Cak Imin di Kemenakertras, I Nyoman Suisnaya, Sekretaris Direktorat Jenderal Pembinaan Pengembangan Kawasan Trasmigrasi (Ditjen P2KT) dan Dadong Irbarelawan, Kepala Bagian Perencanaaan dan Evaluasi Program Kemenakertrans.
Baca Juga: Peringatan Harkodia di Pasuruan, Pj Gubernur Jatim Tekankan Pilar Utama Pencegahan Korupsi
Dua anak buah Cak Imin terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK pada 25 Agustus 2011. Selain dua orang itu, juga ditangkap Dharnawati yang diduga sebagai penyuap.
Dalam penangkapan itu KPK menyita uang Rp 1,5 miliar yang diwadahi kardus durian sehingga kasus suap itu disebut kasus kardus durian. Kala itu, Dharnawati mengaku terpaksa memberikan uang tersebut karena ada permintaan dari Muhaimin.
Dana Rp 1,5 miliar itu baru sebagian kecil. Dikutip Kompas.com, total duit pelicin itu senilai Rp 7,3 miliar atau 10 persen dari nilai total proyek di empat kabupaten sebesar Rp 73 miliar.
Baca Juga: Anggota Fraksi PKB DPRD Kabupaten Mojokerto Gelar Reses di Desa Kintelan
Uang itu oleh Dharnawati mau dibagikan kepada sejumlah pejabat Kemenakertrans sebagai commitment fee untuk mendapatkan proyek PPID di empat kabupaten di Papua. Yaitu di Keerom, Mimika, Manokwari, dan Teluk Wondama.
Iskandar Marwanto mengklaim bahwa penyidik hingga penuntut umum KPK sudah berusaha maksimal untuk membuktikan dalil berkenaan dengan uang Rp 1,5 miliar yang diberikan Dharnawati kepada Dadong Irbarelawan dan I Nyoman Suisnaya diduga ditujukan kepada Muhaimin Iskandar.
Namun penyertaan nama Muhaimin Iskandar tidak diakomodir dalam putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Baca Juga: Menteri ATR/BPN Hadiri Puncak Hakordia 2024
“Majelis Hakim yang mengadili perkara tersebut dalam putusannya tidak mengakomodir dalil penuntut umum termohon,” kata Iskandar Marawanto.
Cak Imin sendiri berkali-kali muncul dalam persidangan kasus kardus durian itu. Karena namanya memang disebut dalam persidangan. Bahkan nama Cak Imin kerap disebut dalam rekaman pembicaraan pihak-pihak yang terlibat kasus suap tersebut. Namun Cak Imin selalu membantah terlibat kasus tersebut.
“Sama sekali tidak pernah. PPID pun kita tidak tahu, apalagi fee,” kata Cak Imin saat memberikan keterangan sebagai saksi dalam sidang Dadong Irbarelawan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, 20 Februari 2012. (tim)
Baca Juga: JPU KPK Kabulkan Pembukaan Rekening Gus Muhdlor
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News